Nasional

Pola dan Sistem Rekrutmen Tidak Tepat, Seleksi Komisioner Ombudsman Dipertanyakan

Oleh : very - Kamis, 22/10/2020 16:38 WIB

Seleksi Komisioner Ombudsman. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Proses seleksi Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) periode 2021-2026 sangat janggal karena pola dan sistem rekrutmen yang tidak tepat. Sedari awal memang Chandra Hamzah, sebagai Ketua Panitia Seleksi, dinilai tidak memiliki kompetensi dan integritasnya juga diragukan.

Peneliti Bidang Kajian Hukum dan Kebijakan Publik Indonesian Public Institute (IPI), Miartiko Gea mengatakan, jumlah pendaftar seleksi ombudsman 464 orang, yang lulus seleksi administrasi 298 orang, yang lulus seleksi tertulis 71 orang. Sebanyak 71 orang yang lulus tersebut kemudian ikut seleksi profile assesment, dalam tahap ini yang lulus menjadi 22 orang sebagaimana tertuang dalam pengumuman (No. 25/PANSEL-ORI/10/2020).

“Hasil Profile Assesment yang dilakukan oleh Pansel patut diragukan dan dipertanyakan karena inkonsisten dengan pemangkasan 50% tiap tahapan sebelumnya,” ujar Miartiko melalui siaran pers di Jakarta, Kamis (22/10).

Miartiko mengatakan, jika diperhatikan secara seksama yang tidak lulus seleksi profile assesment adalah orang-orang yang memiliki kapabilitas. Mereka adalah pimpinan di lembaga-lembaga tinggi negara baik lembaga independen maupun lembaga organik negara. Menjadi janggal karena yang lulus dalam tahap profile assesment tersebut hanya 30% dari total 71 orang. Yang menjadi pertanyaan adalah kenapa banyak sekali yang tidak lulus dalam tahap profile assesment tersebut?

“Saya menduga pola dan sistemnya yang tidak tepat, jika tidak tepat maka perlu dievaluasi. Pola dan sistem profile assesment yang dibuat pansel dilakukan secara daring. Menurut hemat saya kurang tepat karena proses penggalian profile para calon menjadi tidak maksimal di samping itu, sistem ini dianggap baru bagi beberapa orang yang tidak familiar terhadap sistem daring ini. Oleh karenanya pansel harus melakukan seleksi profile assesment secara offline agar hasilnya lebih maksimal,” ujarnya.

Ketua Pansel menyatakan bahwa yang lulus, yaitu 22 orang tersebut, adalah calon-calon yang memiliki kompetensi dan integritas, merupakan pernyataan yang cenderung mendiskreditkan calon yang tidak lulus. Pernyataan yang disampaikan tersebut terkesan bahwa yang tidak lulus adalah calon yang kurang kapabel, kurang cakap dan kurang integritas.

Sebelumnya Ketua Pansel menyatakan dari 72 orang yang lulus akan di pangkas setengahnya sehingga menjadi 36 orang dan bisa mengikuti tes kesehatan dan wawancara. “Calon yang ikut seleksi ombudsman tinggal 22 orang, ada apa sebenarnya dengan Pansel?,” tanya Miartiko.

Artinya, katanya, jika yang lulus 36 orang, maka pansel lebih banyak pilihan untuk menentukan yang lolos pada tahap berikutnya, yang diharapkan menghasilkan calon pemimpin lembaga ORI yang kapabel, cakap, memiliki integritas tentunya.

Pertanyaannya kemudian, lanjutnya, apa mungkin menghasilkan calon pimpinan lembaga ORI yang memiliki kompetisi dan integritas sedangkan proses seleksinya juga dipertanyakan, kurang transparan dan akuntabel.

Keterwakilan perempuan dalam 22 besar seleksi ORI juga sangat minim sekali, dengan hanya menyisakan 1 (satu) orang. “Hal ini mengkonfirmasi bahwa keterwakilan perempuan dalam seleksi ORI tidak begitu penting bagi Pansel,” pungkasnya. (Very)

 

Artikel Terkait