Opini

Demi Menghasilkan `Buah yang Matang` (Serpihan Refleksi dalam "Acara Sosialisasi Pengembangan SMK Pusat Keunggulan" Tingkat SMK Stella Maris)

Oleh : indonews - Senin, 06/09/2021 19:32 WIB

Staf Pengajar SMK Stella Maris Labuan Bajo, Sil Joni.(Foto:Istimewa)

Oleh: Sil Joni*

INDONEWS.ID - Tulisan ini adalah hasil permenungan atau lebih tepat `sintesis kreatif` atas presentasi materi Sosialisasi dan Koordinasi Pengembangan SMK Pusat Keunggulan (PK) dari Kepala SMK Stella Maris, Rm. Kornelis Hardin, Pr hari ini, Senin (6/9/2021). Materi itu dikonstruksi secara sistematis-logis dan kaya gagasan. Sebelum masuk ke detail arah program pengembangan SMK PK, pemateri coba membuat semacam `sketsa ringkas` terkait dengan tantangan yang dihadapi oleh SMK selama ini.

Sejumlah problem berhasil didiagnosis dengan baik dalam paper itu. Pertama, SMK masih kesulitan untuk menjawab atau memenuhi tuntutan dunia kerja dan industri. Hal itu terlihat dari minimnya keterserapan lulusan SMK dalam lapangan pekerjaan profesional. Akibatnya adalah SMK dinilai sebagai lembaga `penyuplai pengangguran terbanyak` di Indonesia.

Kedua, kompetensi profesional Kepala Sekolah dan para guru, relatif belum memuaskan. Rendahnya tingkat kompetensi tersebut berimplikasi pada stagnasi kualitas proses pembelajaran di sekolah.

Ketiga, SMK belum secara optimal membangun kerja sama sinergis dengan pelbagai pemangku kepentingan seperti orang tua, masyarakat, pemerintah, dan terutama pihak dunia usaha dan industri (DUDI).

Keempat, desain dan implementasi pengintegrasian dan penyelarasan kurikulum dengan pihak DUDI belum berjalan efektif. Efeknya adalah ada semacam `diskoneksitas` antara apa yang dipelajari di SMK dengan apa yang dibutuhkan oleh DUDI. Dengan perkataan lain, konsep link and match dalam praksis pembelajaran di SMK belum termanifestasi secara maksimal.

Kelima, kebanyakan SMK di Indonesia belum dilengkapi dengan fasilitas atau sarana dan pra-sarana yang bersifat standar. Kekurangan infrastruktur penopang tentu berimbas pada minimnya tingkat kreativitas, produktivitas dan daya inovasi.

Keenam, penerapan manajemen yang terlalu berfokus pada tuntutan administrasi. Para pemangku kepentingan di SMK masih dibebani oleh pelbagai urusan administrasi yang kurang terlalu relevan dalam upaya mendongkrak mutu SMK.

Kondisi SMK yang `babak belur` akibat ditindih oleh pelbagai isu klasik di atas, mendorong para pengambil kebijakan untuk mencari solusi alternatif yang efektif. Seruan dan komitmen untuk `membenahi SMK` semakin mendesak saat ini.

Merespons kenyataan buram tersebut, Pemerintah Pusat (Pempus) melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menelurkan paket program sebagai bentuk intervensi dalam meningkatkan kualitas SMK. Sependek ingatan saya, perhatian Pempus itu diawali dengan penerapan program penguatan atau revitalisasi SMK. Dalam program ini, Pempus menggelontorkan dana yang banyak untuk pembangunan sarana dan prasarana vital di SMK.

Selanjutnya, Kemendikbud memperkenalkan program Center of Excellence (COE) guna memberdayakan potensi vokasional dalam tubuh SMK itu sendiri. Titik tekannya adalah pendidikan di SMK harus bersifat produktif, berorientasi wirausaha, mandiri, dan tersambung dengan tuntutan DUDI.

Pengembangan SMK terus mengalami transformasi. Pada tahun 2021 ini, program SMK Pusat Keunggulan mulai diterapkan. Visi dasarnya tetap sama yaitu lulusan SMK harus terserap di dunia usaha. Selain itu, diharapkan SMK PK bisa menjadi `pengimbas atau penggerak` untuk kinerja SMK yang lain.

Untuk mewujudkan visi tersebut, upaya `penyelarasan` dengan dunia kerja nyata, menjadi sebuah keharusan. Pertama-tama, kurikulum di SMK harus `dirancang dan digodok secara bersama dengan pihak DUDI. Aspek perbaikan mutu soft skill, hard skill dan pengembangan karakter Pancasila menjadi perhatian utama. Untuk itu, pembelajaran berbasis proyek (project based learning) mesti manjadi preferensi primer.

Sejalan dengan itu, peran guru dan para profesional dalam DUDI harus ditingkatkan. SMK mesti memberi ruang kepada para `ahli di bidangnya` untuk berbagi ilmu dan keterampilan di sekolah. Program magang untuk guru-guru vokasi (kejuruan) tidak boleh diabaikan. Akses untuk mengikuti pelatihan oleh instruktur berpengalaman harus terbuka lebar.

Hal lain yang tidak kalah penting adalah pelaksanaan kerja lapangan (PKL), minimal 6 bulan atau 1 semester. Metode teaching factory berbasis kasus konkret terus dikembangkan secara kreatif. Tegasnya, SMK mesti menjadi `kawah candradimuka` pencetak insan muda yang kreatif, inovatif, produktif, bermental wirausaha dan berkarakter. Dengan kompetensi semacam itu, pihak DUDI tentu tidak ragu lagu untuk `memakai lulusan SMK` menjadi pekerja profesional atau karyawan di perusahaan mereka.

Untuk diketahui bahwa program Akomodasi Perhotelan (hospitality) menjadi program pertama yang mengikuti pengembangan SMK PK tingkat SMK Stellla Maris tahun ini. Secara spesifik, arah program pengembangan SMK PK, tentu saja disesuaikan dengan visi dasar dari program keahlian tersebut.

Kendati demikian, dalam tahap implementasinya, saya kira relatif tidak terlalu melenceng dari visi pokok SMK PK pada umumnya. Aspek penguatan kompetensi siswa dalam bidang hospitality yang sesuai dengan standar dunia kerja tetap menjadi pusat perhatian.

Selain itu, pengembangan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, penguatan belajar (praktikum) yang berstandar dunia kerja, manajemen sekolah berbasis data dan penggunaan paltform teknologi digital, juga mendapat perhatian yang serius.

Tentu, tidak boleh lupa bahwa sinergi antara Pempus dan Pemerintah daerah (Pemda) serta proses pendampingan yang reguler dari pihak Perguruan Tinggi (PT) merupakan unsur yang sangat menentukan dalam menyukseskan program ini. Politeknik Negeri Bali (PNB) menjadi PT pendamping untuk SMK Stella Maris dalam menerapkan SMK PK ini.

Pemotretan masalah, rumusan solusi, penjabaran visi SMK PK dan konkretisasi pengembangkan SMK PK program Hospitality di SMK Stella Maris, tentu bermuara pada terciptanya lulusan SMK yang unggul baik dari sisi keilmuan dan keterampilan, maupun karakter dan moralitas.

Dalam dan melalui program SMK PK ini, keinginan DUDI untuk `mendapatkan buah tamatan yang matang`, bisa terwujud. Jadi, SMK PK merupakan `sarana ideal` untuk menghasilkan lulusan yang `siap pakai`. SMK mesti menjadi lahan yang subur tempat di mana pohon akademik bisa menghasilkan buah yang lezat untuk disantap.

Kepala sekolah dan para guru mesti menjadi `penggarap lahan` yang telaten dan kreatif. Kita mempunyai tanggung jawab moral untuk memberikan siraman dan pupuk pengetahuan yang bermutu terhadap benih lulusan yang lahir dari sebuah SMK. Pohon yang bertumbuh subur di SMK, pada saatnya akan menghasilkan buah yang matang.

Ingat bahwa DUDI pasti menginginkan `buah yang matang` itu. Mereka tidak rugi dengan memanfaatkan `buah yang setengah matang` apalagi buah yang busuk.

Selamat dan profisiat kepada SMK Stella Maris atas pencapainnya dalam mengikuti program SMK PK ini. Predikat SMK PK menuntut sebuah pertanggungjawaban sosial. Kita mesti tunjukkan bahwa Pempus tidak salah memberi kepercayaan kepada SMK Stella Maris. SMK Bisa. SMK Hebat. SMK Stella Maris untuk Manggarai Barat.

*Penulis adalah staf pengajar SMK Stella Maris.

Artikel Terkait