Nasional

Cegah Covid-19 di Penjara, Jangan Bebaskan Narapidana Korupsi

Oleh : very - Senin, 06/04/2020 16:01 WIB

Pembebasan Narapidana di Lapas. (Foto: Nusadaily.com)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Untuk menekan penyebaran Covid-19, perlu dilakukan physical distancing termaksud di dalamnya untuk diterapkan juga pada lapas dan rutan. Akan tetapi kondisi lapas di Indonesia yang kelebihan kapasitas menyulitkan hal tersebut. Karena itu, pada titik ini, perlu dilakukan pengurangan populasi lapas dan rutan.

Data Kementerian Hukum dan HAM pada 2018 menyebutkan jumlah narapidana di Indonesia mencapai 248.690 orang. Sebanyak 4.552 orang di antaranya merupakan koruptor atau hanya 1,8% dari keseluruhan narapidana.

“Berdasarkan data di atas, kami mendukung pembebasan terhadap narapidana, selain narapidana korupsi, melalui program asimilasi dan integrasi guna mengantisipasi penularan Covid-19 di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Rumah Tahanan Negara (Rutan), dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) yang melebihi kapasitas sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujar Direktur Eksekutif Institute for Action Against Corruption (IAAC), Dodisutarma Lapihu melalui siaran pers di Jakarta, Mingu (6/4).

Menurut Dodisutarma, terkait rencana pembebasan narapidana korupsi untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan penjara, PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Pemasyarakatan telah mengatur syarat-syarat ketat pemberian potongan hukuman ataupun pembebasan bersyarat bagi narapidana koruptor, teroris, narkotika, dan pelaku pelanggaran HAM berat.

Karena itu, pihaknya sangat menyesalkan pernyataan anggota DPR RI dalam rapat dengar pendapat secara virtual pada hari Rabu (1/4/2020), yang meminta revusi PP Nomor 99 Tahun 2012 dengan alasan agar tidak menghambat pembebasan narapidana korupsi di situasi pandemi corona. Pernyataan ini melupakan fakta bahwa kejahatan korupsi adalah penyakit yang juga telah melukai jutaan rakyat Indonesia.

“Kami menilai rencana Menteri Hukum dan HAM untuk mengusulkan revisi PP Nomor 99 tahun 2012 dengan menambahkan kriteria yang meringankan syarat pembebasan bagi narapidana korupsi dengan dalih menekan penyebaran COVID-19 merupakan langkah keliru,” ujarnya.

 

Sikap Pimpinan KPK Disayangkan

Seperti diketahui, pimpinan KPK juga menyambut positif rencana Menteri Hukum dan HAM untuk membebaskan narapidana korupsi. “KPK yang selama ini dianggap ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia seharusnya menolak rencana tersebut. Aksi gayung bersambut yang dipertontonkan oleh pimpinan KPK menurunkan kepercayaan publik terhadap KPK,” ujar Dodisutarma.

Menurutnya, langkah pencegahan penyebaran Covid-19 kepada narapidana korupsi yang berusia di atas 60 tahun dapat dilakukan dengan cara lainnya, tanpa melanggar PP Nomor 99 Tahun 2012, misalnya dengan pemisahan kurungan dan pembatasan kunjungan.

Korupsi hingga saat ini merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Korupsi dapat dikategorikan sebagai virus ganas yang harus diberantas agar tidak menjangkiti dan menyebabkan korban bagi rakyat Indonesia.

“Oleh karena itu, pemerintah harus konsisten memberikan penanganan yang ketat terhadap narapidana korupsi,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait