Nasional

Menagih Janji Jokowi dan Gilanya Nilai Impor Minyak RI: Telan Rp246 Triliun Setahun

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 25/05/2020 13:01 WIB

Erick Thohir (kanan) bersama Presiden Jokowi dan Seskab Pramono Anung saat kampanye di stadion GBK Senayan Jakarta lalu. (foto : ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Pada akhir tahun 2019, Presiden Joko Widodo gencar mengeluarkan wacana ingin membangun kilang minyak sendiri. Pasalnya, Jokowi kesal karena sudah hampir 30 tahun RI tidak bangun kilang minyak sendiri.

Bahkan, di awal Desember 2019 yang sudah lima bulan kita lewati, Jokowi sudah dua kali mengungkapkan kekesalannya soal kilang minyak yang tak kunjung dibangun.

Alasan kedua Jokowi adalah terkait janji kampanye-nya pada 2014 silam dimana kilang minyak memang menjadi salah satu target Jokowi. Tujuannya, untuk menekan impor minyak sehingga neraca perdagangan bisa ditekan. Masalah neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) menjadi sorotan Jokowi.

Pembangunan kilang terakhir adalah tahun 1995, dengan terbangunnya kilang Balongan yang berkapasitas 125 ribu barel per hari. Hal ini dibenarkan oleh Staf Ahli Direktur Logistic Supply Chain & Insfrastructur Pertamina Rifky Effendi Hardijanto.

Mengutip INDONEWS.ID, Risky mengatakan, sebelum Indonesia mengalami krisis moneter tahun 1998, stok BBM di Pertamina cukup untuk memenuhi kebutuhan selama 35 hari. Namun setelahnya, Indonesia harus mengimpor minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Namun Rifky menyarankan agar pemerintah segera melakukan peningkatkan level stok BBM ini, dengan cara meningkatkan kapasitas kilang di dalam negeri agar tidak lagi impor BBM.

“Memang satu per satu presiden sebetulnya sudah mengambil kebijakan. Presiden tahun 2015 sudah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 176 yang intinya adalah mendorong pembangunan kilang di Indonesia,” ujar Rifky saat menjadi pembicara dalam diskusi publik yang digelar Indonews.id di Balai Sarwono, Kemang Jakarta Selatan, Rabu (27/11/19).

Impor Minyak RI Habiskan Rp246 Triliun Setahun

Melansir cnbcindonesia, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, pada periode Januari-Oktober 2019 angka impor migas Indonesia mencapai US$ 17,617 miliar atau Rp 246,6 triliun turun tipis dari periode yang sama tahun lalu US$ 24,97 miliar. Sementara ekspor migas Indonesia pada periode yang sama tercatat US$ 10,347 miliar, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 14,152 miliar.

Impor minyak mentah Januari-Oktober 2019 tercatat US$ 4,343 miliar, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 7,832 miliar. Sementara impor hasil minyak termasuk BBM tercatat US$ 11,195 miliar atau sekitar Rp 156,7 triliun, turun dari periode yang sama tahun lalu US$ 14,575 miliar.

Menariknya, angka impor tersebut setara dengan membangun satu kilang, bahkan lebih. Untuk pembangunan kilang Tuban misalnya, PT Pertamina menggaet investor minyak asal Rusia, Rosneft. Proyek ini membutuhkan nilai investasi mencapai Rp 199 triliun. Kilang Tuban ditargetkan mulai beroperasi pada 2024.

Sementara untuk proyek Grass Root lain yaitu di Kilang Bontang nilai investasinya mencapai Rp 197, 6 triliun dan ditargetkan mulai beroperasi pada 2025. Skema pendanaan untuk proyek ini pun sama yaitu kerja sama PT Pertamina (Persero) dengan swasta.

Jadi dengan nilai uang Rp 200 triliun, RI bisa bangun kilang yang bermanfaat untuk menekan impor atau terus-terusan mengucurkan duit negara dan tergantung dengan impor minyak.

Lima bulan, Indonesia telah menjejakan kaki di tahun 2020. Itu artinya, hampir separuh bangsa ini melewati tahun 2020. Pertanyaan kemudian muncul: apakah Presiden Jokowi serius memenuhi janji-janji kampanye-nya, terutama dalam rangka menekan biaya impor minya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri atau itu hanya bualan semata? Semoga waktu akan menjawabnya.*(Rikard Djegadut)

 

Artikel Terkait