indonews

indonews.id

Dari Saparua, Nyala yang Tak Padam: Kisah Guru Frida dan Satu Dekade Room to Read di Indonesia

Frida Soumokil, guru kelas dua di SDN 71 Maluku Tengah, dulu berpikir membaca harus diajarkan dengan suara keras, berulang, dan penuh ketegasan. Namun, segalanya berubah ketika sekolahnya bergabung dalam program Perpustakaan Ramah Anak yang dikembangkan oleh ProVisi Mandiri Pratama (ProVisi) dan Room to Read.

Reporter: Rikard Djegadut
Redaktur: Rikard Djegadut

Jakarta, INDONEWS.ID - Di sebuah pulau kecil di Maluku, nyala kecil dari sebuah ruang baca telah mengubah cara seorang guru mengajar, dan cara anak-anak mengenal dunia.

Frida Soumokil, guru kelas dua di SDN 71 Maluku Tengah, dulu berpikir membaca harus diajarkan dengan suara keras, berulang, dan penuh ketegasan. Namun, segalanya berubah ketika sekolahnya bergabung dalam program Perpustakaan Ramah Anak yang dikembangkan oleh ProVisi Mandiri Pratama (ProVisi) dan Room to Read.

“Dulu saya hanya tahu mengajarkan membaca dengan cara keras. Sekarang, anak-anak sendiri yang ingin membaca,” tutur Frida, tersenyum saat menceritakan perubahan yang terjadi di kelasnya.

Kini, setiap minggu anak-anaknya berbondong-bondong ke perpustakaan sekolah. Ruangan yang dulunya sepi kini penuh warna — dengan rak buku rendah, karpet lembut, dan buku-buku bergambar yang memikat rasa ingin tahu.

“Mereka selalu minta ke perpustakaan. Ingin tahu isi buku, bahkan ingin bisa membaca sendiri,” katanya.

Kisah Frida adalah satu dari ribuan cerita yang menjadi bagian perjalanan Room to Read di Indonesia — perjalanan sepuluh tahun yang penuh cahaya.

Didirikan di Indonesia sejak 2014, Room to Read bersama ProVisi telah membangun lebih dari 550 Perpustakaan Ramah Anak, menerbitkan 127 buku cerita anak, melatih 40.000 guru dan pustakawan, serta mendistribusikan lebih dari 1 juta buku ke sekolah dasar di berbagai pelosok negeri.

Bagi mereka, setiap buku bukan sekadar bahan bacaan, melainkan jembatan menuju masa depan yang lebih terbuka.

“Kami percaya perubahan besar dimulai dari hal sederhana — anak-anak yang menemukan kegembiraan dalam membaca,” ujar Alyson Moskowitz, Associate Director of Program Operations Room to Read.

Dalam perayaan bertajuk “Melanjutkan Nyala Ruang Baca: Merawat Harapan lewat Cerita” di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, awal Oktober lalu, Room to Read meluncurkan 14 buku anak baru karya kreator lokal, hasil kolaborasi dengan penerbit Bestari, Bhuana Ilmu Populer (BIP), Litara, Literaloka, dan Noura.

Acara tersebut bukan sekadar perayaan, tapi juga pengingat: bahwa literasi adalah kerja panjang, dan nyala yang harus terus dijaga bersama.

Lebih dari 800 pengunjung datang untuk menjelajahi perpustakaan mini, menghadiri sesi Bincang Literasi bersama para pakar seperti Herdiana Hakim, Noor H. Dee, Wastana Haikal, dan Eva Nukman, serta menyaksikan bagaimana buku-buku anak lahir dari proses kreatif penuh cinta.

“Ini juga arena bagus bagi penulis dan ilustrator untuk menambah jejaring,” ujar Endah Widyawati, Kepala Sekolah Tetum Bunaya, yang turut hadir dalam acara.

Sepuluh tahun perjalanan Room to Read tidak hanya tentang jumlah perpustakaan atau buku yang terbit, tapi tentang perubahan nyata di wajah anak-anak Indonesia.

Dari NTT hingga Kalimantan Barat, dari Bali hingga Maluku, ribuan anak kini mengenal buku bukan sebagai kewajiban, melainkan sumber kebahagiaan.

“Kami ingin agar ruang baca tetap hidup dan memberi cahaya bagi anak-anak Indonesia,” kata Sabrina Sarmili, Program Manager ProVisi/Room to Read.

“Meski perayaan ini berlangsung di Jakarta, kami ingin kegembiraan membaca menjalar ke setiap rumah, sekolah, dan komunitas di seluruh Indonesia.”

Bagi Frida dan murid-muridnya di Saparua, buku bukan sekadar bacaan — ia adalah jendela menuju dunia baru.
Ketika seorang anak membuka buku dan tertawa kecil saat membaca, di situlah perubahan dimulai: pelan, tapi pasti.

Sepuluh tahun Room to Read di Indonesia mungkin hanyalah satu bab dari perjalanan panjang literasi, tapi dari pulau-pulau kecil seperti Saparua, nyala itu terus menyala — menandakan bahwa harapan, seperti cerita, tak akan pernah padam.

© 2025 indonews.id.
All Right Reserved
Atas