Nasional

Tak Mau Kalah! Sri Mulyani Bakal Lakukan Ini agar Iuran BPJS Kesehatan Tetap Naik

Oleh : Rikard Djegadut - Selasa, 10/03/2020 07:59 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani (Foto: Detik.com)

Jakarta, INDONEWS.ID - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati angkat bicara soal putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan atau BPJS Kesehatan per 1 Januari 2020.

"Kalau dia secara keuangan akan terpengaruh. Ya nanti kita lihat bagaimana BPJS Kesehatan akan bisa sustain," kata Sri Mulyani di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 9 Maret 2020.

Lebih jauh, Sri Mulyani menyatakan pihaknya akan mengkaji lagi bagaimana pelaksanaan di lapangan setelah putusan Mahkamah Agung dijalankan dan bagaimana dampaknya ke keuangan BPJS Kesehatan.

"Jadi kalau sekarang dengan hal ini (putusan MA) adalah suatu realita yang harus kita lihat. Kita review nanti," ucapnya.

Sebelumnya, dalam putusannya, MA menyatakan Pasal 34 Ayat 1 dan 2 Perpres Jaminan Kesehatan tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Selain itu, pasal tersebut juga dinyatakan bertentangan dengan sejumlah undang-undang.

Pasal 34 yang dibatalkan oleh MA memuat mengenai kenaikan tarif iuran kelas BPJS yang mencapai 100 persen. "Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Juru Bicara Mahkamah Agung Andi Samsan Nganro, Senin, 9 Maret 2020.

Dengan penolakan ini, maka iuran BPJS kembali seperti sebelum Perpres itu diterbitkan. Adapun, gugatan ini awalnya dilakukan oleh Komunitas Pasien Cuci Darah pada akhir 2019. Mereka keberatan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Putusan tersebut diketok oleh Hakim MA Supandi selaku ketua majelis hakim bersama Yosran dan Yodi Martono Wahyunadi masing-masing sebagai anggota. Majelis memutuskan pada 27 Februari 2020.

Dalam putusannya, MA juga menyatakan Pasal 34 ayat (1) dan (2) bertentangan dengan Pasal 23A, Pasal 28 H jo Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 4 huruf b, c, d, dan e, Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Kemudian juga bertentangan dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4 huruf b, c, d, dan e Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, serta Pasal 4 jo Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Pemerintah sebelumnya menaikkan iuran BPJS Kesehatan guna menutupi defisit keuangan perusahaan tersebut. Kendati Kementerian Keuangan telah menyuntik dana Rp 15 triliun pada tahun lalu, per Desember 2019, BPJS Kesehatan masih mencatatkan defisit sekitar Rp 13 triliun.

Kenaikan iuran tersebut resmi seiring ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid tersebut ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 24 Oktober 2019 lalu.

Berdasarkan Perpres tersebut, tertulis dalam Pasal 29, iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) meningkat menjadi Rp 42 ribu dari sebelumnya sebesar Rp 25.500. Kenaikan iuran PBI yang berasal dari anggaran pemerintah ini akan berlaku surut pada 1 Agustus 2019.

Kenaikan iuran terjadi terhadap seluruh segmen peserta. Dalam Pasal 34 beleid tersebut diatur bahwa iuran peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) Kelas 3 meningkat menjadi Rp 42 ribu, dari sebelumnya sebesar Rp 25.500.

Iuran peserta atau mandiri Kelas 2 meningkat menjadi Rp 110 ribu dari sebelumnya Rp 51 ribu. Lalu, iuran peserta Kelas 1 naik menjadi Rp 160 ribu dari sebelumnya sebesar Rp 80 ribu.*(Rikardo).

Artikel Terkait