Nasional

Catatan Bagi Indonesia! Prof Tjandra Aditama Ungkap 5 Fakta India Dihantam Tsunami Covid-19

Oleh : Rikard Djegadut - Kamis, 22/04/2021 16:59 WIB

Prof dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan bahwa India tengah menghadapi tsunami kasus covid-19. Ia menambahkan bahwa ada potensi Indonesia bisa menjadi seperti India.

Menurut Menkes Budi Sadikin, pemicunya ada tiga yakni vaksinasi rendah, lalai menerapka protokol kesehatan dan adanya mutasi virus.

“Dan jangan sampai program vaksinasi ini membuat kita tidak waspada. Kala usaha keras kita selama ini sia-sia jika lonjakan terjadi karena kita lupa kurang waspada,” kata Menkes Budi secara daring, Minggu (18/4).

Sebagaimana diketahui, penambahan kasus positif Covid-19 di India terus menembus rekor baru. Pada Selasa (21/4/2021), penambahan kasus positif Covid-19 di India bertambah 315.000.

Menangapi hal tersebut, Eks Direktur Penyakit Menular WHO South-East Asia Region, Prof dr Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, dalam keterangan tertulis yang diterima langsung oleh Pemimpin Redaksi Indonews.id, Drs. Asri Hadi, MA mengungkapkan beberapa fakta lain sebagai penyebab melonjaknya kasus covid-19 di India.

"Saya tinggal India sampai September 2020. Ketika itu, puncak kasus gelombang 1 di India dengan lebih dari 97 ribu kasus per hari. Lalu menurun tajam 10 kali lipat jadi sekitar 9 ribuan di Februari 2021 dan Maret meningkat tajam lagi sampai sekarang lebih dari 250 ribu per hari," kata Prof Tjandra.

Menurutnya, data per 18 April 2021 menujukkan ada 14.788.109 kasus COVID-19 di negara itu. Artinya, 10,55 kasus per sejuta penduduk dimana ada peningkatan 1.429.304 dalam seminggu terakhirnya.

Kematian sampai 18 April 2021 tercatat sebanyak 177.150 orang atau 126 kematian per sejuta penduduk dengan Case Fatality Rate (CFR) 1,2%. Di New Delhi, angkanya mencapai 590 kematian per sejuta penduduk. Sementara di negara bagian Goa, angka kematian mencapai 490 dan di negara bagian dengan penduduk lebih dari 200 juta yaitu Maharashtra (dimana ada kota Mumbai) angkanya kematian mencapai 471.

"Pada Maret 2020, jumlah test dan telusur (tracing) di India masih sangat terbatas, masih dalam angka ribuan saja, dan lockdown nasional mulai diberlakukan," kata prof Tjandra yang berdomisili di India selama 5 tahun hingga September 2020 lalu ketika menjabat sebagai Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara.

Pada bulan Mei 2020, tambahnya, berbagai tempat atau pusat karantina disediakan oleh pemerintah, dan di bulan Mei 2020, India mulai mengikuti “WHO Solidarity Trial, Unity Studies & SCOPE/Pregnancy set-up”.

Pada Juli 2020, fasilitas-fasilitas isolasi terus diperluas dan ditingkatkan sehingga tersedia 12.826 pusat karantina (“quarantine centres”) dengan 598.811 tempat tidur.

"Pada sekitar September 2020 jumlah tes PCR sudah mencapai 1 juta di India, dilakukan di 900 Laboratorium dan mereka memiliki 2 laboratorium yang mendapat sertifikasi EQAS dari WHO. Ketika itu mereka menyediakan 15.284 fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang khusus hanya menangani COVID-19," beber Prof Tjandra.

"Menariknya, India juga tidak lupa menyiapkan  175.470 fasyankes untuk siap menangani masalah kesehatan non COVID-19, karena kita tahu bahwa walaupun prioritas kita semua adalah menangani penyakit COVID-19 tapi penyakit dan masalah kesehatan lain tetap ada di tengah-tengah kita dan harus ditangani seksama pula," sambungnya.

Pada bulan November 2020, India sudah melakukan 140.000.000 Tes di lebih dari 2000 laboratorium. Hal ini diikuti dengan penelusuran kontak pada lebih dari 25 juta kontak.

"Angka-angka ini kelihatannya besar, tapi kita harus ingat bahwa penduduk India adalah sekitar 1,3 Milyar penduduk. Sampai 17 April 2021 India sudah melakukan lebih dari 266 juta tes untuk mendeteksi COVID-19 dan Test Positivity Rate (TPR) poada 18 April adalah 14,4%," pungkas Prof Tjandra.

5 Alasan Covid-19 di India Melonjak

Lebih lanjut, Prof Tjandra mengatakan setidaknya ada 5 analisa mengapa kasus covid-19 di India meningkat pesat. Hal ini juga menjadi pelajaran bagi Indonesia agar terhindar dari tsunami pandemi covid-19.

Pertama, pemerintah tidak mengetak pemberlakukan protokol kesehatan dan masyarakat tidak menjalankan 3M (Mencuci Tangan, Memakai Masker dan Menjaga jarak) secara baik.

"3 M tidak ketat lagi, pasar sudah ramai, transportasi umum kembali beroperasi penuh, bioskop buka dll," tutur Prof Tjandra.

Kedua, beberapa event besar seperti pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di beberapa negara bagian tetap dijalankan, acara perkawinan dan acara keagamaan yang melibatkan massa banyak diizinkan.

Ketiga, sebagian masyarakat merasa terlindungi oleh Vaksin covid-19, sehinggia merasa lengah.
"Sebagian merasa terlalu terlindungi oleh vaksin, lebih 100 juta," tukas Prof Tjandra.

Keempat, kegiatan tes dan telusur (test and Tracing) menurun. "tes dan telusur turun dari sejuta sampai mendekati 1.5 juta di Oktiber-Nov menjadi hanya beberapa ratus ribu di Jan-Feb," jelasnya.

Kelima, adanya varian baru, termasuk varian jenis B.1.617 yang disebut mutasi ganda selain varian baru lain yakni B.1.1.7 dan lain-lain.

"Adanya varian baru, termasuk B.1.617 yg disebut mutasi ganda, selain varian baru lain seperti B.1.1.7 dll," tegasnya.

Prof Tjandra yang merupakan Mantan DirJen Pengendalian Penyakit ini Kemenkes RI ini menegaskan bahwa ke-lima faktor di atas masing-masing harus dapat dicegah di Indonesia agar tidak terjadi tsunami covid-19 seperti yang dialami India.

Sosok Prof Tjandra Yoga Aditama

Semenjak pensiun dari Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Kementerian Kesehatan RI, Prof dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE ditunjuk menjadi diplomat WHO yakni sebagai Direktur Penyakit Menular WHO South-East Asia Region.

Untuk karir diplomatik sebagai Direktur Penyakit Menular WHO South East Regional Office, Prof Tjandra berkantor di New Delhi.

Tjandra Yoga Aditama lahir tahun 1955 dan lulus dokter di Jakarta tahun 1980. Ia kemudian mengabdi di Puskesmas di Riau 3 tahun dan kembali ke Jakarta lagi‎ pada 1983.

Pada tahun 1984 sampai 2007, Tjandra Yoga Aditama bertugas di bagian Pulmono‎logi Fakulutas Kedokteran Universitas Indonesia dan Rumah Sakit Persahabatan, mulai dari asisten ahli sampai menjadi Profesor.

Kemudian sejak 2007 sampai 2014, Tjandra Yoga Aditama ditugaskan di Departemen (Kementerian) Kesehatan melewati masa kepemimpinan 4 orang Menteri sebagai Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan selama 6 tahun.

Karir birokrat di Kementerian Kesehatannya yang terakhir adalah sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan‎ Kementerian Kesehatan RI.

Alumnus SMAN3 Teladan Jakarta angkatan 1973 ini juga merupakan Direktur Pasca Sarjana Univ YARSI dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Pada tahun ini, Profesor Tjandra juga terpilih menjadi member COVAX Independent Allocation of Vaccines Group (IAVG) yang dipimpin bersama oleh Aliansi Vaksin Dunia (GAVI), Koalisi untuk Inovasi Persiapan Epidemi (CEPI) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama juga tercatat sebagai Komisaris Utama PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA), emiten yang bergerak dibidang peralatan dan perlengkapan medis berteknologi tinggi (HiTech Healthcare Solutions).*(Rikard Djegadut).

Artikel Terkait