INDONEWS.ID

  • Kamis, 13/07/2023 16:58 WIB
  • Survei MMB Ungkap Mayoritas Karyawan Merasa Diperhatikan Perusahaan, Ada 245 Mengaku Stres di Tempat Kerja

  • Oleh :
    • Rikard Djegadut
Survei MMB Ungkap Mayoritas Karyawan Merasa Diperhatikan Perusahaan, Ada 245 Mengaku Stres di Tempat Kerja
(Ki-ka) Wulan Gallacher selaku Managing Director Mercer Marsh Benefits; Douglas Ure selaku Presiden Direktur Marsh Indonesia dan CEO Marsh McLennan Indonesia serta Ria Ardiningtyas selaku Consulting & Analytics Leader Mercer Marsh Benefits

Jakarta, INDONEWS.ID - Mercer Marsh Benefits (MMB), sebuah unit bisnis dari Marsh McLennan menyebutkan sebanyak 78 persen karyawan di Indonesia merasa perusahaan menaruh perhatian yang besar pada kesejahteraan mereka.

Hal ini mengemuka dalam Laporan Health on Demand 2023 yang dirilis MMB Indonesia, yang merupakan konsultan manfaat kesejahteraan dan kesehatan karyawan serta broker asuransi terkemuka yang digelar di Ruang Emerald Lt. 3, Hotel Fairmont Jakarta pada Kamis (13/7/23).

Baca juga : Survei MMB: Karyawan Indonesia Merasa Didukung Perusahaan, Namun Kesenjangan Kesejahteraan Masih Jadi Kekhawatiran

Laporan tersebut tidak hanya menemukan bahwa relevansi dan nilai dari manfaat kesejahteraan merupakan sebuah isu bagi karyawan di Indonesia, tetapi juga mendapati adanya kesenjangan perlindungan yang semakin melebar, khususnya di antara pekerja dengan upah rendah, pengasuh (caregiver), dan perempuan.

Dalam Laporan Health on Demand tahun 2023, MMB melakukan survei terhadap lebih dari 17.500 karyawan di 16 pasar seluruh dunia, termasuk lebih dari 5.200 karyawan di Asia, mengenai prioritas kesehatan dan kesejahteraan mereka sehingga perusahaan mampu berupaya memenuhi kebutuhan karyawan dengan lebih baik lagi.

Untuk kawasan Asia, karyawan di Indonesia (26%) tercatat memiliki tingkat stres paling rendah dalam kehidupan sehari-hari, lebih rendah dari rata-rata karyawan di Asia (44%). Meski demikian, hampir sebagian dari mereka (45%) mengaku pernah bekerja saat kondisi mental yang tidak sehat.

Wulan Gallacher selaku Managing Director Mercer Marsh Benefits (MMB) Indonesia mengatakan kendati jumlahnya hanya mencapai 26 persen, namun perusahaan tetap perlu melakukan perbaikan guna meningkatkan kesehatan mental dan kesejahteraan para karyawan.

Menurutnya, ada sejumlah alasan karyawan merasa stres setiap hari di tempat kerja antara lain tekanan pekerjaan, pola kepemimpinan yang tidak membimbing, budaya toxic, lingkungan kerja yang berbahaya dan job security.

"Jadi mereka mulai stres saat masa kontraknya akan habis, mereka cemas dan khawatir. Apalagi memang tren saat ini perusahaan hanya memperkerjakan karyawan dengan sistem kontrak," ungkap Wulan di sela-sela pemaparannya.

Menurutnya, perusahaan dapat memperbaiki dengan menetapkan etika, batasan, dan tindakan yang berharga, menciptakan keseimbangan kehidupan kerja yang dioptimalkan serta memberikan perlindungan kesehatan mental dan terapis perusahaan," ujarnya.

Wulan menambahkan biaya perawatan kesehatan yang meningkat, harapan karyawan pasca-COVID-19 yang berubah, dan pergeseran demografi di Indonesia saat ini memengaruhi strategi akuisisi dan retensi talenta yang diterapkan oleh perusahaan.

Perusahaan yang memahami kebutuhan karyawannya dapat menciptakan perubahan inklusif dan berdampak bagi kesejahteraan dan kepuasan tenaga kerja mereka secara keseluruhan.

"Laporan Health on Demand ini menggarisbawahi peran penting dari adanya manfaat kesejahteraan karyawan yang berarti, dan pentingnya memenuhi kebutuhan dari tenaga kerja yang beragam," tukasnya.

Lebih lanjut, Wulan menegaskan, mengatasi adanya kesenjangan perlindungan yang dirasakan oleh kelompok rentan yang kurang terlindungi seperti perempuan, karyawan berpenghasilan rendah, dan pekerja paruh waktu merupakan hal yang krusial untuk dilakukan demi menjamin perkembangan seluruh karyawan dalam karir mereka.

Tak hanya itu, Wulan menjelaskan, krisis-krisis ekonomi makro, lingkungan, dan politik yang sedang terjadi juga memengaruhi keseluruhan kinerja, produktivitas, dan kesejahteraan karyawan.

“Kami menganjurkan para perusahaan untuk meninjau kembali strategi manajemen talenta dan pemberian manfaat kesejahteraan guna memastikan kekhawatiran karyawan di tengah situasi krisis yang terus berlanjut dapat diatasi dengan baik," paparnya.

"Dengan memupuk budaya kepedulian, dan memprioritaskan serta menyediakan manfaat kesejahteraan di lingkungan yang aman dan mendukung, perusahaan dapat mendorong tingkat keterlibatan dan kesuksesan karyawan, serta pertumbuhan organisasi,” imbuhnya.

Langkah Perusahaan Atasi Rasa Stres Karyawan

Dalam laporan hasil survei kali ketiga ini, disebutkan bahwa mengatasi rasa burnout dimulai dengan memastikan rasa aman secara psikologis di tempat kerja. Saat ini, para perusahaan terkemuka mengatasi permasalahan utama yang menyebabkan karyawan merasa stres di tempat kerja sebagai bagian dari strategi manfaat kesejahteraan yang komprehensif dan inklusif

Misalnya, meninjau kembali desain pekerjaan dan kompetensi para supervisor, mengatur target dan ekspektasi yang rasional, menciptakan budaya kebersamaan dan pengambilan keputusan yang inklusif, serta menawarkan manfaat kesejahteraan, seperti perawatan terkait kesehatan mental, dan bahkan pelatihan untuk mengatasi tantangan kesehatan mental hingga meningkatkan kesehatan mental karyawan membutuhkan solusi dan manfaat kesejahteraan yang inovatif.

Di Indonesia, layanan yang ditargetkan untuk kesehatan mental anak muda (46%), pelatihan untuk mengenali dan mengatasi tantangan kesehatan mental (41%), serta asuransi atau program untuk meringankan beban biaya perawatan kesehatan mental dan konseling virtual dengan terapis (39%) dirasa akan bermanfaat bagi karyawan maupun keluarganya.

Selain itu, laporan tersebut juga menunjukkan adanya korelasi positif antara penawaran manfaat kesejahteraan yang lebih banyak dengan tingkat kepuasan karyawan. Hasil menyebutkan bahwa karyawan yang memperoleh sepuluh atau lebih manfaat kesejahteraan lebih cenderung percaya bahwa perusahaan memperhatikan aspek kesehatan dan kesejahteraan mereka.

Mereka juga merasa lebih berkembang dalam melakukan peran dan tanggung jawab di tempat kerja dan lebih kecil kemungkinannya untuk meninggalkan perusahaan tersebut. Selain itu, mereka juga lebih yakin bahwa mereka mampu membayar biaya perawatan kesehatan yang dibutuhkan keluarga mereka.

Walau demikian, hanya 17% karyawan di Indonesia yang mendapatkan lebih dari sepuluh manfaat kesejahteraan, dengan lebih dari separuhnya (56%) hanya menerima hingga empat manfaat kesejahteraan saja.

Meskipun ada 78% karyawan di Indonesia yang merasa bahwa perusahaan memperhatikan aspek kesehatan dan kesejahteraan mereka, hanya 65% dari mereka yang mengatakan bahwa manfaat kesejahteraan yang mereka dapatkan sesuai dengan kebutuhan mereka.

Para Manajer Risiko dan SDM (Sumber Daya Manusia) perlu meninjau kembali relevansi dan nilai dari manfaat kesejahteraan yang mereka berikan untuk karyawan, dan mencari langkah inovatif dalam membantu karyawan untuk lebih berkembang dan berkinerja dengan baik.

Memutus Rantai Kesenjangan Perlindungan Kesehatan dan Risiko

Di bagian lain dalam laporan tersebut mengungkapkan sekitar 83% karyawan di Indonesia merupakan pengasuh (caregiver) bagi keluarga atau teman mereka, dan manfaat kesejahteraan, seperti pengaturan kerja yang fleksibel, izin cuti, serta manfaat kesejahteraan yang disubsidi adalah yang paling bermanfaat bagi mereka.

Walau demikian, laporan tersebut mengungkapkan adanya kesenjangan perlindungan di antara kelompok pekerja pengasuh di tempat kerja, dengan 28% melaporkan bahwa pengeluaran terkait perawatan medis menjadi penyebab mereka dan keluarganya mengalami kesulitan finansial, dan hal ini lebih besar jika dibandingkan dengan mereka yang bukan pengasuh atau non-caregiver (23%).

Hasil temuan juga menunjukkan bahwa mayoritas karyawan yang merupakan pengasuh (caregiver) tidak mendapat manfaat kesejahteraan yang seharusnya mereka dapatkan, dengan hanya 16% mendapat manfaat kesejahteraan untuk anak-anak, dan 14% dari mereka mendapat manfaat kesejahteraan untuk orang dewasa. Angka ini lebih rendah dari rata-rata di Asia, yaitu 30% dan 33%.

Laporan tersebut juga mengungkapkan kesulitan yang dihadapi oleh karyawan berpenghasilan rendah atau pekerja paruh waktu di Indonesia, di mana hampir setengah (45%) dari mereka tidak mendapat akses tanggungan kesehatan dari perusahaan tempat mereka bekerja. Dampaknya, 1 dari 5 (20%) karyawan dengan pendapatan di bawah median tidak yakin bahwa mereka mampu membayar biaya perawatan kesehatan yang dibutuhkan.

Mengingat krisis biaya hidup dan meningkatnya biaya perawatan kesehatan di Indonesia, memberikan edukasi seputar perencanaan finansial yang mendukung pengeluaran perawatan kesehatan kepada generasi pekerja awal, yang juga dikenal sebagai kelompok kerja Gen-Z, perempuan, dan orang tua muda, menjadi penting.

Pemberian manfaat kesejahteraan terkait kesehatan reproduksi juga dinilai penting oleh banyak karyawan di Indonesia. Meski sebanyak 44% karyawan di Indonesia menganggap pemeriksaan pencegahan kanker sangat bermanfaat bagi mereka atau keluarganya, namun hanya 24% karyawan yang mendapat akses untuk merasakan manfaat ini.

Selain itu, manfaat kesejahteraan lainnya, seperti suplemen menopause (13%), akses terhadap kontrasepsi (19%), dan suplemen pendukung kesuburan (13%) juga dianggap masih kurang diperhatikan.

Sebagai informasi, Laporan Health on Demand 2023 dihasilkan melalui riset yang dilaksanakan pada bulan Oktober hingga November 2022 dengan melakukan survei terhadap 17.531 karyawan di 16 pasar global sebagai responden mengenai prioritas mereka terkait kesehatan dan kesejahteraan di tempat kerja.

Hasil laporan tersebut mencerminkan suara karyawan untuk mendorong diskusi mengenai kebutuhan akan kesehatan dan kesejahteraan bagi karyawan, termasuk hubungan antara pemberian manfaat kesejahteraan dengan ruang bagi karyawan untuk berkembang, manfaat kesejahteraan yang sesuai dengan lingkungan di mana karyawan tersebut tinggal, dan manfaat kesejahteraan yang selaras dengan tujuan perusahaan untuk mendukung kesehatan masyarakat yang lebih luas.

Adapun Mercer Marsh Benefits (MMB) lahir melalui penggabungan antara salah satu perusahaan konsultan SDM terkemuka di dunia, pemimpin global dalam konsultasi risiko SDM, dan perusahaan teknologi manfaat kesejahteraan yang inovatif untuk membentuk sebuah bisnis yang unik.

Bersama-sama, mereka menciptakan beragam manfaat kesejahteraan karyawan yang paling diminati di seluruh dunia, baik untuk perusahaan kecil, perusahaan yang sedang berkembang, maupun perusahaan global. MMB diperkuat dengan 7.000 karyawan di 73 negara, dan melayani klien di lebih dari 150 negara di dunia.

MMB membawa keahlian lokal ke lebih banyak tempat, bekerja berdampingan dengan klien, serta bekerja bersama rekan-rekan di Mercer dan Marsh di seluruh dunia. Mercer dan Marsh adalah dua bisnis dari Marsh McLennan (NYSE: MMC), bersama dengan Guy Carpenter dan Oliver Wyman.

Dengan jumlah 81.000 karyawan yang melayani klien di lebih dari 130 negara, Marsh McLennan memiliki pendapatan tahunan hampir mencapai $20 miliar dan membantu klien menavigasi bisnis di lingkungan yang semakin dinamis dan kompleks melalui perusahaan-perusahaannya yang terkemuka.*

Artikel Terkait
Survei MMB: Karyawan Indonesia Merasa Didukung Perusahaan, Namun Kesenjangan Kesejahteraan Masih Jadi Kekhawatiran
Artikel Terkini
Pataka 83 Gelar Halal bi Halal, Silaturahmi sekaligus Temu Kangen
Pertemuan Menko Airlangga Meminta dengan Menteri Iklim, Lingkungan dan Energi Inggris
Inggris Memberikan Dukungan dan Berbagai Pengalaman dengan Indonesia untuk Bergabung Ke CPTPP
Relawan GARIS Dukung Ridwan Kamil Maju Pilgub Jakarta 2024
Jimly: Etika Adalah Kunci Kemajuan Bangsa di Masa Depan
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas