Nasional

Proyek Mandalika Dinilai Penuh dengan Intimidasi dan Perampasan HAM Masyarakat

Oleh : very - Minggu, 05/09/2021 10:26 WIB

Warga seputar proyek strategis nasional Mandalika melakukan protes terhadap pembangunan sirkuit tersebut. (Foto: Detik.com)

Jakarta, INDONEWS.ID -- Kepolisian Sektor Kuta menahan seorang warga Dusun Bungah, Desa Sengkol, Lombok Tengah, atas nama Sali pada Selasa (31/8). Penahanan ini dilakukan karena yang bersangkutan melakukan pengadangan terhadap kendaran proyek yang akan melakukan pengerjaan jalan Bypass Mandalika.

“Tindakan pihak kepolisian yang melakukan penahanan tentu tidak dapat dibenarkan. Sikap kepolisian menunjukkan bahwa ada upaya untuk membungkam aksi-aksi protes dari masyarakat yang masih bertahan di sekitar proyek pembangunan sirkuit mandalika,” demikian dikatakan Nabhan Aiqani, Peneliti Bisnis dan HAM SETARA Institute, seperti dikutip dari siaran pers Divisi Publikasi & Partisipasi Publik SETARA Institute, di Jakarta, Minggu (5/9).

Padahal lahan yang mereka perjuangkan merupakan tanah adat yang sudah turun temurun ditinggali jauh sebelum pihak ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation) mengklaim dan melaksanakan proyek pembangunan.

Sebelumnya, pada bulan Maret lalu, proyek Mandalika sejatinya sudah mendapat sorotan dari laporan pakar HAM PBB, Olivier De Schutter yang mendesak pemerintah agar menghormati HAM dan hukum dalam pelaksanaan proyek Mandalika.

Dalam laporan itu disebutkan bahwa proyek mandalika telah menimbulkan perampasan tanah yang agresif, penggusuran paksa terhadap Masyarakat Adat Sasak, dan intimidasi serta ancaman terhadap pembela hak asasi manusia.

Terkait dengan hal itu, SETARA Institute menyatakan perlu dilakukan uji tuntas ( Due Diligence ) terhadap penghormatan HAM masyarakat yang terdampak dari proyek Mandalika.

“Dampak sosial yang ditimbulkan terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi proyek harus dihormati dan di akomodir. Praktek pembangunan yang dilakukan mesti mengedepankan pendekatan humanis,” ujarnya.

Menurut SETARA, dalih kepentingan ekonomi nasional, tidak bisa menjadi alasan untuk membenarkan praktek pelanggaran HAM terhadap masyarakat. Begitupun kajian FPIC atau persetujuan dengan informasi awal tanpa paksaan dalam proses awal pelaksanaan proyek Mandalika harus ditinjau kembali.

Selain itu, kata SETARA, hak atas wilayah adat telah termasuk kedalam bagian yang diakui dalam konstitusi dan Undang-undang No.5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria serta  Peraturan Presiden No. 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria yang menjadi nawacita pemerintahan Joko Widodo.

“Hal ini akan kontraproduktif ketika masyarakat justru kehilangan lahan dan sumber penghidupan dari pelaksanaan program strategis nasional,” katanya. 

Karena itu, SETARA memerintahkan untuk hentikan mobilisasi aparat penegak hukum dengan tujuan pengamanan dan menjaga kondusivitas di sekitar proyek pembangunan Mandalika. Hal ini menunjukkan bahwa ada upaya paksa untuk membungkam aksi protes masyarakat.

“Upaya kriminalisasi yang dilakukan terhadap masyarakat sekitar proyek Mandalika yang selama ini terjadi sangat bertentangan dengan semangat penghormatan HAM dan intimidasi terhadap kebutuhan manusia untuk memperoleh rasa aman,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait