Opini

Dirjen Berulah Dana Hibah, Mas Menteri Kena Getah

Oleh : Mancik - Jum'at, 24/07/2020 15:01 WIB

Pengamat Sosial dan Politik, Rudi S Kamri (Foto: Istimewa)

Oleh: Rudi S Kamri*)

INDONEWS.ID - Kali ini Mas Menteri Nadiem harus bertanggungjawab atas ulah sang Dirjen Guru dan Tenaga Pendidikan (GTK) Iwan Syahril. Kisruh dana hibah dalam Program Organisasi Penggerak Kemendikbud yang menjadi polemik akhir-akhir ini memang membuat saya dan jutaan orang waras geleng-geleng kepala.

Bagaimana mungkin uang negara dan uang rakyat bisa dipergunakan seenak sendiri tanpa prinsip kehati-hatian dan tanpa kepekaan kebangsaan.

Uang negara yang diperuntukkan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar guru dan tenaga kependidikan seharusnya disalurkan kepada organisasi atau lembaga pendidikan yang kridibel dan punya rekam jejak kesejarahan yang mumpuni.

Pada saat dana ini disalurkan melalui Yayasan Tanoto dan Yayasan Sampoerna yang notabene merupakan bagian dari kelompok konglomerat, ini jelas merupakan blunder besar seorang Dirjen GTK yang tidak bisa kita diamkan.

Kita sebagai rakyat berhak marah dengan kesembronoan sang Dirjen Iwan Syahril. Apalagi berdasarkan penelusuran media ada aroma "conflict of interest" yang kental dari sang Dirjen. Ternyata sebelum menjadi Dirjen GTK, Iwan Syahril menjadi Dekan atau pengajar di Sampoerna University dan pernah menjadi bagian dari Tanoto Foundation. Dan konyolnya Iwan Syahril berapi-api membela diri merasa benar secara prosedur.

Mungkin secara prosedur administrasi apa yang dilakukan Dirjen GTK sudah benar, tapi bukan itu intinya. Permasalahan utamanya adalah sang Dirjen ini tidak bisa mengelak atas adanya konflik kepentingan dirinya dengan dua Yayasan milik konglomerat tersebut. Jadi semakin Iwan Syahril ngotot membela diri, semakin tampak betapa bodohnya dia karena tidak tahu diri.

Di sisi lain dua Yayasan milik konglomerat tersebut seharusnya malu menerima dana hibah Rp 20 Milyar per tahun dari negara. Selayaknya mereka justru membantu Pemerintah dengan mengucurkan dana keuntungan konglomerasinya kepada rakyat Indonesia khususnya kepada para Guru.

Bukan malah dengan tidak tahu malu menjadi parasit dengan menadahkan tangan minta belas kasihan dari negara. Sekali lagi kelakuan mereka sungguh memalukan.

Kini getah harus diterima oleh mas menteri Nadiem Makarim. Bagi saya ini sebuah resiko dan konsekuensi dari seorang pemimpin yang sembrono memilih pembantunya. Mungkin memang benar mas Menteri tidak terlibat secara teknis dalam penyaluran dana hibah tersebut.

Tapi persetujuan akhir penyaluran hibah kepada pihak ketiga pasti melalui keputusan menteri. Dan bagi saya sangat layak mas menteri berlumuran getah atas ulah anak buah. Ketidakhati-hatian mas menteri, membuat tidak salah kalau dia dituduh tidak tahu sejarah.

Hal ini merupakan pelajaran penting untuk mas Menteri yang sering gagal memanfaatkan momentum untuk menunjukkan eksistensi kerjanya. Mas menteri harus mulai belajar tampil di publik untuk menjelaskan kepada masyarakat mengapa kejadian memalukan ini harus terjadi. Mas menteri harus berani bertanggungjawab sekaligus minta maaf kepada publik atas keteledorannya.Karena yang dipergunakan untuk dana hibah ini bukan dana milik Gojek atau milik pribadi tapi uang rakyat yang harus dipertanggung- jawabkan.

Saran berikutnya untuk mas Menteri adalah harus berani mencopot Dirjen GTK Iwan Syahril yang gegabah membuat ulah. Ini saatnya Mas Menteri untuk bersih-bersih di Kemendikbud.

Kalau momentum ini kembali diabaikan oleh mas menteri, mungkin kata orang-orang benar adanya bahwa mas menteri kurang mempunyai kepekaan kebangsaan dan tidak paham sejarah.

Silakan bergerak Mas Menteri,Jadilah menteri yang merdeka bersikap dan membuat kebijakan, bukan Menteri yang pengecut bersembunyi di balik ketiak dan perlindungan Presiden.

Salam SATU Indonesia
24072020

Penulis adalah Pengamat Sosial Politik dan Tinggal di Jakarta.*)

 

 

 

 

 

Artikel Terkait