Nasional

Senator Filep Desak Presiden Bentuk Tim Khusus Selidiki Operasi Militer di Intan Jaya

Oleh : Mancik - Rabu, 25/08/2021 22:43 WIB

Wakil Ketua Komite I DPD RI, Filep Wamafma.(Foto:Istimewa)

Jakarta, INDONEWS.ID - Wakil Ketua I Komite I DPD RI, Filep Wamafma, mendesak pemerintah menindaklanjuti dan mengusut tuntas dugaan adanya agenda terselubung dibalik operasi militer yang dilakukan di wilayah Intan Jaya, Papua.

Masalah operasi militer di Intan Jaya ini mencuat ke publik setelah ada kajian yang dilakukan sejumlah LSM yang selama ini konsen dengan masalah sosial dan Hak Asasi Manusia di Papua. Salah satunya yang dibahas di kanal Youtube Haris Azhar dengan judul “Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi - Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal Bin Juga Ada!! yang di upload pada 20/8/2021 yang lalu.

Pembahasan tersebut menyebut sederet nama pejabat penting negara termasuk Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dalam dugaan upaya penguasaan emas di Blok Wabu, Intan Jaya.

Menanggapi hal ini, Filep Wamafma mengatakan, Presiden Jokowi selaku panglima tertinggi, seharusnya mengetahui persoalan ini karena sifatnya mendasar dan krusial. Sehingga muncul pertanyaan apakah temuan tersebut juga berkontribusi pada kegagalan Otsus Jilid 1.

Ia berharap, persoalan tersebut segera terurai dengan jelas agar cita-cita membangun kesejahteraan masyarakat Papua diantaranya melalui Otsus dapat terwujud.

“Rakyat Papua membutuhkan ketegasan Presiden. Temuan-temuan dari berbagai LSM harus ditindaklanjuti, minimal dengan membentuk Satgas. Apakah Otsus Jilid 1 gagal karena permainan operasi militer namun berkedok investasi? Kita semua harus mencari benang merah ini supaya Otsus Jilid 2 tidak dihantui oleh operasi militer dan mengulangi kegagalan yang sama”, ujar Filep.

Ia juga melihat data mencurigakan terkait tingginya biaya keamanan di Papua yang terus digelontorkan oleh pemerintah.

“Kita juga menaruh curiga terkait permainan dana Otsus. Biaya keamanan itu termasuk paling tinggi. Jangan – jangan operasi militer diadakan juga hanya karena tidak ingin dana tersebut terhenti. Disamping diduga agenda-agenda lainnya," tegas senator yang juga akademisi ini.

Filep menegaskan, fokus persoalan tersebut tentu berdampak langsung kepada masyarakat Papua, terkait dengan hak-hak masyarakat asli Papua yang terancam apabila temuan tersebut benar.

Karena itu, temuan ini menyisakan pertanyaan apakah operasi-operasi militer yang dilakukan di Papua, murni disebabkan oleh gangguan keamanan, ketertiban, dan gerakan pro kemerdekaan? Atau berbagai operasi militer tersebut sarat kepentingan investasi?

Yang pasti, keberadaan militer dan peristiwa-peristiwa di Papua telah menyebabkan rasa traumatis bagi masyarakat.

“Saya tidak ingin menunjuk siapa yang berada di balik ini semua. Entah pajabat entah bukan pejabat, yang jelas temuan di atas harus ditindaklanjuti. Bila perlu, Komnas HAM ikut turun tangan untuk menguraikan, kejahatan HAM di balik investasi dan operasi militer. Kalau sampai temuan itu benar, mau dibawa ke mana wibawa Pemerintah dalam hal ini Presiden? Karena sudah puluhan tahun berjalan.” tegasnya dengan nada geram.

Sebelumnya, rilis para peneliti dari YLBHI, Pusaka Bentala Rakyat, LBH Papua, WALHI Papua, WALHI Eksekutif Nasional, KontraS, Greenpeace Indonesia, Trend Asia, dan JATAM, menemukan indikasi adanya hubungan antara operasi militer di Papua dengan konsesi perusahaan tambang di sana.

Studi kasus Intan Jaya dengan pendekatan ekonomi-politik akhirnya menegaskan bahwa oligarki sedang bertumbuh di Papua.

Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dalam YouTube Haris Azhar pada Jumat (20/8) menyebutkan, beberapa nama pejabat di perusahaan-perusahaan yang terlibat.

“Ada sejumlah nama-nama purnawirawan Jenderal TNI (AD) dan beberapa elit di setiap perusahaan ada Lord Luhut (Luhut Binsar Panjaitan Menkomarvest), Hinsa Siburian, dan Paulus Prananto lalu ada beberapa purnawirawan Polisi, TNI,” ucapnya.

Selain itu, Fatia mengatakan dari selain Luhut, Hinsa dan Paulus juga terdapat pejabat lain, seperti Muhammad Munir anggota penasehat Badan Intelijen Negara (BIN) ada di perusahaan di Mind ID, Purn TNI Agus Surya Bakti di PT Antam.

"Di PT Antam ada Purn TNI Agus Surya Bakti, Komjen Pol Bambang Sunar Wibowo jadi di Antam itu di isi oleh purnawirawan jadi komisarisnya. Selain itu ada Letjen Purn Doni Munardo, dan Muh Munir (MIND.ID),” jelasnya.

Ia menambahkan, pemilik konsensi pengelola tambang emas di Intan Jaya, Papua merupakan tim pemenangan Pilpres 2014 untuk Presiden Jokowi. Menurut Fatia, dari bisnis militer lalu ditarik dari konsesi-konsesi terdapat 3 perusahan besar di sana yaitu PTFI, Toba Sejahtera, Mind Id.

“Lord Luhut sudah jelas atau dikatakan Bravo 5, ya itu tadi. Apakah itu sebagai hadiah diberi gunung emas, atau bisa jadi, itu sumber dana pemenangan Jokowi. Jadi kalau ditarik mereka tim pemenangan Jokowi 2014-2015,” ujarnya.

"Jadi, dari PT Toba Sejahtera Group ada beberapa perusahaan masuk ke MIND ID. Kemudian, ada PT Tobacom Del Mandiri (TDM) anak perusahaan PT Toba Sejahtera Group, Presiden Direktur PT Tobacom itu adalah Purnawirawan TNI Paulus Prananto. Dan, PT Toba Sejahtera Grup ini juga kita tahu sahamnya dimiliki oleh pejabat kita namanya Luhut Binsar Panjaitan, Lord Luhut jadi Luhut bisa bermain dalam pertambangan yang terjadi di Papua," ujarnya.

Artikel Terkait