Daerah

Ini Versi Todo Kisah Loke Nggerang, Gadis Cantik yang Pilih Mati Ketimbang Jadi Permaisuri

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 16/03/2020 22:01 WIB

Ilustrasi foto Instagram @theovillus

Jakarta, INDONEWS.ID - Konon sebelum tahun 1111 hiduplah seorang gadis cantik yang dikenal bernama Loke Nggerang di Ndoso, wilayah Kabupaten Manggarai Barat di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kecantikannya tak ada tandingan hingga ia diincar Raja Bima di Pulau Sumbawa, Raja Goa asal Sulawesi dan Raja Todo di Manggarai untuk menjadikannya permaisuri.

Daripada menjadi rebutan dan dimadu para raja, putri jelita itu memilih mati. Semangat perempuan Flores (NTT) menerobos kentalnya budaya patriarki tercermin dalam kisah legenda asal Manggarai ini.

Loke Nggerang, demikian nama bidadari yang dikenal masyarakat Manggarai di Pulau Flores dari generasi ke generasi.

Nama itu kemudian menjadi nama gendang tabuh terbuat dari kulit manusia yang masih tersimpan di Niang Todo, Desa Todo, Kecamatan Satarmese Utara, 45 Km dari Kota Ruteng, Kabupaten Manggarai.

Loke dalam bahasa setempat artinya kulit putih, bersih dan cantik. Nggerang artinya memancarkan cahaya. Meski berupa gendang tabuh, tak sembarang orang menabuh gendang tersebut.

Asal-usul Loke Nggerang dituturkan kembali Titus Jebarut, penjaga situs di Niang Todo, kepada Pos Kupang, Selasa (19/4/2016).

Cerita ini turun-temurun diwariskan orang tua di Todo kepada generasi berikutnya. Kisah bermula dari kepergian petugas pajak Kerajaan Todo ke Bima di Pulau Sumbawa guna menyetorkan pajak kepada raja di sana.

Ketika petugas pajak itu kembali ke Manggarai, seorang wanita yang diyakini keturunan India yang tengah hamil bayi perempuan mengikuti si petugas pajak itu. Saat kapal berlabuh di ujung barat Pulau Flores, wanita itu berpisah dengan petugas pajak.

Wanita yang belakangan dikenali bernama Hendang memilih kabur dari Bima karena sang ayah akan menghabisi bayi perempuannya itu bila lahir kelak. Suaminya sudah pulang ke negeri asal di India. Sayang pada bayinya, Hendang memilih pergi dari Bima.

Pertualangannya berakhir di Ndoso saat dia bersuamikan Awang. Di Ndoso, kata Titus, wanita ini tak bergaul dan bergabung dengan warga setempat.
Wajah perempuan itu hanya sesekali dilihat penduduk setempat bila ia datang menimba air di kampung itu.

Kemunculan yang jarang itu membuat penduduk mempercayai kalau Hendang berasal dari dunia lain. Orang Manggarai menyebut darat.

Saat yang ditunggu pun tiba, Hendang melahirkan seorang bayi perempuan yang cantik. Suatu ketika Hendang tinggalkan rumah untuk mengambil air dan putrinya dijaga Awang.

Bayi itu menangis sejadi-jadinya, tak berhasil dibujuk Awang dengan berbagai cara. Akhirnya, Awang nekat melantunkan syair yang dilarang Hendang untuk mendiamkan anak itu.

Syairnya berbunyi, lantunan lagu ikan kecil sekolam, katak sesungai dan tebu serumpun. Syair ini mendiamkan tangisan sang putri.

Syair larangan itu membawa malapetaka. Hendang sangat kecewa dengan pelanggaran pantangan ini. Karena beda asal muasal manusia, dia berubah menjadi menjadi ular. Ia pun meninggalkan Awang dan putrinya.

Ditinggal Hendang, bayi itu diasuh Awang dan saudara tiri putri dari istri pertama Awang. Ia tumbuh menjadi remaja yang cantik. Kulit punggung dan perutnya memancarkan cahaya langit yang dapat dilihat orang-orang di Todo, Goa dan Bima.

Itulah sebabnya tiga raja dari daerah berbeda berlomba-lomba mengirim utusan menemui putri Loke Ngerang, dilamar untuk menjadi istri atau permaisuri raja. Bukanya senang diperebutkan para raja, Loke Nggerang malah menolak semua pinangan.

Gara-gara penolakan itu, Raja Bima mengancam mengirim magik awan hitam menyentuh ke Ndoso yang dikenal sampai kini. Putri Ngerang tak menghiraukannya. Raja Bima yang saat itu menguasai wilayah barat Flores menyuruh Awang membunuh Loke Ngerang.

Berbagai usaha dilakukan Awang menyelamatkan Loke Ngerang. Ia ganti menyembelih kerbau,kambing membuat gendang, tapi tak mengeluarkan suara dan cahaya memancar ke langit.

Suatu waktu, Awang pura-pura mencari kutu rambut putri. Awang diam-diam mencabut beberapa helai rambut putri lalu disimpan dalam sebuah wadah. Usaha itu pun tak berhasil munculkan pancaran cahaya ke langit.

Pilihan terakhir Awang mencungkil balutan emas pada punggung Loke Nggerang. Seketika itu sang putri meninggal dunia. Ia lalu mencungkil kulit punggung dan perut putri untuk membuat dua gendang.

Satu buah gendang dari kulit punggung dibawa para prajurit ke Sumbawa dan sebuah gendang dari kulit perut Loke Nggerang disimpan di Ndoso. Beberapa waktu berselang, panglima dan prajurit kerajaan Todo membawa gendang itu ke Todo.*(Rikardo).

Artikel Terkait