Tersangka Pidana Pajak Korporasi Diserahkan ke Kejaksaan Negeri oleh PPNS DJP Jaksel II
Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah Jakarta Selatan II resmi menyerahkan dua tersangka tindak pidana perpajakan korporasi, BS dan PM, beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30/4). Keduanya diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp8,24 miliar.
Reporter: Rikard Djegadut
Redaktur: Rikard Djegadut
Jakarta, INDONEWS.ID – Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kantor Wilayah Jakarta Selatan II resmi menyerahkan dua tersangka tindak pidana perpajakan korporasi, BS dan PM, beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (30/4). Keduanya diduga menyebabkan kerugian negara sebesar Rp8,24 miliar.
BS yang menjabat sebagai Direktur sekaligus mewakili PT TE, serta PM selaku Direktur Keuangan perusahaan yang bergerak di bidang jasa instalasi telekomunikasi elektronik, diduga melakukan manipulasi data dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) periode April dan Desember 2018. Mereka dilaporkan mencantumkan kompensasi lebih bayar pajak fiktif dalam laporan pajak yang disampaikan.
"Penyerahan tersangka dan barang bukti ini merupakan langkah lanjutan dari proses penyidikan yang telah kami lakukan sejak 13 Maret 2024," ujar Neilmaldrin Noor, Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan II. Ia menambahkan bahwa berkas perkara telah dinyatakan lengkap (P21) oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada 28 Februari 2025.
Keduanya disangkakan melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf c dan/atau huruf i Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Ancaman hukuman yang dapat dikenakan berupa pidana penjara paling lama enam tahun dan denda hingga 300% dari jumlah pajak yang dikurangkan atau tidak dibayarkan.
Neilmaldrin menegaskan bahwa sebelum menempuh jalur hukum, DJP telah melakukan pembinaan terhadap wajib pajak dengan memberikan imbauan dan kesempatan untuk melakukan pembetulan SPT, serta pengungkapan ketidakbenaran sesuai Pasal 8 UU KUP. Namun, upaya tersebut tidak diindahkan oleh pihak tersangka.
Dalam konteks penegakan hukum pidana pajak terhadap korporasi, DJP membuka kemungkinan penyitaan aset milik pengurus perusahaan sebagai bagian dari pemulihan kerugian negara. “Kami akan terus gigih menangani setiap pelanggaran hukum perpajakan untuk memberikan efek jera dan efek gentar kepada para pelaku,” tutup Neilmaldrin.*