Opini

Kalista Terjebak di Negeri Hafalan Pancasila

Oleh : Rikard Djegadut - Minggu, 08/03/2020 16:01 WIB

Rudi S Kamri, penulis adalah pengamat sosial-politik (Foto: Ist)

Oleh: Rudi S. Kamri*)

Opini, INDONEWS.ID -  Keguguran Louise Kalista Wilson Iskandar, Putri Indonesia asal Sumatera Barat pada ajang pemilihan Puteri Indonesia 2020 Jum'at (6/3/2020) adalah manusiawi. Hal itu bisa terjadi kepada siapa saja, bahkan seorang Presiden.

Tapi mari kita telisik, meskipun Kalista terlahir dari Bapak berdarah campuran Indonesia - Thionghoa dan Ibu asli Amerika Serikat, dia berani gemulai mengayunkan langkah di panggung besar Puteri Indonesia. Itu kereeeen luar biasa. Kalista adalah segelintir perempuan Indonesia yang terseleksi dengan ketat untuk posisi itu. Kalista itu kata lain dari kereeeen.

Kalista terpeleset di sila ke empat dan lima? Itu kesalahan manusiawi. Dengan waktu menjawab hanya 30 detik dan disorot ratusan kamera dan jutaan pasang mata di gedung dan seluruh Indonesia, sangat manusiawi kalau Kalista gugup.

Dia juga tidak menduga pertanyaan yang diajukan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo berkait tentang hal itu. Blank, gugup itu biasa dan manusiawi. Dan itu bisa terjadi dengan siapapun dan dimana pun. Termasuk Bambang Soesatyo juga pernah gugup terpeleset lidah saat pengucapan sumpah jabatan sebagai Ketua DPR RI waktu itu padahal dia dituntun bukan menghafal.

Saya pun sering mengalami hal demikian. Saat dulu jadi penyiar TVRI, ribuan kali menjalani profesi sebagai seorang trainer dan beberapa kali jadi pembicara seminar juga sering mengalami hal seperti itu.

Penyiar TV atau MC manapun juga sering mengalami hal tersebut apalagi kalau siaran langsung. Bahkan seorang Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo pun pernah blank tidak hafal lagu Indonesia Raya. We are all humans after all !!!

Lagian apa hebatnya kita hafal Pancasila? Hafal itu perlu tapi tidak wajib. Yang wajib itu menjadi orang Indonesia yang Pancasilais dan menjalani kehidupan sehari-hari sesuai ajaran Pancasila: Agamis, toleran, jujur, tidak korupsi, tidak berlaku rasis, suka berbagi kepada sesama, rendah hati dan lain-lain. Kalau sekedar hafal Pancasila saja itu sangat mudah apalagi sekedar untuk mendapatkan sepeda. 

Kita harus mengerti masa saat tumbuh kembang generasi Kalista. Dia lahir 15 Juli 1998. Saat itu masa pasca reformasi. Pada masa itu Indonesia lagi efouria melakukan de-soehartonisasi termasuk Pancasila ditenggelamkan. Jadi kita pernah kehilangan Pancasila hampir selama 16 tahun.

Mulai masa reformasi sampai awal pemerintahan Presiden Jokowi. Sebelumnya Pancasila sama sekali tidak disentuh oleh siapa pun pemimpin negeri ini termasuk Megawati. Trauma pemaksaan Pancasila yang serba terlalu di zaman orde baru membuat orang enggan menyapa Pancasila.

Di sisi lain sampai detik ini Negara juga tidak pernah mampu menerjemahkan dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam bentuk panduan riil bagi rakyat Indonesia untuk pegangan kehidupan sehari-hari dan tata kehidupan bernegara. Pancasila hanya diposisikan sebagai simbol absurd yang sakral. Siapapun tidak boleh menyentuh. Bahkan bagi orang yang tidak hafal sila Pancasila dijadikan bahan ledekan dan kecaman.  

Pancasila harusnya bukan sekedar barang hafalan tapi seharusnya sudah menjadi "way of life" yang menyatu dalam detak nadi dan darah daging manusia Indonesia. Pancasila jangan hanya digunakan sebagai komoditas untuk disakralkan atau dihafalkan. Tapi dilesakkan secara soft dan masif dalam kehidupan sehari-hari manusia Indonesia.

Ini tugas Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang lima tahun lalu tidak ada hasil kerjanya. Dan sekarang dengan figur kontroversial Ketua BPIP, jujur saya juga tidak yakin harapan pembumian Pancasila ini dapat berjalan. Bukan sekedar menghabiskan anggaran negara untuk seremoni deklarasi di stadion terbuka, setelah itu menguap tidak tahu harus bagaimana.

Negeri hafalan Pancasila sayang sekali harus ada. Mudah-mudahan Kalista tabah menghadapi ujian dari manusia hafalan di  negeri ini. Bahkan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat tidak mau mengakui kehebatan dan kiprah Kalista sebagai wakil dari Sumatera Barat. Mengapa ? Karena dia bukan asli orang Minang ? Karena Kalista tidak berjilbab ?
Preeeet lah kalian manusia picik cap Kadrun !!!

*Salam SATU Indonesia*
08032020

*)Rudi S Kamri, penulis adalah pengamat sosial-politik tinggal di Jakarta

Artikel Terkait