Daerah

Kasus Suap, Walikota Nonaktif Tasikmalaya Terancam Hukuman 20 Tahun Penjara

Oleh : Ronald - Rabu, 16/12/2020 18:30 WIB

Walikota Non Aktif Tasikmalaya Budi Budiman. (Foto :ist)

Bandung, INDONEWS.ID - Wali Kota Tasikmalaya nonaktif Budi Budiman didakwa memberi suap Rp1 miliar kepada dua pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Atas perbuatannya itu, Budi terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara, setelah didakwa melanggar pasal berlapis dalam kasus suap pengurusan DAK Tasikmalaya Tahun Anggaran 2017 dan 2018.

"Tepatnya pada pasal 5 Undang-Undang Tipikor junto pasal 64 ayat (1) KUHPidana dan pasal 13 Undang-Undang Tipikor junto pasal 64 ayat (1) KUHPidana," ujar Jaksa KPK Yoga Pratomo dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor pada PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (16/12/2020). 

Dalam surat dakwaannya, Yoga menuturkan, terdakwa didakwa telah melakukan beberapa perbuatan memberi uang sebesar Rp1 miliar kepada Yaya Purnomo.

Yaya merupakan Seksi Evaluasi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman, Sub Direktorat Pengembangan Pendanaan Perkantora dan Kawasan Direktorat Jenderal Pertimbangan Keuangan pada Kementerian Keuangan.

Selain ke Yaya, kata Yoga, terdakwa juga memberikan uang kepada Rifa Surya selaku Kepala Seksi Perencanaan Dana Alokasi Khusus fisik II Subdirektorat Dana Alokasi Khusus Non Fisik, pada Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan.

Uang miliaran rupiah itu diberikan agar Pemkot Tasikmalaya mendapatkan dana DAK seluruhnya senilai Rp124.38 miliar. Atas dakwaan Jaksa KPK, terdakwa tidak mengajukan eksepsi. Sidang akan dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi.

Sementara itu, kuasa  hukum terdakwa, Bambang Lesmana menilai, banyak kejanggalan dalam dakwaan jaksa. Dia menegaskan, akan membongkar semuanya dalam persidangan pokok perkara. 

"Kami sengaja tidak lakukan eksepsi dan akan membuktikan nanti dalam persidangan pokok perkara," ujar Bambang seusai sidang.

Menurutnya, sisi kejanggalan antara lain terkait jumlah pemberian uang Rp1 miliar dalam beberapa termin itu tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan (BAP). 

"Ada beberapa kalimat yang tidak cocok dengan BAP. Kemudian ada pemberian sejumlah uang dalam beberapa kali pemberian, dan soal adanya komitmen awal (biaya kepengurusan)," ungkapnya.

Bambang menambahkan, sejak awal sebenarnya tidak ada komitmen awal. "Semua itu akan dibuktikan tim pengacara dalam pemeriksaan pokok perkara dalam sidang selanjutnya," pungkasnya. (rnl)

Artikel Terkait