Nasional

AS Hikam Tidak Sepakat dengan Opsi Darurat Sipil, Ini Alasannya

Oleh : very - Selasa, 31/03/2020 13:30 WIB

Pengamat politik dari President University, Muhammad AS Hikam. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Presiden Joko Widodo telah meminta Tim Gugus Tugas Covid-19 agar segera mengatur kebijakan pembatasan sosial berskala besar. Jokowi mengimbau agar physical social dilakukan dengan tegas serta lebih disiplin untuk menghindari semakin meluasnya wabah corona.

"Tadi sudah saya sampaikan, bahwa perlu didampingi adanya kebijakan darurat sipil," kata Jokowi saat membuka rapat terbatas terkait Laporan Tim Gugus Tugas Covid-19 melalui siaran telekonference di Istana Merdeka, Senin (30/3/2020).

Juru Bicara Presiden, Fajroel Rahman mengatakan, darurat sipil tersebut merupakan kebijakan terakahir yang akan diambil pemerintah jika masyarakat tidak menjalankan physical sosial.

“Pemerintah Indonesia tampaknya tergoda untuk mengambil opsi yang justru lebih kontroversial dibanding lockdown atau penutupan, yaitu dengan memberlakukan keadaan darurat sipil di negeri ini,” ujar pengamat politik dari President University, Muhammad AS Hikam, melalui siaran pers di Jakarta, Selasa (31/3).

Maka, sontak penolakan keras bermunculan dari kalangan elemen masyarakat sipil. Alasan-alasan legal, politik, dan sosial pun dikemukakan untuk melandasi penolakan tersebut.

“Saya termasuk yang tak sepakat dengan opsi keadaan darurat sipil. Kalau Presiden Jokowi ingin memperluas  dan memperketat isolasi fisik dan sosial, atau meningkatkan disiplin masyarakat, itu kebijakan yang baik. Tetapi hal tersebut tak perlu sama sekali menggunakan opsi darurat sipil,” ujar Hikam.

Menurut Hikam, lebih baik Presiden Jokowi meningkatkan pelibatan TNI dalam rangka membantu tenaga medis maupun Polri untuk mengamankan wilayah-wilayah yang rawan penyeberan Covid-19 di seluruh daerah di Indonesia.

Opsi ini, katanya, akan lebih diterima oleh kalangan masyarakat sipil di Indonesia dan efektif untuk mencapai tujuan menanggulangi bencana virus Covid-19.

Negara-negara lain juga sudah mempraktikkan penggunaan militer intuk hal tersebut. Misalnya di AS, dengan melibatkan national guard atau garda nasional di setiap negara bagian yang telah disiapkan untuk membantu aparat-aparat lain. “Konon sekitar 14.600 anggota pasukan garda nasional menjadi bagian dari upaya respon cepat terhadap bahaya Covid-19,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait