INDONEWS.ID

  • Senin, 12/02/2024 16:04 WIB
  • Fachry Ali: Suara dari Kampus, Degup Baru dalam Moral Politik Indonesia

  • Oleh :
    • very
Fachry Ali: Suara dari Kampus, Degup Baru dalam Moral Politik Indonesia
Fachry Ali saat diskusi bertajuk “Masalah moral politik dan krisis konstitusi: Suara dari Kampus” melalui platform X Spaces (Twitter), Minggu (11/2/2024). (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Intelektual Fachry Ali memandang bahwa saat ini ada degup baru dalam moral politik Indonesia. Hal tersebut berupa munculnya suara-suara kritis dari berbagai kampus.

Dia mengatakan, pada 20 Desember 2023 lalu, Universitas Paramadina dibawah pimpinan Pipip A. Rifai misalnya, telah menyerukan tentang adanya intimidasi yang dilakukan terhadap suara-suara kritis saat ini. Kemudian pada 31 Januari 2024, UGM yang dipimpin Prof. Kuntoro, menyampaikan pesan moral bagi Indonesia yang sudah jauh dari cita-cita reformasi maupun moral dan etika berdemokrasi.

Baca juga : Menko Airlangga Sampaikan Sukses Indonesia Jaga Pertumbuhan Ekonomi, Stabilitas Politik, dan Lanjutkan Upaya Transisi Energi

Tak lama setelah UGM, muncul pula suara dari Universitas Islam Indonesia (UII) dan kemudian disambut oleh Universitas Indonesia (UI).

“Kritik-kritik yang disampaikan oleh universitas, telah mengambil alih kritik yang disampaikan secara individual yaitu Rocky Gerung dan Emha Ainun Nadjib beserta tokoh publik lainnya,” kata Fachry dalam diskusi bertajuk “Masalah moral politik dan krisis konstitusi: Suara dari Kampus” melalui platform X Spaces (Twitter), Minggu (11/2/2024).

Baca juga : Kawal Musrenbang di Riau, Kemendagri Tekankan Pentingnya Pembangunan Berbasis Partisipatif

Rektor Universitas Paramadina Didik J. Rachbini, sebagai tuan rumah diskusi mengatakan, demokrasi kita saat ini telah dirusak oleh sekelompok elit yang sangat haus akan kekuasaan.

Menurutnya, seorang figur jika telah masuk ke dunia politik, dia akan dipengaruhi oleh kekuasaan. Kekuasaan tersebut sangat dekat dengan banditisme, penyimpangan, penyelewengan. Karena itu, mutlak diperlukan adanya check and balances.

Baca juga : Pertemuan Menko Airlangga Meminta dengan Menteri Iklim, Lingkungan dan Energi Inggris

“Suara dari kalangan kampus yang beredar akhir-akhir ini merupakan suara netral yang menyuarakan hal-hal terkait moral dan etika,” ujarnya.

Didik mengatakan, sudah ada banyak kampus yang bersuara sangat lantang terkait situasi politik saat ini yang dinilai sudah sangat melenceng jauh dari cita-cita reformasi dan pendiri bangsa.

Suara tersebut dimulai dari UGM pada Januari lalu. Sedangkan Universitas Paramadina telah melakukannya sejak 20 Desember 2023.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Herlambang P. Wiratraman, mengatakan etika bernegara sudah semakin diterabas, dimana ada putusan MK yang bergulir dengan skandal Ketua MK saat itu Anwar Usman yang melakukan pelanggaran berat.

“Hal tersebut merupakan penanda bahwa proses politik itu seakan-akan dibiarkan begitu saja tanpa pijakan etika yang kuat,” katanya.

Hal tersebut juga ditambah lagi dengan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), yang memutuskan kesalahan dari Ketua KPU yang menerima pencalonan Gibran Rakabung Raka sebagai calon presiden. Semua hal tersebut disuarakan dan dikritik keras oleh kalangan kampus.

“Yang terjadi adalah serangan balik terhadap ekspresi kritis yang juga digerakkan dalam proses yang ada operasi dilakukan dengan cara yang sangat jauh dari standar etis dengan memperlakukan kampus sebagai burung beo, yang membunyikan suara kepentingan kekuasaan melalui institusi kepolisian. Ini yang didesakkan dan dilibatkan yaitu kepolisian,” ujarnya. 

Herlambang mengatakan, MK, telah menjadi “Mahkamah Kartel” karena kecenderungan melegitimasi politik kekuasaan yang sebenarnya justru merendahkan derajat kewibawaan lembaga tersebut. Hal tersebut memiliki konsekuensi yaitu terjadinya krisis etika kenegaraan, yang akan mempengaruhi legitimasi penyelenggaraan pemilu.

Sementara itu, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, Wijayanto, memandang selama ini ada praktik memanipulasi demokrasi dengan menggiring opini publik menggunakan cybertroops, buzzer dan lain sebagainya.

Manipulasi tersebut terbongkar dan terlihat dengan jelas melalui berbagai kecurangan yang saat ini sedang terbongkar.

“Berdasakan hasil penelitian LP3ES, KITLV Leiden, Universitas Amsterdam dan Universitas Diponegoro menemukan bahwa rezim melakukan berbagai kebijakan yang sebenarnya ditolak secara luas oleh kalangan kritis, aktivis masyarakat sipil dan lain sebagainya. Tapi selalu mendapatkan dukungan dari sebagian besar masyarakat,” papar Wijayanto.

Karena itu, ke depan, katanya, kesetiaan kepada nilai demokrasi harus dipegang oleh elit. “Dan mereka harus membiasakan dirinya agar tidak memprotes karena sedang berkompetisi,” imbuhnya.

Dosen Universitas Paramadina, Pipip A. Rifai Hasan, mempertegas perpanjangan masa jabatan sebagai salah satu pelanggaran yang sangat jelas terlihat.

“DPR yang memiliki legislasi seharusnya memiliki peran di dalamnya, terkhusus permasalahan mengenai masa jabatan dan umur. Hal ini dikaitkan dengan bagaimana undang-undang diterapkan tanpa perubahan undang-undang terlebih dahulu,” jelas Pipip. ***

Artikel Terkait
Menko Airlangga Sampaikan Sukses Indonesia Jaga Pertumbuhan Ekonomi, Stabilitas Politik, dan Lanjutkan Upaya Transisi Energi
Kawal Musrenbang di Riau, Kemendagri Tekankan Pentingnya Pembangunan Berbasis Partisipatif
Pertemuan Menko Airlangga Meminta dengan Menteri Iklim, Lingkungan dan Energi Inggris
Artikel Terkini
Menko Airlangga Sampaikan Sukses Indonesia Jaga Pertumbuhan Ekonomi, Stabilitas Politik, dan Lanjutkan Upaya Transisi Energi
UU DKJ Disahkan, Fahira Idris Soroti Pentingnya Dana Abadi Kebudayaan
Kawal Musrenbang di Riau, Kemendagri Tekankan Pentingnya Pembangunan Berbasis Partisipatif
Pataka 83 Gelar Halal bi Halal, Silaturahmi sekaligus Temu Kangen
Pertemuan Menko Airlangga Meminta dengan Menteri Iklim, Lingkungan dan Energi Inggris
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas