Nasional

Soal UU PKS, Rahayu Saraswati Sebut Anggota DPR Tidak Paham Materi Draft

Oleh : Rikard Djegadut - Kamis, 19/09/2019 22:30 WIB

Anggota DPR RI, Komisi VIII, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Revisi UU KPK telah resmi disahkan meskipun oleh banyak pihak menilai undang-undang tersebut belum mendesak. Parahnya lagi, Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) justru tengah dikebut untuk segera disahkan oleh DPR kendati memuat pasal-pasal yang dinilai kontroversial.

Padahal, RKHUP tersebut belum menjadi kebutuhan yang mendesak bagi bangsa ini. Sementara Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (UU PKS) yang dirancang bertahun-tahun dan dinilai sangat kondisinya sangat darurat dan mendesak justru ditelantarkan.

Menurut Anggota Komisi VIII DPR RI, Rahayu saraswati Djojohadikusumo, hal ini disebabkan oleh keterbatasan pemahaman para anggota dewan soal bidang pembahasan dalam keterkaitannya dengan pasal-pasal yang ada dalam draft Undang-undang PKS itu.

"Fakta selama saya di DPR, di komisi VIII, yang membidangi bukan hanya soal pemberdayaan perempuan dan perlindungan, tapi juga sosial dan agama" jelas Rahayu

Hal itu dikatakan Saraswati dalam sebuah diskusi publik bertajuk: "Bincang Kesehatan Perempuan Dalam RUU PKS dan RKHUP" yang diselenggarakan oleh Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) bekerjasama dengan Kaukus Perempuan Parlemen RI (KPP-RI) di Gedung Nusantara III, Komplek Senayan, Slipi Jakarta pada Kamis, (19/9/2019).

Persoalannya, Saraswati menambahkan, bicara agama itu artinya bicara ideologi yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Sehingga, orang lain tidak bisa mengatakan apa yang diyakini seseorang itu salah atau benar.

Di Komisi VIII, Ia melanjutkan, tidak ada yang memahami secara mendalam ilmu agama dan ilmu moralitas ataupun hukum secara mendalam, padahal pembahasan ini sangat berkaitan erat dengan keahlian-keahlian itu.

"Berbeda dengan di Komisi III, yang membidangi hukum. Di sana, gudangnya pakar-pakar dan praktisi hukum. Dan mereka kompeten serta ahli di bidangnya" terang Saraswati.

Makanya, draft rancangan UU ini menuai protes, ada yang pro dan ada yang kontra. Sehingga menurutnya, yang paling penting untuk segera ditindaklajuti adalah melakukan persamaan perspektif soal gender.

Sampai saat ini,Saraswati mengakui, terkait UU PKS ini, kita masih kesulitan dalam mendefinisikan penggunaan terminologi kekerasan seksual ataupun istilah seperti pemerkosaan, kejahatan dan lain-lain.

Maka dari itu, ada baiknya diskusi seperti ini dibuat dengan menghadirkan elemen-elemen masyarakat, aktivist, akademisi, ahli serta yang pro dan kontra terhadap RUU PKS untuk berdiskusi dan menyamakan perspektif.

"Bukan hanya UU PKS tapi juga RKUHP harus dikembangkan dialog-dialog seperti ini. Yang perlu dibukakan pikirannya adalah perempuan yang memiliki ideologi berbed," tutupnya.

Artikel Terkait