Nasional

"The New Normal" Harus Jadi Momentum Terwujudnya "The New Indonesia"

Oleh : very - Selasa, 26/05/2020 18:22 WIB

Alumnus Lemhannas PPSA XXI, AM Putut Prabantoro. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Protokol New Normal yang diputuskan pemerintah untuk diberlakukan harus dilihat sebagai momentum bagi bangsa Indonesia untuk bangkit dan membenahi kehidupannya kembali. Momentum ini harus dilihat sebagai langkah awal untuk mewujudkan ketahanan nasional (Tannas) yang akan dan harus diwujudkan dan dimulai dari kondisi New Normal. Oleh karena itu, dalam konteks New Normal, pemerintah tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri tetapi harus dibantu agar terwujud “The New Indonesia”.

Demikian dijelaskan Alumnus Lemhannas PPSA XXI, AM Putut Prabantoro, yang juga Ketua Pelaksana Gerakan Ekayastra Unmada (Semangat Satu Bangsa) di Jakarta, Senin (25/05/2020). 

Jika dapat diibaratkan, demikian Putut Prabantoro mengungkapkan, melawan Covid-19 adalah perang yang sesungguhnya dan seluruh dunia saat ini berperang melawan virus ini agar dapat kembali ke kehidupan normal.  Prihatinnya, perang ini sungguh sulit ditentukan kapan berakhir dan dimenangkan mengingat musuh yang dihadapi tak nampak meski ketakutan atau teror yang dibuatnya sudah sangat berdampak pada kehidupan sehari-hari. 

Covid sebagai musuh tak nampak ini mengingatkan semua bangsa terhadap tiga ‘senjata utama” yang harus dimiliki untuk memenangkan perang. Perang dimenangkan jika suatu bangsa memiliki ketahanan di bidang pangan, air dan energi, yang merupakan senjata utama. Tanpa memiliki tiga senjata utama ini, perang tidak akan dimenangkan oleh bangsa Indonesia. Hal ini bisa dilihat saat masa darurat dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan, kekhawatiran utama yang muncul adalah apakah pangan masih tersedia. 

“Setidaknya dalam waktu satu bulan sudah dua kali yakni April dan Mei 2020, Presiden Joko Widodo mengingatkan masyarakat Indonesia tentang ancaman krisis pangan. Dalam konteks ini, mengingat waktu perang  melawan covid tidak berbatas, peringatan Presiden Joko Widodo harus diartikan sebagai kondisi sangat mendesak untuk mewujudkan ketahanan pangan. Jika tidak ada pangan apakah kita tidak akan menanam sendiri, apakah tanahnya ada, dan apakah masyarakat Indonesia mau kembali ke sawah?” tegas Putut Prabantoro melalui siaran pers yang diterima di Jakarta.

Alumnus PPSA XXI ini juga menekankan, pembentukan karakter bangsa Indonesia, sebagai contoh  lain, yang harus dibangun kembali dengan pendekatan berbeda agar “The New Indonesia” juga memiliki warga negara yang memiliki wawasan baru dalam ketahanan nasional. Tanpa pembentukan karakter dengan cara yang berbeda, bangsa Indonesia tidak akan mampu menghadapi tantangan global menuju Tahun Emas 2045.

“Sebagai musuh tak berwujud, Covid tanpa disadari sebenarnya membuka takbir karakter  asli suatu bangsa. Secara halus tetapi pasti, Covid memetakan karakter suatu bangsa ketika menghadapi ancaman yang memunculkan batas jelas antara kehidupan dan kematian, antara teknologi dan agama, antara kenyataan dan hoax, atau antara akal sehat dan emosi.  Berbagai pertanyaan dapat diajukan termasuk, apakah Indonesia termasuk bangsa yang cuek atau terserah,  tahan banting, disiplin, percaya pemerintah, termakan adu domba dan hoax, atau juga bangsa yang bertanggung jawab ?” tanya Putut Prabantoro

Bagi pria asal Yogyakarta ini, The New Normal diandaikan akan mampu menghadirkan The New Indonesia, yang mengajarkan bagaimana harus menjadi bangsa mandiri dan berdaulat serta tidak tergantung pada bangsa lain. Covid membuka mata manusia bagaimana langit biru sesungguhnya yang senantiasa terpolusi sebelum pademi itu datang. Melalui The New Normal, bangsa Indonesia akan terus melihat langit biru yang diwujudkan dalam The New Indonesia yang memperhatikan lingkungannya.

Covid juga menunjukkan kepada bangsa ini, dijelaskan lebih lanjut, gotong royong adalah nilai luhur bangsa Indonesia yang harus diyakini dapat dilaksanakan. Nilai luhur itu dapat dilaksanakan tanpa harus melihat latar belakang suku, agama atau golongan dari mana masyarakat berasal.

Ketika setiap negara berusaha menyelamatkan masyarakatnya dari ancaman kematian karena Covid dengan menutup diri, tidak ada pilihan lain bagi pendatang kecuali tetap tinggal di negara asal. Dan karena Covid juga, 68 negara melarang masuk pendatang dari Indonesia. Artinya, tidak ada pilihan tempat aman bagi warga Indonesia kecuali negaranya sendiri. 

Oleh karenanya, untuk menjaga keberlangsungan kehidupan bersama, masyarakat harus bergotong royong untuk bertahan tetap hidup dan ini telah dibuktikan terjadi di banyak daerah pedesaan atau kampung di Indonesia selama masa pandemi ini.

Menurut Putut, dalam The New Indonesia, masyarakat Indonesia mempunyai spirit yang baru dan menjadikan Indonesia sebagai The Real Home (Rumah Bersama). Sebagai konsekuensinya, gotong royong harus diyakini sebagai kunci keberlangsungan kehidupan bangsa. Nilai luhur ini juga sekaligus inti dari upaya untuk mewujudkan ketahanan nasional.  Diingatkan olehnya, pemerintah dan masyarakat Indonesia harus melihat Pasal 33 UUD 1945 tentang bagaimana kehidupan ekonomi harus dilaksanakan yang kesemuanya berintikan pada usaha bersama atau gotong royong. Ketahanan nasional tercapai ketika seluruh rakyat makmur dan itu bisa dicapai dengan gotong royong.

“Namun jika The New Normal tidak mengandaikan terbangunnya semangat The New Indonesia, maka sia-sialah momentum yang seharusnya dilihat oleh pemerintah dan bangsa Indonesia,” pungkasnya. (Very)

Artikel Terkait