Nasional

Bukan Sebatas Ancaman, Terungkap Rencana Jokowi Akan Reshuffle Kabinet Indonesia Maju

Oleh : Rikard Djegadut - Jum'at, 10/07/2020 19:15 WIB

Jajaran Kabinet Indonesia Maju Periode Kedua Presiden Joko Widodo bersama Ma`aruf Amin (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Desas-desus reshuffle Kabinet Indonesia Maju Jokowi bersama Ma`aruf Amin tampaknya bukan hanya ancaman semata. Belakangan, isu reshuffle mencuat setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu menyoroti kinerja para pembantunya selama pandemi Covid-19. Jokowi saat itu mempersoalkan kinerja para menteri yang dinilai biasa saja.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu PDI Perjuangan Bambang Wiryanto di kompleks Parlemen Senayan, Kamis, 9 Juli 2020 menyebut, perombakan kabinet itu diperkirakan akan dilakukan setelah penyelenggaraan Pilkada serentak Desember nanti.

"Analisis reshuffle dilaksanakan setelah pilkada serentak karena Pak Jokowi itu enggak senang ribut-ribut," kata Bambang.

Menurut Bambang, Presiden Jokowi tidak ingin mengambil keputusan yang berujung polemik di tengah masyarakat. Hal tersebut akan menghambat kinerja para pembantunya. Bambang menekankan modal awal yang harus dimiliki menteri di bawah Jokowi yakni kesehatan. Menteri harus mengerti kemauan Jokowi tetap produktif di tengah pandemi virus korona (covid-19).

"Jadi kalau Pak Jokowi kemudian terhadap kinerja para menterinya nyentil ya wajar, kan dia yang jadiin (menteri).`Belum sesuai harapanku,` misalnya," ucap Bambang.

Sebelumnya, Presiden Jokowi kembali mengungkapkan kekesalannya. Jokowi meminta jangan sampai kinerja mengendur karena corona. Dia juga menyesalkan kinerja para menteri yang terkesan biasa-biasa saja.

Terpisah, Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani menanggapi kemungkinan pergantian menteri. Salah satu yang santer adalah posisi menteri kesehatan yang merupakan mitra kerjanya. Menurutnya, persoalan intinya bukan pada pergantian menteri, tapi apa dampaknya untuk rakyat. Reshuffle atau tidak, semua kebijakan harus untuk kepentingan rakyat.

“Jadi bukan sekadar marah-marah, tapi sejauh mana hal itu mendorong para menteri bekerja optimal menghasilkan kebijakan pro rakyat" kata Netty.

Selain itu Netty mengingatkan, video presiden gusar diunggah sekitar seminggu setelah kejadian.

“Jadi seharusnya sebelum video beredar, kita sudah melihat ada progress penanganan Covid-19. Nyatanya tidak ada progress signifikan. Kasus positif makin tinggi, penyerapan anggaran belum sesuai dengan kebutuhan lapangan dan penanganan dampak ikutan juga masih sengkarut. Apakah kemarahan presiden hanya dianggap angin lalu oleh para menterinya atau karena mereka tidak tahu harus melakukan apa?" tanya Netty.

Netty khawatir isu pergantian kabinet hanya menambah daftar panjang lemahnya pengelolaan komunikasi publik pemerintah. "Masyarakat makin bingung dengan komunikasi yang riuh rendah, sementara angka kasus makin meningkat, jumlah pekerja di-PHK dan dirumahkan makin banyak, dan masyarakat mulai giat ke luar rumah dengan anjuran new normal,"ujarnya*

Artikel Terkait