INDONEWS.ID

  • Kamis, 27/04/2023 17:57 WIB
  • Nasib AKBP Achiruddin: Dicopot dari Jabatan, Dipatsuskan hingga Rekening Diblokir PPATK

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Nasib AKBP Achiruddin: Dicopot dari Jabatan, Dipatsuskan hingga Rekening Diblokir PPATK

Jakarta, INDONEWS.ID - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir rekening eks Kabag Bin Ops Ditnarkoba Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Achiruddin Hasibuan.

Pemblokiran dilakukan lantaran adanya indikasi pencucian uang yang dilakukan perwira menengah polisi yang namanya mencuat menyusul kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya, Aditnya Hasibuan.

"Ada indikasi tindak pidana pencucian uang," ungkap Kepala Biro Humas PPATK Natsir Kongah kepada awak media, Kamis (27/4/2023).

Menurut Natsir Kongah, ada dua nomor rekening yang diblokir PPATK dengan nilai mencapai puluhan miliar. Namun dia tidak membeberkan berapa nilai pasti masing-masing dari dua rekening tersebut. "Dari dua rekening itu, ada puluhan miliar," kata Natsir Kongah.

Sementara itu, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana menegaskan, penelusuran harta kekayaan terhadap Achiruddin Hasibuan dilakukan sejak sebelum kasus penganiayaan yang dilakukan anaknya bernama Aditya Hasibuan viral di media sosial. Disebutnya pihaknya mencium adanya indikasi penyimpangan sehingga perlu dilakukan pemblokiran.

"Kami sedang proses analisis sejak sebelum kasus pemukulan muncul ke publik. Kebetulan ada indikasi penyimpangan sumber dana. Nilai sangat signifikan," terang Ivan Yustiavandana.

Sebelumnya, AKBP Achiruddin Hasibuan dicopot dari jabatannya sebagai Kabag Bin Ops Direktorat Narkoba Polda Sumatera Utara. Hal itu terjadi setelah melakukan pembiaran terhadap kejadian penganiayaan yang dilakukan anaknya, Aditya Hasibuan terhadap seorang mahasiswa di Kota Medan.

"Saudara AH sudah dicopot dari jabatannya sebagai Kabag Bin Ops Direktorat Narkoba Polda Sumut dan sekarang nonjob," tegas Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Polisi Hadi Wahyudi.

Selain dicopot dari jabatannya, Achiruddin diberi sanksi tambahan berupa penempatan khusus (patsus) dalam tahanan. Ia dinyatakan, bersalah karena telah membiarkan anaknya melakukan tindakan kriminal.

Direktur Reskrimum Polda Sumut, Kombes Polisi Sumaryono, menerangkan awal kejadian pada Rabu 21 Desember 2022 pelaku bertemu dengan korban di SPBU Jalan Karya, Helvetia Kota Medan. Setelah bertemu, pelaku melakukan pemukulan dan merusak mobil korban.

Kemudian pada Kamis 22 Desember 2022 korban mendatangi rumah pelaku di Kompleks Tasbih untuk meminta pertanggungjawaban. Namun, seusai video viral yang beredar pelaku menganiaya korban disaksikan oleh AKBP Achiruddin.

Atas peristiwa itu, Sumaryono menyebutkan, korban pun membuat laporan ke Polrestabes Medan. Namun, kasus penganiayaan itu ditarik ke Dit Reskrimum Polda Sumut karena adanya aksi saling lapor.

"Dari hasil gelar perkara yang dilakukan penyidik menetapkan AH sebagai tersangka dan ditahan. Sedangkan, laporan AH yang melaporkan korban bukan tindak pidana," ujar Sumaryono.

Sumaryono menambahkan, kasus penganiayaan yang dilakukan terhadap korban karena masalah chat seorang teman wanita. "Jadi, antara korban dan pelaku ini saling kenal. Karena masalah chatting seorang wanita terjadilah peristiwa penganiayaan itu," kata Sumaryono menambahkan.

Keluarga Ken Admiral, korban penganiayaan, menegaskan tidak akan membuka pintu damai bagi pelaku. Ibu Ken Admiral, Elvi, mengatakan, sebelum kasus ini menjadi viral di media sosial, pihaknya sudah mencoba menyelesaikan kasus ini dengan keluarga AKBP Achiruddin secara damai.

Namun, saat itu upaya perdamaian dari keluarga Ken tidak bertemu. Dan kini, menurut Elvi, pihak keluarganya ingin kasus ini diselesaikan sesuai proses hukum yang berlaku.

"Perdamaian sudah pernah kami coba tidak ada titik temu. Karena anak saya dipijak-pijak (injak-injak) melebihi binatang, jadi sekarang biarlah diproses sesuai hukum yang berlaku," kata Elvi, Rabu (26/4/2023).

Ahli hukum pidana, Boris Tampubolon menilai, sanksi etik berupa pencopotan jabatan terhadap AKBP Achiruddin Hasibuan tak cukup. Eks Kabag Bin Ops Direktorat Narkoba Polda Sumatera Utara (Sumut) itu, menurutnya, juga harus dipidana terkait pembiaran atas perbuatan anak kandungnya Aditya Hasibuan yang melakukan penganiayaan berat terhadap Ken Admiral.

“Polisi harus pula mengusut keterlibatan pidana terhadap AKBP AH (Achiruddin Hasibuan),” kata Boris dalam siaran pers yang diterima Republika, di Jakarta, Kamis (27/4/2023).

Menurut Boris beberapa perbuatan yang dilakukan AKBP Achruddin dalam peristiwa penganiyaan anaknya terhadap korban, adalah bentuk kesengajaan. Yaitu, turut serta dan terlibat dalam membantu Aditya Hasibuan menganiaya korban Ken Admiral.

Meskipun dikatakan Boris, keterlibatan AKBP Achiruddin dalam kontak fisik putranya itu dilakukan tak langsung. “Dalam teori hukum pidana, orang yang turut serta, tidak hanya orang yang melakukan penganiayaan. Tetapi bisa juga orang yang menyuruh melakukan, atau orang yang membantu agar tindak pidana penganiayaan bisa dilakukan atau terlaksana,” terang Boris.

Menurut Boris, dari pernyataan kepolisian, ada beberapa perbuatan dan keterlibatan AKBP Achiruddin yang terungkap dalam peristiwa penganiayaan anaknya terhadap Ken Admiral. Seperti menyuruh lakukan, dan perintah mengambil senjata laras panjang.

“Kemudian adanya dugaan yang dilakukan AKBP AH saat peristiwa penganiayaan melakukan pelarangan terhadap orang yang akan melakukan peleraian terhadap orang orang yang melakukan penganiyaan,” begitu ujar Boris.

Hal tersebut dikatakan Boris, masuk dalam kualifikasi jeratan dalam Pasal 56 KUH Pidana. Dalam aturan itu, disebutkan, adanya konsekuensi pidana terhadap para pembantu suatu tindak kejahatan.

“Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan. Dan mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melakukan kejahatan,” terang Boris.

Boris mengatakan perbuatan AKBP Achiruddin tersebut, dapat menjadi alasan bagi kepolisian untuk menjeratnya sebagai tersangka. “Bila semua hal tersebut terbukti, maka polisi seharusnya juga menetapkan AKBP AH sebagai tersangka karena turut serta melakukan penganiayaan terhadap korban,” begitu ujar Boris.

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso pun mengatakan, ancaman sanksi untuk AKBP Achiruddin bisa lebih berat dengan menerapkan Pasal 304 KUHP. Yaitu, mengancamkan pidana terhadap seseorang yang sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, khususnya keadaan maut atau sakit.

"Karena saat itu ia melihat dan membiarkan penganiayaan tersebut, padahal dia aparat," ucap Sugeng.

Sugeng juga menyoroti gaya hidup AKBP Achiruddin yang dilaporkan memiliki sepeda motor mewah Harley Davidson. Padahal, Presiden Jokowi sudah memerintahkan para pejabat tidak menampilkan hidup hedon.

"Harus diusut itu LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) yang bersangkutan," ucapnya.

Adapun, pengamat hukum dari Pusat Studi Kejahatan Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) Ari Wibowo menyoroti viralnya harta kekayaan AKBP Achiruddin Hasibuan di dunia maya. Achiruddin pernah memamerkan motor gede jenis Harley Davidson. Tetapi, kendaraan mewah itu ternyata tak dicantumkan dalam LHKPN.

Achiruddin pun diketahui sempat tak menyetorkan LHKPN selama 10 tahun. Ari memandang tindakan Achiruddin direstui lemahnya regulasi soal LHKPN. Ia menyinggung sulitnya menjerat Aparatur Sipil Negara (ASN) termasuk anggota Polri yang bandel dalam melaporkan LHKPN.

"Memang aturannya sangat longgar. Tidak ada ancaman sanksi pidana bagi pejabat atau ASN yang tak laporkan LHKPN atau laporkan tapi tidak benar," kata Ari kepada Republika, Kamis (27/4/2023).

Ari mengungkapkan LHKPN dapat punya taring yang lebih tajam kalau ada sanksi kuat bagi pelanggarnya. Selama ini, LHKPN dianggap remeh karena para pelanggar atau yang tidak benar melaporkan ujungnya diganjar sanksi administratif.

Secara undang-undang memang tidak ada hukuman pidana jika ASN hingga pejabat negara tidak melaporkan harta kekayaannya di dalam e-LHKPN. Padahal LHKPN merupakan salah satu upaya mencegah korupsi di Tanah Air.

"Selama ini hanya sanksi administratif saja dari atasan," ujar Ari.

Dari penelusuran situs e-LHKPN, Achiruddin terakhir melaporkan kekayaannya ke KPK pada 2021. Saat itu dia menjabat sebagai kanit 1 subdit 1 Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut.

Dalam LHKPN yang Achiruddin laporkan pada 24 Maret 2021, dia tercatat memiliki total kekayaan sebesar Rp 467.548.644. Menurut laporan itu, dia hanya mempunyai dua aset, yakni tanah seluas 556 meter persegi di Kota Medan senilai Rp 46.330.000. Kemudian, Achiruddin juga punya mobil Toyota Fortuner senilai Rp 370 juta. Selain itu, Achiruddin memiliki kas dan setara kas senilai Rp 51.218.644. Dia tercatat tak mempunyai utang.

Di samping itu, Achiruddin sebelumnya telah melaporkan kekayaannya pada 2011 atau sempat tak melapor selama 10 tahun. Berdasarkan situs e-LHKPN, saat itu dia masih menjabat sebagai kepala Satuan Narkoba Polres Binjai.

Namun, jumlah kekayaannya pada 2011 sama persis dengan yang dilaporkannya saat 2021, yaitu Rp 467.548.644. Meski demikian, perincian LHKPN 2011 itu tak dapat diakses karena situs KPK menyebut data tidak bisa ditemukan.

Ari merasa harta kekayaan Achiruddin masih terbilang wajar. Sehingga menurutnya, KPK belum perlu turun tangan mendalami kekayaan Achiruddin.

"KPK belum perlu turun tangan, karena masih wajar dengan jumlah harta segitu termasuk yang belum dilaporkan di LHKPN," ucap Ari.*(Republika)

Artikel Terkait
Artikel Terkini
HUT Minahasa Tenggara ke 17, Pj Bupati Maybrat Saksikan Festival Benlak 2024 dan Makan Malam Bersama di Ranumboloy Water Park
PJ Bupati Maybrat Hadiri Pentas Seni Festival Benlak 2024 HUT Minahasa Tenggara ke 17
Saksikan Pekan Gawai Dayak Kalbar, Ratusan Warga Malaysia Serbu PLBN Aruk
Buka WWF ke-10, Presiden Jokowi Berharap Bisa Ciptakan Kepastian Distribusi Air Bersih
Realisasikan Investasi di Indonesia, Menko Airlangga Harapkan Lotte Chemical Dapat Menjadi Stimulus Pembangunan Industri Petrokimia Hilir Lokal
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas