INDONEWS.ID

  • Minggu, 04/06/2023 22:08 WIB
  • Negara Pancasila dan Cita-cita Islam Masih Menarik Dikaji

  • Oleh :
    • very
Negara Pancasila dan Cita-cita Islam Masih Menarik Dikaji
Diskusi bertajuk “Negara Pancasila dan Cita-cita Islam: Pemikiran Soekarno” pada Sabtu (3/6). (Foto: Humas Paramadina)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pancasila saat ini tidak dikenal dengan baik terutama oleh generasi milenial dan generasi Z. Generasi berikutnya juga terasa kurang lagi mendalami Dasar Negara tersebut sejak Pendidikan Pancasila tidak lagi menjadi mata pelajaran tersendiri namun menjadi mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.

Hal yang paling memprihatinkan adalah ketika kita semakin kehilangan Pancasila dan munculnya praktik-praktik politik yang bertentangan dengan nilai-nilai yang telah dibangun dan dikembangkan dengan susah payah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Baca juga : Waspadai Pihak-Pihak yang Benturkan Konsep Negara Pancasila dengan Agama

Hal itu disampaikan Direktur Paramadina Center for Religion and Philosophy (PCRP), Budhy Munawar-Rachman, dalam diskusi daring kerja sama PCRP, Lembaga Studi Agama & Filsafat (LSAF), Silapedia dan Universitas Paramadina yang bertema “Negara Pancasila dan Cita-cita Islam: Pemikiran Soekarno” pada Sabtu (3/6).

“Kajian Islam dan Pancasila ini diharapkan menghasilkan satu artikel atau jurnal yang membuka jalan kita untuk terus memikirkan tentang Pancasila, filsafat Pancasila atau pemikiran Islam dimana Universitas Paramadina telah memiliki concern,” ujarnya.

Baca juga : Visi Negara Pancasila Harus Jadi Mainstream Pemerintahan Jokowi

Ia mengatakan bahwa persoalan Islam dan Pancasila sangat mendalam dan banyak detailnya. “Mulai dari bagaimana pandangan Sukarno tentang Islam dan Pancasila, sampai pada akhir-akhir ini di mana terdapat kelompok-kelompok garis keras yang coba menafsirkan Pancasila dengan cara berbeda, atau disebut dengan ‘Pancasila yang bersyariah’,” paparnya. 

Hal tersebut, menurut Budhy, juga diperkaya dengan pandangan-pandangan yang lebih positif dari para cendekiawan muslim yang sangat menarik untuk dipelajari.

“Cak Nur, Gus Dur, Buya Syafii Ma’arif diketahui punya nuansa-nuansa yang khas, dan pandangan dari ormas Islam NU dan Muhammadiyah yang mempunyai penafsiran tentang Pancasila secara unik dan khas, serta bisa ditulisan sebagai topik tersendiri dalam sebuah artikel/jurnal. Belum lagi pemikiran dari Yudi Latief sebagai pemikir Islam kontemporer yang mempunyai pandangan tersendiri tentang Pancasila,’ tuturnya.

Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila, Syaiful Arif, menjelaskan mengapa pada pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 tidak terdapat kata Pancasila.

“Hal itu tidak menegasikan fakta historis dan yuridis bahwa alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945 adalah Pancasila. Alinea ke-4 itu boleh kita sebut sebagai Pancasila tanpa nama Pancasila,” katanya.

Dalam paparannya, Syaiful menyatakan bahwa terdapat hubungan dari 3 rumusan ide tentang Pancasila yang menjadi awal dari pembentukannya. “Yakni pertama rumusan 1 Juni dari Sukarno, lalu rumusan dari panitia 9, Soekarno sebagai ketua pada 22 Juni yang menghasilkan Piagam Jakarta (tokoh-tokoh Islam berperan sentral) dan rumusan 18 Agustus 1945 dari PPKI, Soekarno Ketua PPKI, Hatta dan tokoh-tokoh Islam berperan sentral,” katanya.

Menurut Syaiful, Ki Hajar Dewantara sebagai anggota BPUPKI pada 1950 memberikan rumusan bahwa di dalam Pancasila ada 3 elemen. Pertama isi, kedua bentuk, dan ketiga irama.

Kedua, bentuk Pancasila adalah sistematika Pancasila sejak rumusan 1 Juni, 22 Juni dan 18 Agustus 1945.

Ketiga, irama Pancasila adalah perspektif dalam mengkonseptualisasikan Pancasila berdasarkan perspektif tertentu yang masuk melalui sila-sila tertentu.

“Buya Hamka juga menggunakan Ketuhanan sebagai Irama Pancasila sehingga HAMKA menjadikan Ketuhanan sebagai Urat Tunggang Pancasila. Sukarno sendiri menempatkan Kebangsaan sebagai Irama Pancasila dan Urat Tunggang Pancasila,” katanya. 

Lebih lanjut, Syaiful menjelaskan bahwa menurut Ki Hajar, yang tidak berubah adalah “Isi Pancasila” sejak diusulkan oleh Sukarno, direvisi oleh Panitia 9 dan disahkan oleh PPKI. “Artinya dari 5 tema yang diusulkan oleh Sukarno tidak diganti misalnya Kebangsaan tidak diganti dengan Kebudayaan,” lanjut Syaiful.

Sumber tertib hukum di Indonesia, menurut Syaiful yang juga CEO Silapedia ini baru ditegaskan dalam Tap MPR No 20/1966 tentang Memorandum DPR GR ihwal sumber tertib hukum di Indonesia.

“Ditegaskan bahwa Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum, Pancasila sebagai dasar negara yang ada di dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, yang dijiwai oleh Piagam Jakarta dan pidato Soekarno 1 Juni 1945,” ungkapnya.

Dia mengatakan, Soekarno mengusulkan rumusan sila Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa karena Ketuhanan YME merupakan rumusan yang dapat diterima oleh semua agama yang berbeda beda.

“Tanpa adanya lobby bung Hatta kepada 4 tokoh Islam dalam sidang PPKI yang bersedia menghapus 7 kata dalam Piagam Jakarta, maka tidak akan pernah ada rumusan Pancasila resmi. Sidang PPKI hanya mengesahkan rumusan hasil lobby bung Hatta tersebut,” pungkasnya. ***

 

Artikel Terkait
Waspadai Pihak-Pihak yang Benturkan Konsep Negara Pancasila dengan Agama
Visi Negara Pancasila Harus Jadi Mainstream Pemerintahan Jokowi
Artikel Terkini
Indonesia Sambut Baik dan Dorong Kolaborasi dalam Perkuat Ketahanan Pangan melalui IDMA Exhibition dan TABADER Summit 2024
Nanik Yuliati, Pensiunan Guru Senang Bersama Mekaar Usahanya Berkembang
Soal Laka BUS PO Putera Fajar, Komisioner Kompolnal: Biar Tak Terulang Lagi, Utamakan Pencegahan dari Hulu ke Hilir
LPER Mendapat Penghargaan Terkait Ketahanan Pangan Dari Kepala KODIM Kota Bekasi
Pj Bupati Maybrat menerima kunjungan kerja dari Kepala BPJS Kesehatan
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas