Nasional

Ini Berbagai Pemikiran Prof Jimmy Soal Sistem Pemerintahaan di Indonesia di Webinar MIPI

Oleh : Rikard Djegadut - Sabtu, 24/07/2021 15:30 WIB

Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof Dr. Jimmy Asshiddige, SH bersama Pemimpin Redaksi Indonews.id, Drs. Asri Hadi, MA (Foto: ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Masyarakat Ilmu Pemerintahaan Indonesia (MIPI) kembali menggelar webinar bertajuk "Evaluasi Perkembangan Sistem Pemerintahan Daerah Indonesia Pasca Reformasi dan Tantangan Menghadapi Pandemi Covid-19" pada Sabtu (24/7/21).

Hadir dalam seminar online yang digelar melalui aplikasi meeting zoom dan disiarkan langsung melalui channel YouTube MIPI dan Kemendagri ini adalah Guru Besar Hukum Tata Negara, Prof Dr. Jimmy Asshiddige, SH.

Mengawali pemaparannya, Prof Jimmy menyampaikan apresiasi kepada pengurus MIPI yang menyelenggarakan kegiatan dan diskusi online ini. Ia berharap, kegiatan-kegiatan seperti ini menjadi kebiasaan di masa new normal, terutama dalam rangka menampung ide-ide yang banyak berkembang sekarang ini.

Menurutnya, Indonesia saat ini, tidak bisa hanya mengandalkan warisan teori-teori lama dalam rangka membangun kinerja bernegara yang baik. Hal tersebut, menurut Prof Jimmy, karena disruspsi teknologi pada dasarnya menyebabkan disrupsi juga.

"Nah jadi para anggota MIPI ini, saya rasa penting untuk membuka diri di tengah disrupsi, bukan hanya teknologi teknis, ilmu eksekta, tapi juga di bidang ilmu sosial ini, banyak yang harus kita ikuti perubahaannya," kata Prof Jimmy seperti dikutip media ini, Sabtu (24/7/21).

Ia berharap kepada para pengurus MIPI, yang sebagian besar merupakan praktisi pemerintahaan, agar segala kesimpulan teoritis di bidang pemerintahaan yang diwarisi dari masa lalu, perlu dievaluasi kembali. Termasuk juga praktek kebijakan yang biasanya diambil dari teori lama.

"Nah, karena di sini banyak juga pejabat, di samping kita perlu baca buku teks, kita juga baca buku praktek, buku kehidupan bernegara, berpemerintahaan. Kita harus membangun teori baru dari praktek. Maka praktek kehidupan bernegara dan berpemerintahaan ini, harus kita jadikan buku sendiri. Buku praktek atau buku kehidupan, yang boleh kita kembangkan ide-ide baru," kata Ketua Mahkamah Konstitusi 2003-2008 itu.

Membangun Sistem Pemerintahaan Asimetrical Desentralization

Lebih lanjut dalam pemaparannya, Pendiri Jimly School of Law and Goverment ini menjelaskan bahwa jika saja persepktif kita bisa diperluas, sistem pemerintahaan di Indonesia, sebaiknya tidak perlu kaku dan terikat oleh kata Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI.

Artinya adalah bahwa dengan mengatasnamakan Negara Kesatuan Republik Indonesia atau NKRI itu, segala kebijakan dan nomenklatur serta sistem pemerintahaan daerah di Indonesia ikut diseragamkan.

"Kalo persepktif kita bisa diperluas, tidak usah kaku NKRI ini. Jangan mentang-mentang NKRI, semuanya harus seragam. Daerah-daerah, kabupaten kepulauan, pantai tidak perlu diseragamkan dengan daerah pegunungan. Semuanya diseragamkan atas nama NKRI," ungkapnya.

Faktanya, dalam sistem pemerintahaan Indonesia, dalam nomenklatur, istilah-istilah peraturan dan istilah-istilah struktur jabatan, semua daerah pantai dan daerah pegunungan istilahnya sama. Jikalau pun ditemukan perbedaan, itu karena adanya Peraturan Menteri atau Peraturan Presiden.

"Ke depan, saya rasa NKRI itu bentuknya Oke, tapi varian isinya why not, tidak usah seragam. Asimetrical desentralization. Dan sebagai ide, sudah ada cantolannya di dalam pasal 18b. Bahkan, manajemen pedesaan pun demikian," bebernya.

Prof Jimmy menuturkan, sekarang ini, sudah semakin banyak negara yang jumlah penduduk desanya 0 persen. Bahkan hampir separuh, ada yang sudah di atas 80%. Artinya, jumlah penduduk desa di berbagai negara di dunia, sudah sedikit. Ini merupakan fenomena-fenomena global sebagai perkembangan peradaban.

"Maka kita harus siap juga membayangkan suatu hari nanti, itu mayoritas orang memang di kota. Urbanized. Tapi bagaimana struktur desa. Nah, saya perkenalkan berapa contoh corporate village di Amerika. Ada 340 corporate village dengan konstitusinya masing-masing dan diakui sebagai badan hukum."

Maka dari itu, Prof Jimmy menekankan terkait pentingnya mengkaji ulang struktur dan sistem pemerintahaan daerah, termasuk pemerintahaan desa dan di desa.

"Kita tidak perlu berpikir romantis: `aduh kita ini harus mengutamakan desa. Ya maklum, kita orang desa semua ini. Namun kita harus membangun perspektif seperti di Perancis," ujarnya.

"Sekarang ini, semuanya kota. Semua yang memimpin pemerintahaan di Perancis itu adalah walikota, termasuk commune, (Commune itu tadinya desa jadi town), dipimpin oleh walikota. Maka range dari kota, mulai yang paling besar yakni Paris sampai kota yang paling kecil, itu 15 derajat. Pimpinannya semuanya disebut mayor," imbuhnya.

Struktur Mengabdi pada Misi

Lebih lanjut ia menambahkan, mengapa struktur pemerintahaan itu harus segera dikaji ulang adalah untuk memastikan bahwa struktur itu mengadi pada misi, bukan kepada jumlah orang (follow men) dan menambah anggaran budget.

"Jadi biasa kita membuat organisasi, buat jabatan untuk menampung orang. Atau membuat organisasi dan jabatan untuk menampung anggaran. Nah itu terbalik. Bukan begitu," tegas jimmy menjelaskan.

Mantan Ketua Tim Ahli MPR-Ri itu menerangkan, Structure itu harus follow function, dan function follow mission. Maka misi dalam jangka panjang kita, adalah membagun negara dan bangsa ini mau ke arah mana. Maka kita memerlukan struktur seperti apa, termasuk struktur dalam proses pemerintahaan daerah, termasuk di desa-desa.

"Ini yang kita bayangkan sehingga, peranan para intelektual ilmuwan MIPI, yang sekaligus praktisi, ini saya rasa penting sekali untuk kita bangkitkan kesadarannya, di samping juga harus mendidik warga masyarakat bangsa kita untuk tidak ketinggalan seperti misalnya masih memperdebatkan soal khilafah padahaln sudah abad ke-21. Ini memalukan,"

Penanganan Pandemi Tumpang Tindih

Ketika ditanya terkait kinerja pemerintah dalam penanganan pandemi covid-19 ini, Jimmy mengatakan sejak awal, menajemen penanganan terlalu tumpang tindih dan pemerintah tidak siap menghadapi kondisi dan situasi tak biasa.

Sejak awal kemunculan covid-19, Anggota Watimpres pada 2010 ini mengaku, sudah memberikan masukan kepada presiden melalui Sekneg berkali-kali untuk memberlakukan keadaan darurat serta membatasi penerbangan dari dan ke China.

"Kalo mengikuti pandangan saya, sejak awal saya mengusulkan berlakukan keadaan darurat. Darurat apa? Darurat berdasarkan hukum tata negara darurat, berdasarkan pasal 12 undang-undang dasar," tuturnya.

Maka Perpu pertama yang harus dikeluarkan, menurut Prof Jimmy, adalah Perpu Keadaan Bahaya menggantikan Perpu Tahun 59, yang sudah tak relevan dan yang sering disalahgunakan dalam bernegara.

"Kemudian Perpu tentang Mengatasi Keadaan Covid-19. Baru yang ketiga, urusan keuangan, anggaran. Itu nomor tiga. tapi yang terjaid enggak," tambahnya.

Namun apa yang terjadi, karena Sri Mulyani cukup berpengalaman, makanya ia mendahulukan Perpu nomor tiga dan meminta imunitas undang-undang agar tidak seperti mantan Wapres Budiono yang dipanggil KPK gegara ia memberlakukan keadaan darurat saat menjabat Gubernur Bank Indonesia.

"Tentu saja langkah menteri Keuangan Sri Mulyadi ini benar dari segi dia, namun dari segi negara mestinya tidak. karena harus komprehensif," beber Prof Jimmy.

Namun apa boleh buat, saat ini, kita sedang menghadapi keadaan yang namanya emergency de facto. Dia mengimbau kesadaran publik untuk bersabar dan hendaknya tidak mempolitisir keadaan ini.

"Pasti ada kekurangan dan kelemahan. Kita bersabar dan kemudian kompak berkoordinasi. Memang banyak sekali kesulitannya, misalnya kalau mau ideal gitu ya, masa Badan Intelijen Negara ikut campur. Itu nggak bener," tutupnya.

Terpisah, Pemimpin Redaksi Media Indonews.id, Drs. Asri Hadi menyatakan dukungannya terhadap program kegiatan MIPI yang rutin menggelar kegiatan mingguan dengan tema-tema bahasan bidang ilmu pemerintahaan di Indonesia.

"Media Indonews.id mendukung program kegiatan MIPI yang melaksanakan Webinar setiap minggunya. Dimana kegiatan ini dirasakan manfaatnya bagi anggota MIPI di seluruh Indonesia dan juga masyarakat Indonesia pada umumnya," kata Anggota Tim Publikasi dan Media MIPI itu di Jakarta, Sabtu (24/7/21).

Artikel Terkait