INDONEWS.ID

  • Minggu, 12/11/2023 19:08 WIB
  • Pecahkan Rekor MURI, 20 Eks Napiter Cerita Salah Jalan dan Proses Pertobatan Di Hadapan Mahasiswa

  • Oleh :
    • very
Pecahkan Rekor MURI, 20 Eks Napiter Cerita Salah Jalan dan Proses Pertobatan Di Hadapan Mahasiswa
Sebanyak 20 mantan narapidana terorisme (napiter) mencatatkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) dalam kegiatan Seminar Nasional dan Pemecahan Rekor MURI “Pencegahan Paham Radikalisasi Bagi Mahasiswa Indonesia Menuju Generasi Emas 2045” di Universitas Semarang (USM), Kamis (9/11/2023). (Foto: dok PMD BNPT)

Semarang, INDONEWS.ID – Sebanyak 20 mantan narapidana terorisme (napiter) mencatatkan rekor Museum Rekor Indonesia (MURI) dalam kegiatan Seminar Nasional dan Pemecahan Rekor MURI “Pencegahan Paham Radikalisasi Bagi Mahasiswa Indonesia Menuju Generasi Emas 2045” di Universitas Semarang (USM), Kamis (9/11/2023).

Mereka bercerita tentang bagaimana dulu salah jalan sehingga akhirnya menjadi teroris dan mendekam di penjara. Ke-20 napiter itu juga mengungkapkan proses pertobatan yang membawa mereka kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baca juga : Wujudkan Kemandirian Daerah, Kepala BSKDN Dorong Proyek Perubahan Jadi Inovasi

Ke-20 mantan napiter adalah mitra deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang berhasil kembali ke masyarakat.

Eks Napiter yang juga Ketua Yayasan Persadani Sri Pujimulyo Siswanto menceritakan latar belakang terpapar terorisme. Dia bertutur hal tersebut terjadi karena lemahnya pendidikan agama dalam keluarga.

Baca juga : Dies Natalis ke-57, Universitas YARSI Wisuda 406 Sarjana dan Pascasarjana

Ia kemudian tertarik untuk mengikuti kegiatan di masjid sekitar rumahnya untuk mendalami agama.

“Namun justru dari situlah saya mulai mengikuti pengajian yang mengajarkan pola pengajaran dan pembinaan keagamaan yang berbeda. Seiring berjalannya waktu munculah sikap merasa benar sendiri, membatasi pergaulan dengan orang yang tidak sekomunitas dan mulai membenci pemerintah,” ungkap Sri Puji seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.

Baca juga : Bamsoet: Sudahi Konflik, Mari Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Setelah sekian lama mengikuti pengajian itu, Sri Puji pun bergabung dengan jaringan Noordin M. Top dan Dr. Azahari. Ia mengaku dua kali tersangkut pidana terorisme. Tahun 2005 akhir, kemudian tahun 2010 pertengahan.

Pada kasus pertama, Puji terlibat terorisme karena menyembunyikan teroris Noordin M Top dan Dr Azahari. Kemudian kasus kedua, dia menyembunyikan Abu Tholut. Puji pernah ditahan di Nusakambangan, Mako Brimob, dan Lapas Kedungpane.

Ia mulai sadar saat dipenjara pada kasus kedua. Saat itu ia ikut program deradikalisasi dari pemerintah dan BNPT.

Waktu itu ada diskusi, dialog dari berbagai kalangan. Setelah bebas dari penjara untuk kedua kalinya dan telah mengikuti deradikalisasi, Puji ingin kembali ke masyarakat. Namun ternyata hal itu tidak semudah yang dibayangkan karena rekam jejaknya sebagai napi terorisme.

Sempat mendapat stigma negatif sebagai mantan napiter, Sri Puji akhirnya bisa meyakinkan tetangganya kalau sudah tidak seperti dulu. Ia akhirnya diberi kepercayaan Ketua RT tempat tinggalnya untuk menjadi ketua takmir masjid.

"Dengan Pak RT yang punya pola pendekatan merangkul saya, memberi kepercayaan kepada saya. Ini tidak mudah, jadi saya mencoba hal terbaik," kata Puji.

Eks Napiter lainnya, Joko Priyono menceritakan awal mula ia terpapar dan bergabung dengan jaringan radikal terorisme. Itu berawal saat mulai aktif sebagai aktivis masjid di kampus tempatnya dulu dan menjadi Rohis Fakultas pada 1993. Kala itu ia mempelajari agama Islam secara utuh.

Joko kemudian mulai aktif di kajian–kajian kelompok radikal dan terlibat dalam kasus penangkapan teroris di Caruban, Madiun pada 15 Mei 2019.

“Karena itu saya ingatkan, adik-adik mahasiswa agar dapat mempelajari agama dengan guru yang jelas dan benar,” ungkap Joko.

Hadir dalam seminar itu, BNPT RI Komjen Pol. Prof. Dr. Rycko Amelza Dahniel, MSi, beserta jajaran pimpinan BNPT diantaranya Plt. Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi Brigjen. Pol. Drs. Imam Margono, Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Irjen. Pol. Ibnu Suhaendra, Direktur Pencegahan BNPT Prof. Dr. Irfan Idris M.A, serta beberapa pejabat eselon lainnya.

 

Berawal dari Intoleransi

Pada kesempatan itu, Kepala BNPT kembali menegaskan bahwa radikalisme dan terorisme tidak sesuai dan mengancam keutuhan NKRI.

Kepala BNPT mengatakna, paham radikal terorisme pada awalnya tumbuh dari bibit intoleraansi yang merupakan sikap dan pemikiraan yang tidak bisa menerima perbedaan.

Kepala BNPT juga menyampaikan bahaya paham radikal terorisme yang dapat merusak lestarinya peradaban umat manusia dan merobek-robek kemanusiaan (human kind).

“Paham ini ajarkan kekerasan, menebar kebencian, melakukan kekejian dan kebiadaban kepada manusia tanpa pandang bulu bagi yang tidak mau mengikuti keinganan/ideologi mereka. Ideologi ini sungguh meninggalkan realitas kehidupan umat manusia yang penuh dengan kasih sayang,” terang Rycko.

Kepala BNPT juga menyampaikan penghargaan dan apresiasi yang tinggi kepada Universitas Semarang (USM), sebagai universitas yang pertama kali mampu membangun infrastruktur dan mendeklarasikan diri sebagai kampus kebangsaan. Kampus USM menjadi pelopor kampus yang menjaga keindonesiaan. ***

 

Artikel Terkait
Wujudkan Kemandirian Daerah, Kepala BSKDN Dorong Proyek Perubahan Jadi Inovasi
Dies Natalis ke-57, Universitas YARSI Wisuda 406 Sarjana dan Pascasarjana
Bamsoet: Sudahi Konflik, Mari Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran
Artikel Terkini
Wujudkan Kemandirian Daerah, Kepala BSKDN Dorong Proyek Perubahan Jadi Inovasi
Dies Natalis ke-57, Universitas YARSI Wisuda 406 Sarjana dan Pascasarjana
Bamsoet: Sudahi Konflik, Mari Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran
PNM Excellence Award Bukti Nyata Apresiasi PNM Untuk Karyawan dan Unit Kerja Terbaik
Karya Sastra Puisi Indonesia dan Kazakhstan
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas