Nasional

Koordinator TePI Sayangkan Putusan MK Soal Pencabutan Ambang Batas Tanpa Ketegasan Angka yang Pas

Oleh : very - Jum'at, 01/03/2024 12:15 WIB

Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen sebesar 4 persen.

Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa norma Pasal 414 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu tetap berlaku untuk Pemilu 2024.

MK menyatakan bahwa putusan tersebut baru berlaku untuk Pemilu 2029 dan selanjutnya sepanjang telah dilakukan perubahan ambang batas oleh DPR RI selaku pembuat UU.

"Menyatakan norma pasal 414 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan Pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (29/2/2024).

Selanjutnya, MK menyerahkan perubahan ambang batas parlemen 4 persen tersebut kepada DPR RI.

Menanggapi putusan MK tersebut, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jeirry Sumampow mengatakan Putusan MK tersebut sudah tepat sebab telah mengembalikan kedaulatan kepada rakyat.

“Rakyat sudah memilih, maka semestinya bisa masuk parlemen. Dan itu kan juga sudah berlaku untuk Parlemen Propinsi dan Kab/Kota,” ujar Jeirry melalui pernyataan pers di Jakarta, Kamis (29/2).

Dia menilai bahwa putusan tersebut juga sudah tepat karena tidak berlaku untuk Pemilu 2024, tapi baru bisa berlaku dalam pemilu ke depan.

“Klausul itu penting sebab pemungutan suara sudah selesai dan siapa yang masuk parlemen juga sudah bisa diterka. Dengan demikian, tak lagi bisa digunakan untuk mengatakan bahwa putusan MK ini dibuat untuk memasukan partai tertentu ke parlemen pusat,” katanya.

Namun, yang lebih penting, katanya, adalah klausul itu memberi jaminan adanya kepastian hukum, yaitu tidak boleh ada perubahan aturan ditengah tahapan sedang berlangsung, sebagaimana kontroversi putusan MK soal syarat capres cawapres yang lalu.

Namun demikian, Jeirry menyayangkan karena pencabutan ambang batas itu tidak disertai ketegasan tentang berapa angka ambang batas yang pas.

“Inilah kelemahan putusan MK ini. Tidak tuntas jadinya. MK malah masih memberikan kewenangan itu kepada DPR untuk mengaturnya dalam perubahan UU Pemilu nantinya. Mestinya MK mencabut saja dan menegaskan bahwa ambang batas parlemen itu tidak perlu lagi,” ucapnya.

Dia mengatakan, bisa saja nanti DPR akan menentukan ambang batas parlemen itu tetap ada dan bisa juga angkanya dibuat 3,5%. Jika begitu maka, tetap saja akan menghalangi kedaulatan rakyat itu.

“Menurut saya, sebaiknya ambang batas parlemen pusat ditiadakan saja. Dan soal penyederhanaan partai di parlemen yang sejak lama jadi agenda, cukup dilakukan lewat pengetatan seleksi partai politik yang ikut pemilu. Sehingga jika partai sudah lolos sebagai peserta pemilu, maka sudah dianggap layak untuk masuk parlemen,” pungkasnya.

Seperti diketahui, Putusan MK tersebut menyerahkan perubahan ambang batas parlemen 4 persen kepada DPR RI.

Setidaknya, ada lima poin yang harus diperhatikan dalam melakukan perubahan ketentuan tersebut.

Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, pertama, perubahan ketentutan harus didesain agar dapat digunakan secara berkelanjutan.

Kedua, perubahan norma ambang batas parlemen termasuk besaran angka atau persentase ambang batas parlemen tetap dalam bingkai menjaga proporsionalitas sistem Pemilu proporsional, terutama untuk mencegah besarnya jumlah suara yang tidak dapat dikonversi menjadi kursi DPR.

Ketiga, perubahan harus ditempatkan dalam rangka untuk mewujudkan penyederhanaan parpol dan keempat, perubahan telah selesai sebelum dimulai tahapan penyelenggaran Pemilu 2029.

"(Kelima) perubahan melibatkan semua kalangan yang memiliki perhatian terhadap penyelanggaraan Pemilihan Umum dengan menerapkan sistem partisipasi publik yang bermakna termasuk melibatkan parpol peserta Pemilu yang tidak memiliki perwakilan di DPR," ujar Saldi seperti dilansir Kompas.com.

Perkara ambang batas parlemen 4 persen tersebut digugat oleh Ketua Pengurus Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti. ***

Artikel Terkait