Nasional

Bom Makassar, Pemerintah Tidak Boleh Longgar Terapkan Protokol Penanganan Ekstremisme-Kekerasan

Oleh : very - Senin, 29/03/2021 10:38 WIB

Bom di Katedral Makassar. (Foto: Suara.com)

Jakarta, INDONEWS.ID – Minggu (28/3) sekitar jam 10.30, telah terjadi peristiwa bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar, Jalan Kartini, Kota Makassar. Kepolisian menyebutkan sebanyak 14 orang menjadi korban langsung dalam peristiwa tersebut. Satu orang meninggal, yang diduga pelaku, dan lainnya mengalami luka-luka.

Terkait dengan kasus bom bunuh diri tersebut, SETARA Institute mengutuk keras tindakan bom bunuh diri yang dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

“SETARA Institute menyampaikan simpati kepada para korban Bom Makassar dan seluruh umat Kristiani di Indonesia, dengan harapan semoga peristiwa tersebut tidak mengurangi kekhidmatan umat Kristiani yang sedang merayakan Pekan Suci tahun 2021 yang diawali dengan Minggu Palma pada Minggu,” ujar Direktur Eksekutif SETARA Institute, Ismail Hasani, melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (28/3).

Ismail mengatakan, dalam pandangan SETARA Institute, peristiwa bom bunuh di Makassar merupakan sinyal keras bagi seluruh pihak, terutama pemerintah untuk tidak pernah kendor dalam melaksanakan `protokol` penanganan ekstremisme-kekerasan, baik di ranah pencegahan maupun penindakan.

“Ekstremisme-kekerasan yang didorong oleh stimulus ideologis tidak akan surut hanya karena pandemi dan tidak juga karena semakin baiknya perangkat instrumental (peraturan) dan institusional (kelembagaan) penanganan ekstremisme-kekerasan oleh negara. Di tengah konsentrasi tinggi pemerintah dalam penanganan dampak pandemi, perhatian pada penanganan ekstremisme-kekerasan tetap tidak boleh berkurang,” ujarnya.

Karena itu, SETARA Institute mendesak pemerintah untuk melakukan tindakan komprehensif dan terukur untuk memitigasi dan melakukan penegakan hukum yang presisi sesuai dengan kerangka negara hukum untuk menjamin keselamatan seluruh warga.

Dalam rangka mitigasi dan pencegahan, belum lama ini Presiden telah menandatangani Peraturan Presiden No 7 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN-PE).

“Akselerasi penerapan Perpres tersebut secara komprehensif dan terukur mendesak untuk dilakukan dalam rangka mencegah berulangnya peristiwa seperti yang terjadi di Makassar,” kata Ismail.

Sementara itu, Direktur Riset SETARA institute, Halili Hasan menambahkan, SETARA Institute juga mendesak pemerintah daerah dan elemen masyarakat sipil di daerah untuk berkontribusi signifikan bagi pencegahan ekstremisme-kekerasan dengan memutus lingkungan pemicu (enabling environment) bagi terjadinya ekstremisme serta membangun lingkungan yang toleran dan inklusif, sehingga seluruh anak bangsa dapat hidup berdampingan secara damai (peaceful coexistence) di tengah perbedaan dalam kebinekaan.

“Penerimaan atas kebinekaan merupakan prediktor utama bagi keberhasilan penanganan ekstremisme kekerasan dan bagi penguatan kebinekaan,” ujarnya. (Very)

Artikel Terkait