Opini

Mengapa Harus Asesmen?

Oleh : indonews - Kamis, 02/09/2021 14:38 WIB

Pemerhati masalah sosial dan politik, Sil Joni.(Foto:Istimewa)

INDONEWS.ID - Hari ini, Kamis (2/9/2021) program Simulasi Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK), mulai dilaksanakan di SMK Stella Maris. Beberapa perwakilan siswa kelas X dan XI telah dipilih oleh pihak Kementerian untuk mengikuti program tersebut.

Tulisan ini tidak dimaksudkan untuk mendeskripsikan suasana pelaksanaan ANBK di SMK Stella Maris. Tetapi, saya coba membedah mengapa diksi evaluasi tidak digunakan lagi. Hal substansial apa yang hendak dicapai ketika istilah asesmen dipakai dalam menilai proses pembelajaran di sekolah saat ini?

Seperti yang kita ketahui bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengintroduksi sebuah terminologi (yang relatif baru) tenang instrumen penilaian terhadap proses pembelajaran di sekolah. Sebelumnya, istilah `evaluasi` lebih familier dan kerap digunakan dalam setiap penyelenggaraan ujian di lembaga pendidikan formal.

Untuk itu, penelusuran kandungan semantik dari term asemen dan evaluasi, sangat relevan dan urgen. Dengan mengetahui perbedaan nuansa maknanya, kita mendapat alasan yang rasional di balik pergantian istilah itu.

Secara leksikal (definisi menurut kamus-KBBI), asesmen merupakan proses pengungkapan dan pemahaman permasalahan, kebutuhan, dan potensi klien serta sumber yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan klien. Sedangkan kata evaluasi berarti penilaian akhir. Fokus perhatiannya adalah hasil akhir yang dicapai.

Menurut Kizlik (2012), mengetahui perbedaan makna dari dua kata itu merupakan hal yang fundamental untuk dipahami oleh seorang guru profesional dalam melakukan pembelajaran yang efektif. Baginya, asesmen adalah upaya perolehan informasi untuk mengamati proses yang sedang berlangsung. Upaya ini bertujuan juga untuk meningkatkan kualitas sebuah proses, dalam hal ini proses pembelajaran.

Sedangkan, evaluasi adalah upaya perolehan informasi untuk mengetahui seberapa jauh tujuan dari sebuah proses telah tercapai (Kizlik, 2012 ; Shurbi, 2016). Titik tekan dari evaluasi itu bukan untuk mengetahui sisi plus minus sebuah proses, tetapi hanya berfokus pada pengukuran tujuan akhir dari keseluruhan proses.

Kita coba menjabarkan perbedaan arti semantik di atas untuk konteks pembelajaran di kelas. Menurut Stiggins (1994), asesmen merupakan penilaian terhadap tiga komponen pembelajaran, yaitu proses, kemajuan (progress), dan hasil (outcome).

Proses asesmen dapat membantu guru memonitor siswa secara kronologis dalam pembelajaran sehingga proses asesmen ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembelajaran itu sendiri (Wiggins, 1984 ; Popham, 1995). Jadi, asesmen merupakan penilaian terhadap suatu proses pembelajaran secara utuh, tanpa mengabaikan hasil dari prosesnya.

Sedangkan, evaluasi menurut Cronbach (dalam Harris, 1985) merupakan sebuah pemeriksaan terhadap akibat-akibat dari dilaksanakannya suatu program. Lebih lanjut, dalam hal pembelajaran dan tujuannya, evaluasi merupakan proses untuk menentukan sampai sejauh mana tujuan-tujuan pengajaran telah dicapai dan membuat keputusan selanjutnya (Purwanto, 2002).

Jadi, dalam evaluasi, akibat atau hasil dari suatu program adalah hal lebih awal dilihat untuk kemudian menelusuri proses-proses yang telah terjadi. Terdapat juga standar yang ditentukan untuk dibandingkan dengan realita yang diukur dalam evaluasi.

Dari penjelasan di atas, kita bisa menemukan titik perbedaan antara Asesmen dan evaluasi serta mengapa kegiatan Asesmen dipandang tepat untuk memperbaiki kualitas pembelajaran. Dari sisi waktu, asesmen dilakukan selama proses berlangsung dan langsung melakukan improvisasi jika diperlukan, sedangkan evaluasi dilakukan di akhir proses untuk melihat sejauh mana hasil dan tujuan telah tercapai berdasarkan standar yang telah ditentukan di awal.

Selain itu, berdasarkan fokus pengukurannya, asesmen berfokus mengukur kualitas proses, sedangkan evaluasi berfokus mengukur kualitas hasil dari suatu proses.

Sedangkan dari segi tujuan dan kegunaan, asesmen dilakukan untuk melakukan diagnosa terhadap proses yang sedang berlangsung, sedangkan evaluasi dilakukan untuk memberikan penghakiman (judgement) terhadap proses yang telah selesai.

Tegasnya, dalam bidang pembelajaran, asesmen memiliki cakupan sebatas pada kompetensi siswa beserta perbaikan pembelajaran. Prosesnya lebih berpihak pada siswa. Siswa dapat merefleksikan kelemahan dan kelebihannya dalam belajar. Sedangkan, evaluasi memiliki cakupan yang lebih luas hingga ranah manajemen pendidikan. Prosesnya berpihak pada kepentingan evaluator (Stiggins, 1994 ; Yulaelawati, 2004).

Sampai di sini, rasanya pertanyaan dalam judul tulisan ini telah terjawab. Jika tujuannya adalah perbaikan kualitas proses yang berbasis pada kompetensi siswa, maka kegiatan Asesmen lebih efektif ketimbang evaluasi.

Dalam dan melalui Asesmen, kita bisa mendiagnosa pelbagai kekurangan dalam proses pembelajaran dan dapat memberikan solusi yang efektif. Dengan itu, proses pembelajaran bisa berubah atau diperbaiki berdasarkan hasil asesmen tersebut.

Sangat tepat jika di SMK Stella Maris siswa kelas X dan XI yang mengikuti Asesmen Nasional tahun ini. Mengapa? Seperti yang diuraikan sebelumnya, tujuan dari asesmen ini bukan untuk mengukur seberapa jauh hasil dari proses pembelajaran selama 3 tahun, tetapi untuk mendapatkan data dan informasi terkait dengan kekurangan siswa untuk segera diperbaiki dalam proses pembelajaran selanjutnya.

Saya kira, dengan diperkenalkannya metode asesmen dalam proses pembelajaran, perhatian terhadap peningkatan kualitas kecakapan siswa semakin intensif. Ada semacam perubahan paradigma dalam mengukur prestasi akademik siswa. Kita tidak lagi menjadikan Ujian Akhir sebagai patokan, tetapi seberapa jauh perubahan proses pembelajaran berdasarkan hasil Asesmen yang reguler dan terukur dalam membantu siswa menguasai kompetensi tertentu.

*Penulis adalah pemerhati masalah sosial dan politik.

Artikel Terkait