Nasional

Pelajaran Penting Bencana Banjir Bandang Akibat Siklon Tropis Seroja NTT

Oleh : Mancik - Jum'at, 30/04/2021 12:44 WIB

Rapat Koordinasi Tim Intelijensi Penanggulangan Bencana, Badan Penanggulangan Bencana Nasional.(Foto:Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Bencana alam akibat dampak siklon tropis Seroja yang terjadi di beberapa Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur membawa duka yang cukup mendalam bagi masyarakat NTT.

Berdasarkan data terakhir dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTT, banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi pada (4/4/2021) tersebut telah menelan korban jiwa sebanyak 182 orang.

Pada awal April 2021, Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah merilis beberapa kali peringatan dini cuaca ekstrem dan adanya bibit siklon tropis di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Secara umum, menurut Koordinator Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG,Miming Saepudin, kejadian siklon tropis di dekat Indonesia biasa terjadi antara bulan April - Mei dan November - Desember.

Siklon tropis Seroja sendiri merupakan siklon terbesar kedua yang terjadi di Indonesia setelah siklon tropis Kenanga yang pernah terjadi di Selatan Jawa.

"Setelah peringatan dini tersedia dan terinformasikan, maka tantangan lain bagi pemerintah terkait pengurangan risiko dampak bencana adalah bagaimana peningkatan pemahaman dan respon stakeholder atau masyarakat. Peningkatan struktur lingkungan dalam menghadapi bencana juga perlu diperhatikan," ungkap Miming dalam paparannya pada Rapat Koordinasi Tim Intelijensi Penanggulangan Bencana, Kamis (29/4/2021)

Menurut dosen Institut Pertanian Bogor, Perdinan, BMKG sudah memiliki alat yang cukup baik untuk memberikan peringatan dini tersebut. Hanya saja selanjutnya adalah bagaimana respon pemerintah, khususnya pemerintah daerah terkait laporan tersebut.

"Pertanyaannya adalah bagaimana respon pemerintah menanggapi peringatan dini tersebut? kita harus menginformasikan semuanya dengan cepat dan tepat. Itu yang masih menjadi tantangan," ungkap Perdinan.

Menurut Perdinan, tidak hanya BNPB yang perlu merespon peringatan dini tersebut. Perlu dibangun kesiapsiagaan di tingkat pemerintah daerah bahkan masyarakat.

"Kolaborasi dari tingkat pusat, daerah, hingga masyarakat perlu dipertajam," tegas Perdinan.

Menanggapi hal tersebut, Plh. Sekretaris BPBD Provinsi NTT, Sintus Carolus menyampaikan, pemerintah daerah NTT sudah melakukan tindak lanjut terkait peringatan dini dari BMKG sejak bulan September 2020.

"Dengan adanya peringatan dini dari BMKG, kami mengirimkan surat ke setiap Kabupaten/Kota, melaksanakan himbauan dan penegasan kepada masyarakat, serta sosialisasi" jelasnya.

Berdasarkan informasi lapangan yang diperoleh tim survey dan pemetaan BNPB, masyarakat sudah menerima informasi tersebut namun tidak mengira dampak siklon tropis seroja akan berdampak sebesar itu.

Untuk kerusakan sendiri, dampak yang paling parah terjadi di Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Adonara, dan Kabupaten Alor.

Sementara itu, Plt Direktur Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana BNPB, Abdul Muhari menerangkan, semua daerah terdampak adalah daerah-daerah yang berada di kawasan alur air di muara.

Menurut Abdul Muhari, daerah-daerah tersebut tidak masuk ke dalam siklus daerah banjir, maka masyarakat tidak menganggap bahwa daerah tersebut merupakan salah satu yang harus dihindari.

"Ini yang harus kita sosialisasikan dan berikan edukasi. Tidak seharusnya masyarakat membangun tempat tinggal di kawasan aliran air," ungkap Abdul.

Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo dalam pembukaan Rakornas PB 2021, perlu adanya sosialisasi dan edukasi kebencanaan yang masif kepada masyarakat, khususnya di kawasan rawan bencana.

Abdul juga mengatakan, pemanfaatan sistem peringatan dini berbasis kearifan lokal dapat mengurangi dampak dari bencana yang terjadi.

Di akhir rapat koordinasi, Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB, Udrech, menyimpulkan, kolaborasi unsur pentaheliks sangat penting dalam hal peringatan dini.

Kolaborasi dari instansi pemerintah termasuk juga akademisi, dunia usaha, dan masyarakat dapat menjadi kekuatan untuk mengurangi dampak dari sebuah bencana.

"Misalnya untuk siklon tropis Seroja ini, selain peringatan dini dari BMKG, penanganan bencana dapat didukung dengan data satelit dari LAPAN," ujar Udrekh.

Kedepannya, para peserta rapat koordinasi berharap adanya satu data yang dapat dibangun secara kolaboratif dan diakses oleh siapapun. Data ini dapat digunakan untuk observasi atau dalam penanganan tanggap darurat apabila terjadi bencana.

Edukasi kepada masyarakat dengan bahasa yang lebih awam juga diharapkan dapat dilakukan secara berkala.

Artikel Terkait