Nasional

Center for Indonesian Policy Studies Wacanakan Impor Otomatis, LaNyalla: Perlu Pikir Nasib Petani Indonesia

Oleh : Mancik - Rabu, 31/03/2021 22:15 WIB

Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti bersama Senator NTT Asyera RA Wundalero dan Senator Lampung Bustami Zainudin, menghadiri kegiatan panen raya di Desa Taba Tana, Weekelosawa, Sumba Barat Daya.(Foto:Dok.DPD)

Jakarta, INDONEWS.ID - Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai, Indonesia membutuhkan perizinan impor otomatis atau automatic import licensing import. CIPS beralasan, impor secara otomatis akan menjaga ketahan pangan secara nasional.


Menanggapi wacana impor otomatis yang digagas oleh Center for Indonesian Policy Studies ini, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan, upaya menjaga ketahanan dan kedaulatan pangan nasional tidak boleh tergantung pada impor pangan dari luar. Indonesia perlu memikirkan cara untuk mandiri pangan secara nasional.

"Menanggapi isu perizinan impor otomatis atau automatic import licensing import yang disampaikan CIPS, saya rasa perlu pendalaman lagi. Pasalnya ketahanan pangan sebaiknya tidak menggantungkan diri kepada impor," kata LaNyalla kepada media di Jakarta, Rabu (31/3/2021).

Menurut Senator asal Jawa Timur ini, Indonesia merupakan negara besar. Kebutuhan pangan dapat disediakan dan dikembangkan serta dibudidayakan dengan memanfaatkan seluruh potensi pangan yang di seluruh wilayah Indonesia.

"Jika perizinan impor dipermudah tanpa ada batasan kuota, hal itu jelas akan menghancurkan bangunan ketahanan pangan yang saat ini sedang kita kuatkan," jelasnya.

Mantan Ketua Umum Kadin Jawa Timur ini menambahkan, selama ini keputusan-keputusan strategis import yang dikontrol melalui Quantitative Restrictions (QR), seringkali menuai kritik masyarakat dan dirasakan merugikan para petani.

"Bisa dibayangkan jika keran impor dipermudah syarat dan perizinannya, maka negara kita akan banjir pangan impor lalu bagaimana nasib pangan nasional kita?" ujarnya.

Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu mengatakan, pemerintah harus fokus pada produksi lokal dan nasib para petani Indonesia sebelum menentukan kebijakan jangka panjang berkaitan dengan politik pangan nasional. Nasib petani mesti menjadi kepentingan utama sebelum pemerintah melakukan kebijakan impor pangan dari luar.

"Bahkan kita bisa surplus dan tak perlu bergantung pada impor," tutupnya.*

 

 

Artikel Terkait