Nasional

Tito Karnavian Minta Kurangi Pengumpulan Massa di Pilkada Serentak 2020

Oleh : Mancik - Senin, 21/09/2020 15:01 WIB

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian.(Foto: Puspen Kemendagri)

Jakarta, INDONEWS.ID - Mendagri Tito Karnavian menegaskan, kegiatan pengumpulan massa harus dikurangi selama pelaksanaan Pilkada serentak 2020. Penegasan ini disampaikan melihat adanya kerumunan massa yang terjadi selama masa pendaftaran bakal calon sehingga menyebabkan penularan Covid-19 meningkat di beberapa daerah.

Kegiatan pengumpulan massa dalam jumlah banyak secara tegas dilarang tidak hanya pada masa pendaftaran bakal calon ke KPUD masing-masing. Tetapi, pada seluruh tahapan, mulai pendafataran, penetapan pasangan calon, dan kampanye.

"Yang menjadi media penularan terutama kerumunan sosial, apapun bentuknya harus dibatasi semaksimal mungkin,” ujar Mendagri Tito dalam Webinar Nasional Seri 2 Kelompok Studi Demokrasi Indonesia dengan tema "Strategi Menurunkan Covid-19, Menaikkan Ekonomi" Jakarta, Minggu, (20/09/2020) melalui saluran virtual kemarin.

Dalam kesempatan tersebut, Mendagri mengungkapkan ketidaksetujuannya terkait adanya konser pada masa kampanye. Hal itu dinilai akan menimbulkan kerumunan dan rawan terhadap penularan Covid-19.

Namun demikian, Mendagri juga tidak sepakat apabila semua kegiatan dalam masa kampanye dilarang. Menurutnya, pertemuan-pertemuan terbatas yang melibatkan orang dalam jumlah minimal tetap harus diperbolehkan.

"Agak kurang fair kalau dibatasi total, nonpetahana tentu ingin popularitas-elektabilitasnya naik, maka diberikan ruang yang disebut rapat terbatas. Saya sebagai Mendagri mengusulkan 50 orang, karena 50 orang (dimungkinkan untuk) jaga jarak,” kata Mendagri.

Untuk mengatur hal itu, menurut Mendagri, masih terus dipertimbangkan apakah melalui revisi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang ada atau diatur secara lebih spesifik melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).

Untuk Perppu sendiri masih dikaji apakah Perppu yang mengatur Covid-19 secara keseluruhan mulai pencegahan, penanganan, dan penegakkan hukum, atau Perppu yang terbatas terbatas pada penegakan protokol kesehatan dalam Pilkada Serentak 2020 saja.

"Kalau bukan Perppu ya PKPU. Peraturan KPU harus segera revisi dan harus segera dalam waktu beberapa hari ini. Nah, ini perlu ada dukungan dari semua supaya regulasi ini, karena kalau regulasi bukan hanya Mendagri, saya hanya memfasilitasi, yang utamanya adalah KPU sendiri, yang harus disetujui oleh Komisi II DPR RI,” tandas Mendagri.

Mendagri kembali menekankan, Pilkada merupakan momentum untuk menggerakkan daerah dalam menangani pandemi Covid-19. Apabila 309 daerah yang melaksanakan Pilkada bergerak maksimal menangani pandemi Covid-19, menurut Mendagri, otomatis daerah lain yang tidak Pilkada juga akan ikut. Karena masyarakat di daerah tersebut akan menuntut hal serupa dengan daerah yang melaksanakan Pilkada.

Lebih lanjut Mendagri menegaskan, perlu keselarasan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam penanganan COvid-19. Menurut Mendagri, kekuatan maksimal Pemerintah Pusat itu hanya 50%. Untuk menggenapinya menjadi 100%, dibutuhkan gerakan yang sejalan dari 548 Pemerintah Daerah.
Karenanya, Mendagri kembali menekankan, Pilkada menjadi momentum untuk menggerakkan mesin daerah menangani Covid-19 beserta dampak sosial ekonominya secara simultan.

"Tanpa adanya dukungan daerah, maka mesin pusat yang 50% pemerintahan ini tidak akan maksimal untuk menangani Covid di Indonesia. Dan momentumnya itu saya kira di momentum Pilkada. Karena Pilkada ini bagi petahana adalah berusaha untuk bertahan. Nonpetahana juga berusaha untuk menang. (Untuk itu), giring mereka untuk adu gagasan atau berbuat untuk menangani Covid di daerahnya," tutupnya.*

Artikel Terkait