Nasional

Soal Pemekaran, Tokoh Adat Papua: Sejahterakan Kami Dulu, Rakyat Perlu Peradaban

Oleh : Rikard Djegadut - Rabu, 06/11/2019 08:59 WIB

Jokowi saat melakukan kunjungan kerja ke Papua (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Semenjak bergulirnya wacana pemekaran wilayah di Papua menjadi Provinsi Papua Tengah, sejumlah tokoh masyarakat adat Papua mempertanyakan kebijakan pemekaran wilayah oleh pemerintah itu.

Mereka menyampaikan rencana pemekaran justru mencuat di tengah permasalahan mendasar masyarakat Papua yang belum terselesaikan.

Salah satu perwakilan Suku Marind di Papua, Elisabeth menyatakan terbuka dengan rencana pemekaran asalkan pemerintah memperhatikan masalah utama masyarakat Papua.

"Boleh saja pemerintah merencanakan pemekaran, namun sejahterakan dulu kami masyarakat adat pemilik hak ulayat. Itu program pemerintah, bahkan kami mendukung. Tapi yang penting, pemerintah harus bisa melihat juga kami punya masalah-masalah harus diselesaikan," kata Elisabeth melansir CNNindonesia.com di kawasan Jakarta Pusat, Senin (4/11) malam.

Ia mengungkapkan warga di kampungnya masih dibelit sengketa lahan baik dengan perusahaan maupun dengan sesama warga. Belum lagi masalah pemenuhan kebutuhan dasar seperti sumber daya air yang lambat laun kian sulit diakses.

"Kami masyarakat pemilik hak ulayat ini, kami mau hidup sejahtera dan tentram aman. Dengan banyaknya perusahaan ini, mereka menciptakan konflik adu domba. Makanya kami masyarakat hidup dalam penderitaan," tutur Elisabeth yang sudah 10 tahun memperjuangkan hak tanah ulayat dan masyarakat adat.

Problem bertahun itu menurut dia berdampak pada krisis lingkungan juga pemenuhan hak-hak adat serta perempuan. Hal tersebut yang menurutnya perlu diurai terlebih dulu oleh pemerintah pusat.

Di hadapan lebih dari 100-an orang ia bercerita tentang perubahan di kampungnya. Eli - sapaan akrab Elisabeth - mengaku membawa keluhan dari masyarakat dari empat kampung--yang terdiri atas 17 marga.

"Saya merasa selama ini hidup kami terancam, kami susah cari makan karena hutan kami digusur oleh perusahaan. Bahkan burung-burung yang kami lindungi, ini terbang dari satu pohon ke pohon lain sudah tidak bisa. Dia jatuh di tengah karena tidak lagi ada pohon," tutur dia.

Harapan senada diutarakan Albertus Tenggare dari Suku Wambon Tekamerop di Kabupaten Boven Digoel. Ia ragu pemekaran mampu menyelesaikan permasalahan di Papua.

"Papua ini baru mau peradaban. Papua tidak mungkin lebih cepat menyesuaikan dengan arus perkembangan. Karena apa? Tadi ada banyak cerita tadi. Dia [Papua] itu harus perlu peradaban," unkap Albert.*(Rikardo). 

 

Artikel Terkait