Nasional

Kuasa Hukum Penggugat Pertanyakan Kinerja KPK dalam Kasus Gratifikasi di PN Jakarta Barat

Oleh : Rikard Djegadut - Rabu, 04/03/2020 22:01 WIB

Kuasa Hukum Penggugat Kasus Gratifikasi di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Hendra Onggowijaya S.H., M.H, (Foto: Rikard Djegadut/Indonews.id/Rabu 4/3/2020)

Jakarta, INDONEWS.ID - Kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipertanyakan terkait tindak lanjut penegakkan hukum dalam kasus dugaan gratifikasi yang dilakukan oknum pegawai di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat.

Kuasa hukum penggugat Hendra Onggowijaya, S.H.,M.H mengatakan KPK terkesan secara sengaja mendiamkan dan membiarkan kasus ini. Padahal, jelas-jelas ada bukti permulaan atau bukti awal berupa uang 15 juta yang diamankan KPK bersama Bawas MA saat melakukan penyidakan di PN Jakbar beberapa pekan lalu.

"Kasus ini sudah masuk ranah pidana. Maka harus diproses. Apalagi, dari informasi yang kita terima, bahkan sudah disidangkan di Bawas MA. Namun hasilnya seperti apa, kita tidak tahu. Padahal publik harus tahu atau minimal kita sebagai pihak penggugat," kata Onggowijaya kepada Indonews.id di Jakarta, Rabu (4/3/2020).

Untuk itu, Onggowijaya meminta KPK bersikap tegas dalam proses penegakkan hukum kasus gratifikasi ini. Sebab, Onggowijaya menjelaskan, Kasus ini bukan lagi sebatas kode etik, tapi sudah masuk dalam ranah pidana.

Selain itu, Onggowijaya mengungkapkan, KPK harus menunjukkan adanya perlakukan "equality before the law" atau perlakuan yang sama di mata hukum bagi segenap warganya, terutama dalam kasus ini. Jika tidak, kasus ini akan menjadi preseden buruk terhadap penegakkan hukum di Indonesia ke depannya.

"KPK mau diam aja? Kami ingin mempertanyakan kejelasan proses penegakkan hukumnya. Kok penerimanya sudah diproses melanggar kode etik, pemberinya kok diam saja, di rumah ia bisa tidur nyenyak saja begitu," kata Onggowijaya heran.

Mengutip bunyi UU No. 31 Tahun 1999 Pasal 13, Ia mengatakan pihak pemberi suap atau gratifikasi dalam kasus ini juga harus diproses hukum. Onggowijaya mengaku bingung, mengapa KPK belum memberikan kejelasan terhadap pengusutan kasus ini.

"Dalam pasal 13 itu disebutkan: setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah)," tuturnya.

Maka dari itu, Ia menjelaskan, jika yang menghambat KPK dalam proses pengusutan kasus ini adalan dengan menilai dari segi angkanya yang kecil, pihaknya justru tidak sepakat. Seharusnya, kata Onggowijaya, itu baru tahap pertama dan menjadi bukti awal untuk dilakukan pengusutan lebih lanjut.

"Intinya, kami meminta sikap tegas KPK dalam kasus ini. Jangan menilai dari angkanya yang kecil. Kalo tidak dilakukan upaya hukum, akan jadi preseden buruk ke depannya. Sudah jelas disebutkan dalam pasal itu, perbuatan pemberi gratifikasi itu harus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku," tutur Onggowijaya menambahkan.

Seperti diberitakan Indonews.id sebelumnya, KPK bersama Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) melakukan penindakan terkait adanya dugaan penerimaan gratifikasi berupa uang oleh pegawai Pengadilan Negeri Jakarta Barat (PN Jakbar). KPK dan Bawas MA mengamankan uang senilai Rp 15 juta dalam kegiatan tersebut.

"Pada operasi tersebut ditemukan barang bukti uang sebesar Rp 15.000.000. Meskipun jumlah dugaan penerimaan gratifikasi terbilang kecil, namun hal ini perlu dilakukan sekaligus untuk memperkuat Aparatur Pengawas Internal Pemerintah (APIP) yang ada di MA," kata Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (12/2/2020).

Ali mengatakan KPK dalam kegiatan ini menjalannya fungsi sebagai trigger mechanism pemberantasan korupsi. Ali mengatakan kegiatan penindakan itu berawal dari adanya laporan masyarakat terkait adanya penerimaan gratifikasi di PN Jakbar.

"Tim Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK telah membantu Badan Pengawasan (Bawas) MA untuk melakukan operasi mendadak (sidak) di PN Jakarta Barat terkait adanya laporan yang diterima Bawas tentang adanya dugaan perbuatan tercela berupa penerimaan sejumlah uang oleh oknum pegawai PN Jakarta Barat pada Jumat (5/2)," ujar Ali.

Ali berharap ke depan kerja sama antara KPK dan MA semakin terjalin kuat sehingga kejadian tersebut tidak terulang kembali. KPK juga mengingatkan kepada seluruh pihak yang bertugas di kehakiman agar tidak melakukan praktik-praktik korupsi.*(Rikardo).

Artikel Terkait