Jakarta, INDONEWS.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan terkait syarat pencalonan presiden-calon wakil presiden yang berlaga dalam pemilihan umum 2024 mendatang.
Putusan MK mengabulkan gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal Calon Presiden – Calon Wakil Presiden dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, yang pada pokoknya menyatakan bahwa mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Karena itu, Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi berbunyi: “Berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah”.
Putusan MK tersebut memunculkan beragam pendapat di tengah masyarakat. Mereka yang tidak setuju terhadap putusan MK tersebut menyatakan bahwa putusan itu kental dengan nuansa politik dinasti.
Pasalnya, keputusan itu dikait-kaitkan dengan rencana Gibran Rakabumi, putera sulung Presiden Joko Widodo, untuk menjadi Cawapres di Pilpres 2024.
Pakar hukum dari Universitas Parahyangan, Bandung, Dr. Iur. Liona N. Supriatna, S.H., M.Hum., mengatakan salah satu asas hukum universal berlaku prinsip “Res Judicata Pro Veritate Habetur, yaitu putusan hakim harus dianggap benar, terlepas setuju atau tidak setuju.
“Putusan MK bersifat final and binding (akhir dan mengikat) artinya putusan tersebut bersifat absolut sekalipun ada indikasi bahwa dalam putusan MK terdapat kekeliruan, daya berlaku dan sifat finalnya tidak akan terpengaruh,” ujar Liona yang berpengalaman menjadi Dekan FH Unpar (2019-2023) itu.
Alumnus FH Justus Liebig University, Jerman dengan predikat Cum Laude itu mengatakan, dalam kehidupan politik terutama bagi generasi muda, putusan itu tentu saja memberikan peluang lebih besar bagi mereka untuk lebih berkiprah.
“Putusatan ini membuat kaum muda bergairah serta lebih peduli akan kehidupan politik, sebab syarat usia dalam putusan MK telah memberikan kesempatan dan menghapuskan kendala pembatasan secara rasional, adil dan dapat dipertanggunjawabkan,” ujar Liona yang juga alumnus PPRA Angkatan 58 Lemhannas RI.
Bagi kehidupan demokrasi, katanya, Putusan MK tersebut juga telah memberikan peluang maju Capres-Cawapres bagi generasi muda untuk lebih berkarya tanpa menunggu batas usia waktu. Karena terdapat cara kedua yakni pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
“Dalam hal ini putusan MK tidak melihat kedewasaan dalam berpolitik semata-mata ditentukan oleh usia,” tegas Liona yang juga sebagai Presiden The Best Lawyers Club.
Penasihat Lysoi (Lawyers Social Indonesia) itu menegaskan bahwa Putusan MK tersebut juga menjamin hak konstitusional bagi generasi muda karena memberikan peluang bagi yang berpengalaman pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan kepala daerah (pilkada) untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
“Putusan MK tersebut lebih memandang generasi muda dengan penuh optimistis, bahwa di Indonesia saat ini sudah tersedia pemimpin yang berasal dari generasi muda, terlepas terlepas dari belenggu umur karena mereka memiliki pengalaman di bidang penyelenggaraan pemerintahan melalui mekanisme demokrasi,” pungkas Liona yang saat ini sebagai Caleg DPR RI dari Partai Gerindra untuk Dapil Jabar 1 yang meliputi Bandung dan Cimahi. ***