Nasional

Referendum Sawit di Swiss

Oleh : luska - Senin, 18/01/2021 22:10 WIB

Ilustrasi sawit

Swiss, INDONEWS.ID - Rakyat Swiss sedang menantikan pelaksanaan referendum nasional bulan Maret 2021 untuk menentukan nasib perjanjian Indonesia – EFTA CEPA. Seperti
diketahui perjanjian Indonesia dengan negara anggota European Free Trade Association (EFTA) ini telah ditandatangani bulan Desember 2018 dan disetujui parlemen Swiss bulan Desember 2019.

EFTA yang terdiri dari Swiss, Norwegia, Islandia dan Liechtenstein adalah negara-negara non EU (Uni Eropa) dengan rata-rata pendapatan per capita yang tinggi yakni lebih dari USD 80 ribu pertahun dan nilai GDP gabungan sekitar USD 1 milyar. Lebih dari 70 persen ekspor negara-negara EFTA ini menuju ke negara.negara tetangga di Uni Eropa dan Uni Eropa menjadi mitra dagang utama
negara-nagara EFTA.

Menurut konstitusi Swiss, meskipun perjanjian ini telah dibahas dan disetujui di Parlemen, diberikan kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Seperti diberitakan bahwa sebuah kelompok LSM dan petani Swiss mengajukan referendum untuk menolak IE CEPA karena didalam perjanjian ada pengaturan
mengenai penurunan tarif bagi minyak sawit Indonesia. Inisiasi referendum ini dapat dilangsungkan setelah kelompok tersebut berhasil mengumpulkan lebih 50 ribu tanda tangan. Referendum direncanakan tanggal 7 Maret 2021.

Perjanjian ini juga mengatur persyaratan sustainability serta syarat lain bagi minyak sawit Indonesia. Namun kelompok penentang ini tidak percaya kalau aturan itu dapat berjalan dengan baik dan menolak minyak sawit Indonesia masuk pasar Swiss. Disamping itu mereka dengan jujur menyatakan bahwa minyak nabati produksi
Swiss seperti minyak bunga matahari, canola, buah rapa dan lainnya tidak dapat bersaing dari segi harga dan produktifitas dengan minyak sawit.

Waktu pelaksanaan referendum tinggal 2 bulan, pihak penentang semakin gencar melakukan kampanye untuk mengajak rakyat Swiss menolak IE CEPA. Namun pihak Pemerintah Swiss dan dunia usaha Swiss juga tidak kalah gencar melakukan kampanye terbuka agar publik Swiss mendukung IE CEPA.

Presiden Swiss yang juga menjabat sebagai Menteri Ekonomi menyatakan bahwa bila Swiss tidak menjadi bagian dari IE CEPA maka perekonomian Swiss akan mengalami kerugian besar terutama dalam perdagangan dan investasi. Presiden Swiss juga mengatakan bahwa semua kegiatan ekonomi Swiss terkait dengan
perdagangan dan perjanjian IE CEPA adalah salah satu akses penting untuk meningkatkan perdagangan dan investasi.

KBRI Bern melakukan kerjasama dengan berbagai pihak di Swiss untuk memberikan update dan informasi terkini mengenai perbaikan industri minyak sawit Indonesia termasuk dukungan berbagai kebijakan Pemerintah untuk perbaikan standar Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).

Pemerintah dan kalangan usaha Swiss telah meluncurkan sebuah website khusus mengenai manfaat dari perjanjian IE CEPA bagi ekonomi Swiss serta informasi positif lainnya terkait minyak sawit Indonesia dengan alamat https://indonesien-ja.ch/, twitter : https://twitter.com/IndonesienJA. KBRI Bern juga mendapat dukungan dari asosiasi pengusaha (Swiss Cham) dan perusahaan Swiss yang ada di Indonesia. KBRI Bern berharap mereka ikut
membantu memberikan informasi kepada fihak-fihak terkait di Swiss mengenai kebijakan dan perkembangan industri sawit Indonesia dan komitmen terhadap penerapan prinsip-prinsip sustainability.

Dukungan juga diterima dari GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa sawit Indonesia) dalam bentuk update kebijakan yang sangat signifikan membantu upaya sharing informasi yang dilakukan. KBRI Bern juga meluncurkan sebuah Blog khusus menangkal semua isu yang diangkat dalam kampanye negatif minyak sawit Indonesia di Swiss dengan alamat www.indonesiainswiss.com. Blog ini dalam bahasa Inggris dan akan memiliki versi bahasa Jerman dan Perancis.

Menurut Duta Besar Muliaman Hadad, hasil referendum IE CEPA di Swiss yang dikaitkan dengan minyak sawit ini akan memiliki dampak besar pada prospek kerjasama ekonomi kedua negara yang saat ini ekspor Indonesia mengalami surplus lebih dari USD 2 milyar sampai dengan November 2020 lalu.

Muliaman menambahkan bahwa akan tercipta peluang ekspor yang lebih besar termasuk ekspor sawit ke negara-negara EFTA jika perjanjian ini bisa diratifikasi dan diimplementasikan. “Vietnam dan Malaysia saat ini juga sedang melakukan negosiasi perjanjian serupa dengan negara.negara EFTA. Kita harus bekerja
cepat” ujar Muliaman. (Lka)
 

Artikel Terkait