INDONEWS.ID

  • Minggu, 26/03/2023 23:48 WIB
  • Gonjang Ganjing Stabilitas Politik Nasional Menjelang 2024

  • Oleh :
    • very
Gonjang Ganjing Stabilitas Politik Nasional Menjelang 2024
Penundaan Pemilu. (Ilustrasi: Jawapos.com)

Oleh: Saiful Huda Ems (SHE)*)

Jakarta, INDONEWS.ID - Menjelang tahun terakhir periode kedua Pemerintahan Jokowi-Ma`ruf Amin, Rakyat Indonesia nampaknya sedikit mulai cair, tak lagi ada pertentangan politik secara signifikan antara kubu pro Pemerintahan Jokowi dan para penentangnya. Jikapun masih ada kasus pertentangan ideologis dan umat beragama, seperti penutupan terpal terhadap Patung Bunda Maria di Kulon Progo Yogyakarta yang baru saja terjadi, itu saya pikir hanya sisa-sisa pertentangan ideologis ataupun agama yang belum sempat sepenuhnya terselesaikan oleh negara. Jika kita melihat Indonesia dari sisi ini, nampaknya Pemerintahan Jokowi dapat dikatakan nyaris sukses besar.

Baca juga : Pemberdayaan Perempuan Melakukan Deteksi Dini Kanker Payudara Melalui Pelatihan "Metode Sadari Dan Pembuatan Teh Herbal Antioksidan"

Tetapi persoalan Indonesia ini multi kompleks, tidak bisa kita melihat dan menilai kasus-kasus secara parsial, namun harus secara holistik, menyeluruh, karena kita hidup di negeri ini sebagai sebuah bangsa, yang besar pula. Dimana untuk menata negara dan bangsa ini diperlukan minimal 76 Triliun Rupiah lebih melalui sirkulasi kekuasaan secara periodik yang disebut PEMILU. Dan itu baru dana yang diperlukan untuk PEMILU Nasional, bagaimana dengan dana untuk PILKADA dlsb. yang selama ini telah terjadi? Belum lagi dana yang keluar dari kantong-kantong pribadi para peserta PEMILU dan para pendukungnya.

Sangat besar ongkos yang dikeluarkan untuk persiapan menata atau mengelola negara ini, maka menjadi lumrah manakala rakyat terus bersuara untuk mempertanyakan sudah sejauh mana hasil yang didapat dari pesta demokrasi yang sudah dan akan terjadi lagi ini. Di tahun-tahun yang telah berlalu dan sedang berjalan, rakyat tidak hanya disuguhi berbagai prestasi gemilang Pemerintahan Jokowi-MA yang nampak dari lompatan-lompatan pembangunan infra struktur yang spektakuler, yang belum pernah dapat dicapai oleh pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. Namun rakyat secara nyata pula telah merasa disuguhi tontonan-tontonan korupsi, provokasi dan kekerasan atas nama agama maupun kebebasan berekspresi dan kegiatan mafioso di berbagai tempat yang dilakukan secara perorangan maupun gerombolan.

Baca juga : Visiting Professor Pandemi: Dunia Harus Siap

Korupsi di berbagai instansi pemerintahan, pembunuhan rakyat dan aparat bersenjata yang tidak berdosa di Papua, pembantaian Brigadir Joshua oleh Sambo, kekerasan anak salah seorang pengurus Banser NU oleh anak pejabat pajak, skor indeks persepsi korupsi RI yang anjlok 4 poin menjadi 34, wacana penundaan PEMILU, kontroversi transaksi janggal 300 Triliun Rupiah di Kemenkeu meski sudah terjawab oleh Kepala PPATK dan Menkeu Sri Mulyani namun masih menjadi pergunjingan, kebakaran kilang minyak di Depo Pertamina Plumpang Jakarta yang menewaskan belasan orang, kontroversi kedatangan Timnas Israel ke Indonesia untuk Piala Dunia U-20 yang masih belum dijawab oleh Pemerintah, dan terakhir dikarunginya Patung Bunda Maria di Yogyakarta. Ini semua tak lain dan tak bukan merupakan geliat gonjang ganjing stabilitas politik nasional menjelang PEMILU 2024.

Presiden Jokowi nampak menghadapi semua ini seorang diri, partai-partai koalisinya nampak tak mau tau karena sibuk mengatur siasat untuk kemenangan partai dan Capres-Cawapres yang akan diusungnya di PEMILU 2024. Bahkan di mata publik, Presiden Jokowi dan partainya sendiri, yakni PDIP terkesan masih belum selesai soal lobi-lobi politik tingkat tingginya, tentang Capres-Cawapres mana yang akan disepakati bersama untuk diajukannya di PEMILU 2024 nanti. Kemauan Bu Mega belum tentu selaras dengan kemauan Pak Jokowi, celakanya kedua-duanya mempunyai pendukung politiknya sendiri-sendiri yang bisa saja sama-sama besar dan terlalu sayang jika harus dikonfrontasikan. Olehnya demi ini semua, Bu Mega dan Pak Jokowi terlihat tidak bisa bersikap tegas pada elit-elit parpol yang sudah terang-terangan menggandeng Balon Capres rival politik utama Pak Jokowi dan Bu Mega atau PDIP.

Baca juga : Persahabatan yang Tak Lekang oleh Waktu, Perbedaan Profesi, dan Pilihan Politik

Rakyat tentu boleh bertanya, ini negara sesungguhnya mau diapakan dan dikemanakan? Jangankan rakyat yang mengambil pilihan politik netral, terlebih rakyat yang selama ini memilih di garis politik yang berlawananan dengan Pemerintahan Jokowi, bahkan rakyat yang selama ini tergabung dalam organ-organ relawan Jokowipun selalu bertanya-tanya soal ini, hingga tidak heran ada sebagian relawan pendukung Jokowi yang balik badan dan mendukung politisi-politisi yang di PEMILU 2014 dan 2019 bersebrangan dengan Pak Jokowi. Jika keadaan ini terus berlanjut, percayalah dalam waktu dekat para pendukung Pak Jokowi akan segera bubar, kocar-kacir berpindah haluan dukung lawan-lawan politik Pak Jokowi.

Maka saya pikir bukanlah hal yang berlebihan jika kiranya Presiden Jokowi sudah harus mulai tegas dari sekarang, segera singkirkan anggota kabinet yang berafiliasi dengan parpol atau politisi yang sudah secara nyata dan tegas mendukung dan mencalonkan figur-figur politisi yang akan "membunuh" visi dan misi Presiden Jokowi di 2024 nanti. Presiden Jokowi selayaknya mulai action, untuk tidak sedikitpun memberi celah bagi mereka untuk memakmurkan simpul-simpul pergerakan politiknya yang akan digerakkan nantinya untuk menghadang pergerakan-pergerakan pendukung politik Capres-Cawapres yang didukung Presiden Jokowi, disaat para pendukung Jokowi kehabisan amunisi untuk bertempur politik secara all out di 2024 !.

Eksponen-eksponen HTI, FPI dll. akan segera bangun dan bergerak lagi untuk merebut kekuasaan melalui atau tanpa melalui PEMILU. Bila Presiden Jokowi menganggap mereka sudah dapat ditaklukkan, percayalah itu hanya sekedar menurut perasaan belaka, karena sebagian besar dari simpul-simpul mereka serasa sudah sukses dilumpuhkan oleh negara. Ideologi tak pernah mati sebelum ideologi itu sukses disterilkan, arwah-arwah militansi pergerakan mereka akan tetap bergentayangan. Inilah hukum jihad yang mereka selewengkan. Puluhan tahun saya bergaul tidak hanya dengan tokoh-tokoh nasionalis militan, melainkan juga dengan para tokoh pergerakan ekstrim kanan militan. Gerak alam berpikir mereka sedikit banyak terpantau oleh pengalaman panjang gerilya politik saya. Pak Jokowi selayaknya tidak boleh menganggap remeh daya juang mereka.

Kendati demikian Presiden Jokowi layak untuk berbesar hati, karena di sebrang lingkaran istana nun jauh disana terdapat tokoh-tokoh gerilyawan politik nasionalis toleran, yang sudah sejak lama berjuang mati-matian untuk mendukung Presiden Jokowi baik dengan pikiran, tenaga dan harta bendanya. Biarpun mereka selama ini dipandang sebelah mata oleh lingkaran elit istana, mereka tetap rela berjuang apapun keadaannya demi membentengi Pemerintahan Jokowi-Ma`ruf Amin yang sudah berani membubarkan HTI, FPI dan memenjarakan tokoh-tokohnya meski hanya seumur jagung dan siap bangkit lagi untuk beraksi. Saya sebut saja salah satunya Bang Haidar Alwi. Tokoh nasionalis pengobar perlawanan terhadap pergerakan radikal, intoleran ini sudah banyak membantu Pemerintahan Jokowi-MA, harusnya beliau ini segera Presiden akomodir di kabinet untuk menggantikan mereka yang bermain dua kaki, Jokowi dan Bapak Politik Identitas.

Bang Haudar Alwi alumnus ITB dan Amerika ini tau banyak seluk beluk pergerakan Bapak Politik Identitas, jika beliau ini diakomodir di kabinet, para habaib yang selama ini sebagian menjadi pendukung ataupun yang melawan Bapak Politik Identitas akan berhasil dirangkulnya, dan akan menjadi kekuatan besar baru yang akan menambah daya gerak militansi juang para pendukung kekuatan Pejuang Nasionalis untuk membelah ombak besar yang menerjang dari arah Petamburan Jakarta, Solo dan kota-kota lainnya di berbagai pelosok Nusantara. Apabila Presiden Jokowi bersedia untuk sesegera mungkin mereshuffle kabinet dan memasukkan orang-orang seperti beliau, ini baru akan terjadi perimbangan politik nasional, dimana Presiden Jokowi akan kembali menjadi sentral kekuatan politik nasional secara riil dan bukan hanya yang sekedar nampak di permukaan. Kalau semuanya demi kemajuan dan keadamaian NKRI, kenapa masih harus pikir panjang lagi Pak Presiden Jokowi yang terhormat? Wallahu a`lamu bishawab...(SHE).

 26 Maret 2023.

*) Saiful Huda Ems (SHE). Lawyer dan Pengamat Politik yang menjadi Ketua Umum HARIMAU JOKOWI-HARIMAU PERUBAHAN.

Artikel Terkait
Pemberdayaan Perempuan Melakukan Deteksi Dini Kanker Payudara Melalui Pelatihan "Metode Sadari Dan Pembuatan Teh Herbal Antioksidan"
Visiting Professor Pandemi: Dunia Harus Siap
Persahabatan yang Tak Lekang oleh Waktu, Perbedaan Profesi, dan Pilihan Politik
Artikel Terkini
Pastikan Arus Barang Kembali Lancar, Menko Airlangga Tinjau Langsung Pengeluaran Barang dan Minta Instansi di Pelabuhan Tanjung Priok Bekerja 24 Jam
Umumkan Rencana Kedatangan Paus Fransiskus, Menteri Agama Dukung Penuh Pengurus LP3KN
Mendagri Tito Lantik Sekretaris BNPP Zudan Arif Fakrulloh Jadi Pj Gubernur Sulsel
Perayaan puncak HUT DEKRANAS
Kemendagri Tekankan Peran Penting Sekretaris DPRD Jaga Hubungan Harmonis Legislatif dengan Kepala Daerah
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas