Nasional

Keluarga Bisa Jadi Pintu Masuk Literasi Digital

Oleh : very - Sabtu, 11/07/2020 16:01 WIB

Diskusi dengan tema “Bijak dan Cerdas Siaran Melalui Media Sosial,” yang diselenggarakan secara online, Kamis (9/7) di acara Husni and Friends. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran belum juga kelar. Banyak pihak menyarankan supaya inisiatif dilakukan di tingkat masyarakat. Masyarakat bahkan sebaiknya melihat keadaan ini sebagai kesempatan untuk mengedukasi anggota keluarga supaya melek digital.

Demikian salah satu benang merah diskusi dengan tema “Bijak dan Cerdas Siaran Melalui Media Sosial,” yang diselenggarakan secara online, Kamis (9/7) di acara Husni and Friends.

“KPI terus mengupayakan agar regulasi penyiaran ini segera diselesaikan. Terutama karena bentuk-bentuk penyiaran makin marak dilakukan melalui media sosial maupun media baru seperti YouTube dll. Sementara, aturan yang ada belum bisa dijadikan pengawal dalam menjaga agar konten-konten tersebut tidak mengganggu kepentingan publik,” kata Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung Suprio.

Agung menyarankan agar UU tersebut mengatur hal-hal yang makro saja. Ketentuan lebih detil dan teknis dapat dibuat dalam bentuk peraturan pemerintah. Salah satu ide itu ia usulkan agar proses penyusunan RUU Penyiaran bisa lebih cepat rampung.

(Peserta diskusi “Bijak dan Cerdas Siaran Melalui Media Sosial,” yang diselenggarakan secara online, Kamis (9/7) di acara Husni and Friends.)

Sementara Ketua Umum Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Yadi Hendriana mengatakan semakin cepat landasan hukum itu terbit, akan semakin baik juga bagi kerja-kerja jurnalistik. Sebab, revolusi teknologi digital memang tak mungkin dibendung dan tentu berimbas juga terhadap industri pers, termasuk pertelevisian. Apalagi, media-media tersebut sangat lekat dengan jurnalistik dan menyediakan ruang yang besar untuk penyiaran.

Kendati begitu, Yadi Hendriana sepakat bahwa publik tidak harus bersandar pada regulasi dan semata-mata pasif menunggu aturan dari pemerintah. Kemajuan teknologi membawa banyak manfaat. Publik sebenarnya mendapat keuntungan karena informasi mendorong transparansi, misalnya.

“Yang penting, pembuat content memeriksa kembali apa impact atau dampaknya bila sebuah informasi diposting ke media-media tersebut,” katanya.

Ini menjadi filter utama untuk memastikan apakah informasi tersebut layak disebarkan atau tidak. “Bila dampaknya negatif, lebih jangan disebarkan,” lanjut Yadi.

“Kita memang belum diajarkan bagaimana menggunakan media sosial dengan baik, dengan kondisi pandemic Covid-19 ini kita dituntut untuk belajar dan menyesuaikan diri dengan perubahan ini. Banyak yang bergurau Covid-19 ini bisa disebut sebagai bapak transformasi internet loh. Tapi benar juga ya,” kata praktisi kehumasan sekaligus dosen dari Institut Komunikasi dan Bisnis LSPR, Rizka Septiana.

Karena itu, menurutnya, potensi munculnya dampak negatif memang besar mengingat media sosial dapat menjangkau audiens yang jauh lebih luas dan bila informasi keliru tersebar bisa bergulung-gulung bak bola liar (viral). Ini menjadi pekerjaan rumah semua pihak. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri, masyarakat harus turut berkontribusi aktif.

Di tengah proses penyusunan aturan mengenai penyiaran melalui sosial media, menurutnya, masyarakat dapat melihat situasi tersebut dengan kacamata yang lebih positif. Keluarga menjadi salah pintu masuk yang sangat bermanfaat. “Mulailah dari keluarga dan diri sendiri,” ujar Rizka menyarankan tiap orang mengedukasi keluarganya. Langkah ini, menurutnya, lebih produktif dan berguna dalam menyikapi kemajuan teknologi serta luasnya desakan untuk melakukan literasi digital.(*)

Artikel Terkait