Jakarta, INDONEWS.ID - Ribuan mata yang merupakan masyarakat Tenda dan sekitarnya hingga wisatawan baik lokal maupun manca negara ikut menjadi saksi acara "Congko Lokap" Rumah Adat Gendang Tenda yang digelar di halaman rumah gendang Tenda, Manggarai, Flores Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Congko Lokap" merupakan ritus yang menandakan bahwa pembangunan rumah adat (gendang) telah usai. "Congko Lokap" diartikan sebagai upacara membersihkan rumah adat dari segala kotoran agar layak dihuni oleh manusia dan didalamnya dapat digantung gendang sebagai simbol kekuasaan atas tanah-tanah adat (ulayat).
Ritus ini diturunkan oleh leluhur orang Manggarai dan masih terus dilestarikan hingga kini oleh masyarakat adat Manggarai Raya, sebuah suku bangsa yang mendiami bagian barat Pulau Flores, NTT.
Acara digelar selama hampir dua Minggu yang diisi dengan beragam aktraksi dan ritus seperti caci, sae mbata kaba, takitu, ela pantek, wau wa tanah/toto loke, barong, ela wee. Acara puncak dihelat pada Kamis (25/7/24) yang ditandai dengan ritus Renge Kaba/Doal Kaba dan perayaan Ekaristi.
Ritus Rengge/Doal Kabal atau yang biasa juga dikenal sebagai ritus "Poka Kaba Congko Lokap" merupakan prosesi penyembelihan seekor kerbau jantan besar (roba kaba) dan seekor anak babi kecil di sebuah mesbah (compang) di tengah kampung. Kerbau disembelih di samping Mesbah yang berada di depan rumah adat.
Jelang doal kaba ini dilakukan Sae dan Torok sebagai doa permohonan kepada leluhur dan Penguasa Kehidupan agar keturunan orang Tenda di manapun berada diberikan kesehatan, karir yang melejit, usaha yang lancar dan sebagainya. Doa ini didaraskan menyerupai nyanyian oleh tua adat sambil berputar mengelilingi Kerbau kurban.
Kormensius Barus selaku putra Tenda dan jurnalis senior yang selama ini berdomisili di Jakarta menyampaikan rangkaian acara dimulai dengan Tarian Caci dari 18-19 Juli 2024 dan Sae (tarian Terbang yang sakral) serta Barong Poco/wae sebagai ritual khusus untuk menghormati air bagi suku Gendang Beo Tenda. Secara leksikal, barong artinya mengundang dan wae artinya air. Sehingga Barong Wae dipahami sebagai ritual mengundang air.
"Konon di sekitar Tenda, dulunya tak ada mata air. Lalu nenek moyang orang Tenda memohon penguasa kehidupan agar diberikan mata air yang bisa dijangkau dekat rumah. Dengan berbagai prosesi maka di sekitar Gendang Tenda muncullah mata air sebagai andalan utama air bersih bagi orang Tenda sebelum hadirnya Air PAM," ujarnya Kormen.
"Prosesi ini berlangsung hening, tak boleh ada suara bisik dalam bentuk apapun sehingga benar-benar sakral. Prosesi Adat kemudian ditutup dengan lagu adat yang dipersembahkan oleh Tua Golo Tenda Kraeng Agus Palu Barut yang mengisahkan tentang nasihat bijak para leluhur, perjalanan kehidupan para leluhur yang syarat pesan moral dan kearifan lokal," imbuhnya.
Kraeng Fin Maju, Tua Panga Tenda menyebut, Kampung Tenda diperkirakan berusia 500 tahun dengan 5-6 generasi dan mulai bermukim di Beo Tenda sekitar tahun 1.700 an.*