INDONEWS.ID

  • Sabtu, 02/12/2023 20:15 WIB
  • Emrus Sihombing: Presiden Jokowi Bisa Dimaknai Intervensi Kasus E-KTP

  • Oleh :
    • very
Emrus Sihombing: Presiden Jokowi Bisa Dimaknai Intervensi Kasus E-KTP
Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam program Rosi di Kompas TV. (Foto: Tribunnews.com)

Jakarta, INDONEWS.ID – Pengakuan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam program Rosi di Kompas TV beberapa waktu lalu bisa dimaknai sebagai intervensi Presiden Joko Widodo terhadap proses penegakan hukum di tanah air.

Untuk itu, para pihak yang terkait harus membuka secara terang benderang pengakuan mantan Ketua KPK itu.

Baca juga : Presiden Jokowi Bertemu Ribuan Nasabah Mekaar di Makassar

Hal itu dikatakan Komunikolog Indonesia Emrus Sihombing melalui siaran pers di Jakarta, Sabtu (2/12).

“Agus Rahardjo diminta Jokowi hentikan kasus e-KTP mencuat ke ruang publik sehingga telah menjadi agenda media dan agenda publik yang sangat luar bisa akhir pekan ini. Publik tercengang dan seakan bertanya, kok bisa begitu ya? Apa itu sebuah kebenaran?,” ujar pengamat komunikasi dari Unversitas Pelita Harapan tersebut.

Baca juga : Presiden Jokowi Dorong Penguatan Integrasi Ekonomi, Percepatan Transisi Energi dan Transformasi Digital dalam KTT Khusus ASEAN-Australia

Ungkapan Agus Rahardjo tersebut, kata Emrus, sangat penting dan mendasar, dan tidak boleh dianggap remeh-temeh dalam proses penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia.

“Sebab, sistem demokrasi di negara kita, Presiden mutlak dilarang oleh konstitusi cawe-cawe mengintervensi proses berjalannya penegakan hukum di Indonesia,” ujarnya.

Baca juga : Pemberian Pangkat Istimewa pada Prabowo, TPDI: Presiden Jokowi Tidak Pertimbangkan Rasa Keadilan Korban

Karena itu, katanya, dari aspek komunikasi publik, pernyataan Agus Rahardjo tersebut mutlak harus dibuka secara terang benderang, sehingga tidak ada drakor di antara sesama anak bangsa.

Dia juga mengatakan, ungkapan Agus Rahardjo tersebut tidak boleh dibiarkan begitu saja, lalu menguap hilang ditelan waktu. “Sebab, pernyataan Agus Rahardjo itu sangat dapat bermakna bahwa Presiden Jokowi mengintervensi penanganan kasus hukum di Indonesia,” katanya.

Dia mengatakan, selain itu, pernytaan tersebut bisa berdampak lebih luas lagi yaitu bisa saja semakin menyakinkan publik tentang dugaan bahwa keputusan MK terkait usia minimal capres/cawapres sebagai produk gagal yang tidak lepas dari intervensi dan relasi kukuasaan.

Untuk itu, kata Ermrus, pernyataan Agus Rahardjo tersebut memiliki dua konsekuensi.

Pertama, Jokowi dan Agus Rahardjo harus melakukan klarifikasi live di Program Rosi, Kompas TV dengan dimoderatori oleh Rosianna Silalahi, sehingga dugaan upaya penghentian kasus E-KTP tersebut menjadi terbuka terang benderang. Klarifikasi ini tak baik bilah hanya diwakilkan saja.

Kedua, Agus Rahardjo mutlak  harus membuktikan ungkapan atau dalilnya tersebut. Hal itu agar pengungkapan  dilakukan dengan formal, maka para pihak yang dirugikan, terutama boleh jadi Jokowi pada posisi merasa dirugikan.

Karena itu, seharusnya Joko Widodo melaporkan Agus Rahardjo ke aparat penegakan hukum. Sebab, pernyataan Agus Rahardjo tersebut dapat dikategorikan sebagai tuduhan yang serius. “Jika benar apa yang dilontarkan oleh Agus Rahardjo, reputasi Presiden Jokowi akan tergerus merosot di tengah masyarakat,” ungkapnya.

Jika hal itu tidak dilakukan, maka, kata Emrus, bisa saja melakukan dua hal berikut ini.

Pertama, mengangkat sebuah isu yang setara atau lebih seksi untuk menutupi persoalan yang diungkap oleh Agus Rahardjo. Tindakan ini biasanya dilakukan olah para pecundang sebagai tirai penutup dari lontaran pesan yang disampaikan.

Kedua, dengan upaya "akal-akalan" metodologi, lembaga survey sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pemilik dan relasi kuasa bisa saja melakukan penelitian bahwa responden tetap puas dengan kinerja pemegang kekuasaan dan elektabilitas paslon yang didukung kekuasaan tertentu tetap terjaga, sekalipun itu kontra logika.

Sebelumnya, dalam program Rosi di Kompas TV, Agus Raharjo membahas kasus e-KTP yang menimpa mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov).

Pada kasus e-KTP itu, Agus Rahardjo mengaku ia dipanggil Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang tengah marah, dan meminta agar kasus e-KTP Setnov dihentikan.

Namun, semua pengakuan Agus Agus Rahardjo di program Rosi Kompas TV, dibantah oleh Koordinator Staf Presiden Ari Dwipayana.

"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," ucap Ari seperti dikutip Kompas.com.

Ari mengatakan, posisi Presiden Jokowi dalam kasus E-KTP yang menimpa mantan Ketua DPR Setya Novanto tersebut adalah mendukung proses hukum.

"Kita lihat saja apa kenyataannya yang terjadi. Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap," ujar Ari. ***

Artikel Terkait
Presiden Jokowi Bertemu Ribuan Nasabah Mekaar di Makassar
Presiden Jokowi Dorong Penguatan Integrasi Ekonomi, Percepatan Transisi Energi dan Transformasi Digital dalam KTT Khusus ASEAN-Australia
Pemberian Pangkat Istimewa pada Prabowo, TPDI: Presiden Jokowi Tidak Pertimbangkan Rasa Keadilan Korban
Artikel Terkini
KI Pusat Mantapkan Sinergi dengan Media dalam Mengawal Informasi Publik
Direktur GKI Beri Materi Kewirausahaan untuk Pelajar SMKS Bina Mandiri Labuan Bajo
Menjadi Tulang Punggung Pengembangan Usaha Ultra Mikro Indonesia, PNM Ikuti 57th APEC SMEWG
Tiga Orang Ditemukan Meninggal Akibat Tertimbun Longsor di Kabupaten Garut
Pimpin Proses Penyiapan dan Percepatan Keanggotaan Indonesia pada OECD, Presiden Joko Widodo Tunjuk Menko Perekonomian sebagai Ketua Tim Nasional OECD
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas