
Jakarta, INDONEWS.ID - Kala bencana alam datang masyarakat bertanya ada peringatan dini kah sebelumnya?, ternyata peringatan dini tak melulu bencana alam, kondisi sosial pun butuh 'early warning'. Seperti Universitas Trisakti yang dikenal sebagai kampus reformasi 'dirampas' pemerintah dengan cara melawan hukum dan menerbitkan Surat Keputusan (SK) berlawanan dengan Undang-Undang. Hal itulah menjadi peringatan dini (lonceng) kematian dunia pendidikan di Indonesia.
Peristiwa pengambilalihan Trisakti sejak 1998, saat itu yayasan Trisakti berseteru dengan Rektor Universitas Trisakti saat itu, Thobi Muktis. Dan persoalan itu selesai, dan kehidupan kampus berjalan normal seperti sebelum terjadi perlawanan Rektor terhadap yayasan Trisakti.
Namun apa yang pernah dilakukan Thobi Muktis kembali terulang, kali ini aktornya bukan perorangan melainkan oknum pejabat pemerintah yang ingin menguasai lembaga pendidikan yang dikelola yayasan Trisakti. Bahkan sejak beberapa bulan lalu mereka berupaya menggiring pemahaman masyarakat di media sosial, jika universitas Trisakti akan menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH).
Ketua Pembina yayasan Trisakti, Prof.DR. Anak Agung Gde Agung mengatakan, fungsi pemerintah adalah untuk melindungi rakyatnya, tapi melihat kelakuan oknum pejabat yang ingin menguasai lembaga pendidikan bertentangan dengan fungsi pemerintah.
"Kami para pembina yayasan Trisakti yang sah, sudah terbentuk sejak 1966 diakui pemerintah bahkan dimuat dalam berita negara, ingin menegakan kebenaran. Di jalur hukum kami menang bahkan sudah penetapan Kasasi. Namun apa yang menjadi keputusan hukum tak pernah digubris mereka", tandasnya.
Dikatakan, saat yayasan tengah berseteru dengan Thobi Muktis, pemerintah mengambil alih kampus dengan menempatkan beberapa pejabatnya sebagai Rektor maupun Guru Besar. Seharusnya para pejabat yang ditempatkan itu mengundurkan diri setelah kasus pengambilalihan paksa berakhir, semua jalannya kegiatan pendidikan kembali diatur yayasan.
Menurutnya, apa yang seharusnya dilakukan para pejabat Eselon I Kemendikbudristek itu tidak dilakukan, malah mereka membuat yayasan tandingan berdasarkan Permendikbud. Hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Yayasan nomer 16 tahun 2001, yayasan didirikan oleh swasta bukan pemerintah.
Selanjutnya dikatakan, pihak yayasan Trisakti yang sah secara hukum mengajukan gugatan terhadap yayasan buatan pemerintah, dan kami menang sampai putusan Kasasi (inkrah).
Sementara kuasa hukum yayasan Trisakti, Nugraha Brata Mulayana SH menyampaikan, saat ini kami masih menjalani proses sidang gugatan pembentukan yayasan Trisakti 'tandingan' yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Yayasan no.16.
Lalu ia menjelaskan, di PTUN pihaknya menang dan hanya menunggu putusan Kasasi Makamah Agung, namun dirinya heran sudah lebih setahun belum juga ada putusan dari MA. Sementara pihak lawan tidak mengikuti putusan hukum baik dari pengadilan tingkat pertama hingga banding, mereka masih menduduki kantor yayasan dan mengambil alih universitas Trisakti.
Menurut Nugraha, keinginan pemerintah menjadikan universitas Trisakti menjadi PTNBH tidak ada dasar hukumnya, yang bisa dirubah menjadi PTNBH hanya PTN (Perguruan Tinggi Negeri) bukan PTS (Perguruan Tinggi Swasta)."Ini sudah sangat melawan hukum adan aturan yang sudah ditetapkan pemerintah", tambahnya.
Lalu keduanya silih berganti mengatakan, peristiwa pengambilalihan lembaga pendidikan dibawah naungan Trisakti merupakan lonceng kematian dunia pendidikan, khususnya perguruan tinggi swasta. Bisa saja setelah Trisakti, besok universitas lain juga diambil alih.
Mereka sepakat, Komisi X DPR harus segera memanggil Kemndikburistek terkait perampasan lembaga pendidikan, ini menjadi preseden buruk bagai pemerintah yang seharus melindungi masyarakat tapi malah merugikan masyarakat.