INDONEWS.ID

  • Rabu, 28/02/2024 11:23 WIB
  • Otoriterisme dan Pameran Dusta

  • Oleh :
    • luska
Otoriterisme dan Pameran Dusta

Oleh: Muhammad AS Hikam

Mantan Presiden Ceko, Vaclav Havel (1936-2011), yg juga tokoh pro demokrasi di era 90an, menengarai totaliterisme dg karakter pendusta:

Baca juga : Konflik Megawati VS PJ Memasuki Babak Baru?

"Because the regime is captive to its own lies, it must falsify everything. It falsifies the past. It falsifies the present, and it falsifies the future. It falsifies statistics. It pretends not to possess an omnipotent and unprincipled police apparatus. It pretends to respect human rights. It pretends to prosecute no one. It pretends to fear nothing. It pretends to pretend nothing."

("Karena rezim [totaliter] ini tertawan oleh kebohongannya sendiri, ia harus memalsukan segalanya. Ia memalsukan masa lalunya. Ia memalsukan masa kininya, dan memalsukan masa depannya. Ia memalsukan statistik. Ia berpura-pura tidak memiliki aparatus polisi yang kuat tetapi tidak berprinsip. Ia berpura-pura menghormati Hak Asasi Manusia. Ia berpura-pura tidak pernah menuntut siapa pun. Ia berpura-pura tidak takut apa pun. Pendek kata, ia harus senantiasa berpura-pura tidak sedang berpura-pura!")

Baca juga : Membaca Fenomen "Gibran" Dan Masa Depan Sistem Demokrasi Indonesia

Deskripsi Havel ttg rezim opresif yg dilawannya itu pernah juga digunakan oleh para pekerja prodemokrasi di Indonesia ketika mereka berusaha menumbangkan rezim Orba. Adalah mantan Presiden Indonesia ke 4, KH. Abdurrahman Wahid, bersama rekan2nya khusunya dari Forum Demokrasi (Fordem), yg banyak diilhami dan menggunakan pandangan2 kritis Havel, Benda, Michnik dkk, para pekerja demokrasi di Eropa Timur saat itu.

Dua dekade pasca-reformasi, fenomen kedustaan penguasa tampak kembali di bumi Indonesia. Apakah kita akan menyaksilan kembalinya kekuasaan otoriter (kalaulah bukan totaliter) juga? Dusta telah menjadi bagian integral dalam wacana dan praksis politik di negeri ini sehingga cenderung seperti kenormalan. Pelanggaran etik tanpa malu dipertontonkan oleh elit penguasa dan diamini oleh para pendukungnya.

Baca juga : Penetrasi Kekuatan Negara di Era Pasca-Reformasi dan Nasib Demokrasi Konstitusional RI

Dusta sudah menjadi sebuah penampilan dari banalitas kejahatan (the banality of evil) yg ingin dipamerkan oleh elit. Tanpa malu. Dan rezim politik yg menopangnya akan menjadikannya sebagai petunjuk dan SOP dalam praksis.

 

Artikel Terkait
Konflik Megawati VS PJ Memasuki Babak Baru?
Membaca Fenomen "Gibran" Dan Masa Depan Sistem Demokrasi Indonesia
Penetrasi Kekuatan Negara di Era Pasca-Reformasi dan Nasib Demokrasi Konstitusional RI
Artikel Terkini
Santri dan Santriwati Harus Mengisi Ruang Dakwah dengan Nilai yang Penuh Toleransi
Tak Terdaftar di OJK, Perusahaan Investasi asal Hongkong Himpun Dana Masyarakat
Dewan Pakar BPIP Dr. Djumala: Pancasila Kukuhkan Islam Moderat, Toleran dan Hargai Keberagaman Sebagai Aset Diplomasi
Perkuat Binwas Pemerintahan Daerah, Mendagri Harap Penjabat Kepala Daerah dari Kemendagri Perbanyak Pengalaman
Mendagri Resmi Lantik 5 Penjabat Gubernur, Ada Alumni SMAN 3 Teladan Jakarta
Tentang Kami | Kontak | Pedoman Siber | Redaksi | Iklan
legolas