Opini

Merdeka Belajar, Guru Penggerak, dan Profil Pelajar Pancasila

Oleh : indonews - Kamis, 09/09/2021 18:31 WIB

Staf pengajar SMK Stella Maris Labuan Bajo, Sil Joni.(Foto:Istimewa)

Oleh: Sil Joni*

INDONEWS.ID - Pelbagai terminus konseptual dan teknis `mengalir bebas` dalam ruang diskursus tentang pendidikan formal. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru, Nadiem A. Makarim berhasil mengkreasi dan mengintroduksi beberapa program brilian ke dalam medan praksis pendidikan di tanah air.

Tiga di antaranya adalah konsep Merdeka Belajar, Program Guru Penggerak, dan Profil Pelajar Pancasila. Kebetulan, SMK Stella Maris tempat di mana saya mengabdi sedang berjuang untuk menjabarkan tiga konsep besar itu dalam mewujudkan ideal luhur, menjadi SMK Pusat Keunggulan dengan peningkatan mutu lulusan menjadi fokus perhatian.

Sebagian refleksi ini, tentu saja terinspirasi oleh aneka dinamika pelaksanaan tiga program baru itu. Namun, segala kekurangan dalam tulisan ini, menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya.

Saya kira, intensi dan motivasi diperkenalkannya ketiga konsep itu, tidak terlepas dari kian buramnya potret pendidikan saat ini.
Pihak Kemendikbud tentu `tidak tinggal diam` dalam merespons fakta tersebut. Setelah akar soal atau penyebab rendahnya mutu pendidikan berhasil didiagnosis, maka sebagai solusinya, beberapa paket program dan konsep yang bersifat inovatif dan konstruktif coba diterapkan.

Harus diakui bahwa peran guru dalam proses pendidikan formal di sekolah kemungkinan sulit `tergeser`. Kendati peradaban dan teknologi pembelajaran berkembang sangat pesat, kehadiran guru masih sangat menentukan dalam aktus pemanusiaan manusia muda.

Dengan demikian, rasanya tidak terlalu berlebihan jika guru, meski bukan satu-satunya, menjadi kelompok yang bisa dihubungkan dengan fenomen rendahnya kualitas pendidikan di tanah air. Sisi kompetensi dan profesionalisme guru mau tidak mau `dikaji kembali` ketika program peningkatan mutu pendidikan diterapkan oleh pemerintah.

Karena itu, peningkatan kualitas pendidikan yang dilakukan oleh pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak hanya berfokus pada peningkatan hasil belajar murid saja. Program itu harus menyasar juga ke upaya meningkatkan kompetensi guru. Salah satu program yang digulirkan oleh Kemendikbud saat ini adalah Program guru Penggerak (PGP).

Guru penggerak adalah pemimpin pembelajaran yang menerapkan merdeka belajar dan menggerakkan seluruh ekosistem pendidikan untuk mewujudkan pendidikan yang berpusat pada murid (student center learning). Guru penggerak menggerakkan komunitas belajar bagi guru di sekolahnya dan wilayahnya, serta mengembangkan program kepemimpinan murid untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila.

Tetapi, sebelumnya Mendikbud, Nadiem Anwar Makarim, telah mengemukakan konsep kurikulum baru pada akhir tahun 2019. Konsep yang diberi nama ‘Merdeka Belajar’ itu diyakini menjadi solusi untuk reformasi sistem pendidikan Indonesia. Melalui Merdeka Belajar, siswa diharapkan menjadi seorang yang mandiri, berani, pintar bersosialisasi, sopan, beradab, dan berkompetensi.

Konsep Merdeka Belajar mengubah sistem pengajaran yang biasanya terpaku di dalam kelas. Kini, guru dapat memasukkan instrumen lain di luar kelas sebagai bahan ajar seperti observasi lingkungan maupun pencarian daring. Keaktifan siswa dalam mencari ilmu baru dari sumber yang semakin beragam diharapkan dapat meningkatkan kualitas siswa.

Peningkatan kualitas siswa tentunya diiringi peningkatan kualitas tenaga pendidik. Rasanya tepat sekali, jika Merdeka Belajar berada satu paket dengan Guru Penggerak. Motto ‘Merdeka Belajar, Guru Penggerak’, menjadi semacam kristalisasi ketakterpisahan antara konsep Merdeka Belajar dengan Guru Penggerak itu.

Dalam motto itu, tersirat sebuah imperasi etis soal keharusan inisiatif guru sebagai tangan pertama pemberi materi dan contoh bagi murid. Menurut Pak Nadiem, pembelajaran tidak akan pernah terjadi jika dalam prosesnya tidak ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada oleh guru dalam kompetensi di level apa pun.

Oleh karena itu, tepatnya pada tanggal 3 Juli 2020, Kemendikbud meluncurkan PGP sebagai rangkaian Merdeka Belajar. Guru Penggerak merupakan suatu program pelatihan, identifikasi, atau pembibitan calon pemimpin-pemimpin pendidikan Indonesia di masa depan. Program ini bertujuan untuk mencari agen-agen perubahan yang di masa depan akan memberikan dampak besar bagi institusi pendidikan guna melahirkan generasi penerus unggul Indonesia. Program ini sangat penting dan diharapkan sukses agar masa depan unit pendidikan Indonesia dapat terjaga.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, ketika kita ingin meningkatkan kualitas siswa maka kita juga harus meningkatkan kualitas tenaga pendidiknya. Tenaga pendidik atau guru menjadi ujung tombak kegiatan belajar mengajar. PGP dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kemampuan para guru demi memenuhi konsep kurikulum Merdeka Belajar.

Selanjutnya, konsep Merdeka Belajar berkaitan dengan Profil Pelajar Pancasila. Dalam dan melalui "Merdeka Belajar", siswa yang berprofil Pancasila, bisa terwujud. Ada enam aspek dari Profil Pelajar Pancasila yang harus dimiliki oleh siswa dan guru guna mencapai tujuan Merdeka Belajar, yaitu: 1) Beriman, Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia, 2) Kreatif, 3) Gotong Royong, 4) Berkebhinekaan Global, 5) Bernalar Kritis, 6) Mandiri.

Keenam komponen Profil Pelajar Pancasila itu bisa diintegrasikan dalam setiap proses pembelajaran di sekolah. Bahkan, dalam kurikulum terbaru, Profil Pelajar Pancasila (PPP) menjadi salah satu mata pelajaran tersendiri.

Sosialisasi dan internalisasi Profil Pelajar Pancasila ini, hemat saya dilatari oleh fakta lulusan yang relatif tak punya kepribadian yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Karena itu, dalam Merdeka Belajar, guru mesti kreatif merangsang anak untuk menghayati karakter yang berpedoman pada PPP itu. Dengan itu, institusi pendidikan tidak hanya menghasilkan lulusan yang `berintelektual dan berkompeten`, tetapi juga insan yang berkarakter mulia.

Sampai pada titik ini, bisa dipastikan bahwa peran "Guru Penggerak` dalam skema kurikulum "Merdeka Belajar" dan penjabaran Profil Pelajar Pancasila, begitu vital dan strategis. Untuk itu, sudah sepantasnya mereka yang direkrut menjadi "Guru Penggerak", harus bisa `tampil beda` dengan guru non-penggerak. Mereka mesti memiliki sejumlah kelebihan yang tidak dipunyai oleh guru biasa.

Menurut Pak Nadiem perbedaan peran guru yang telah ada sekarang dan Guru Penggerak secara sekilas, tidak begitu signifikan. Tetapi ada batasan yang jelas bahwa Guru Penggerak dituntut memiliki kapabilitas yang lebih dari guru pada umumnya. Seorang Guru Penggerak harus mempunyai karakteristik sebagai guru yang baik, namun guru yang baik belum tentu adalah seorang Guru Penggerak.

Lebih jauh, menurut Nadhim, guru yang baik adalah guru dengan kinerja baik tetapi itu berlaku di dalam kelas saja. Mereka mampu meningkatkan prestasi muridnya, mengajar dengan kreatif dan inovatif, serta mengembangkan kompetensi dirinya. Sedangkan peran Guru Penggerak tak hanya sebatas sukses dalam mengurus kelas yang diampunya. Selain menjadi guru yang baik, Guru Penggerak juga harus memiliki kemauan untuk memimpin, berinovasi, melakukan perubahan.

Setidaknya, dengan `kemampuan lebih` itu, seorang Guru Penggerak bisa memainkan perannya dengan optimal. Pertama, mendorong peningkatan prestasi akademik murid. Sebetulnya, peran ini merupakan peran yang dimiliki oleh kedua jenis guru, baik itu Guru Penggerak maupun guru dengan definisi baik. Peran mendorong peningkatan prestasi akademik murid selaras dengan tujuan Merdeka Belajar yaitu menciptakan generasi hebat di masa yang akan datang. Peran ini juga sesuai dengan aspek Profil Pelajar Pancasila yang mengharuskan siswa untuk bernalar kritis dan berakhlak mulia agar prestasi akademiknya meningkat.

Kedua, mengajar dengan kreatif. Guru yang baik mampu menemukan metode yang tepat dalam penyampaian materi belajar, begitu juga Guru Penggerak. Terkadang siswa merasa jenuh ketika bahan ajar yang dijelaskan guru hanya disampaikan dengan metode tradisional semacam penyalinan buku teks. Melalui pengajaran dengan metode yang kreatif, guru secara tidak langsung telah memberi contoh kepada siswa untuk selalu berinovasi dalam mencari ilmu.

Ketiga, mengembangkan diri secara aktif. Mengembangkan diri secara aktif tak hanya menjadi sebuah keharusan untuk siswa, tetapi berlaku juga untuk Guru Penggerak maupun guru dengan definisi baik. Mengembangkan diri secara aktif berarti selalu berinovasi serta mampu berusaha sendiri dalam meningkatkan kemampuan yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan salah satu aspek Profil Pelajar Pancasila yaitu mandiri.

Keempat, mendorong tumbuh kembang murid secara holistik. Mulai dari poin ke-4 hingga ke-6 adalah peran yang hanya dimiliki oleh Guru Penggerak. Mereka mendorong tumbuh kembang murid secara holistik mengikuti seluruh aspek Profil Pelajar Pancasila, bukan hanya di kelasnya tetapi juga di kelas lain. Guru Penggerak tidak terpaku dengan kurikulum yang ditentukan. Mereka juga melihat standar pencapaian Profil Pelajar Pancasila dan mencocokkan dengan metode pengajarannya.

Kelima, menjadi pelatih (coach/mentor) bagi guru lain untuk pembelajaran yang berpusat pada murid. Guru Penggerak memiliki program untuk melatih potensi mentorship dan kepemimpinan mereka untuk mampu membantu guru-guru lain. Guru Penggerak memiliki tempat pelatihannya berbentuk sekolah, sehingga para guru yang lulus baru bisa menjadi Guru Penggerak. Jalur karier dari Guru Penggerak yaitu menjadi kepala sekolah, pengawas sekolah, serta instruktur pelatihan guru. Ketiga posisi tersebut membutuhkan skill kepemimpinan yang tinggi.

Guru Penggerak diharapkan mampu untuk melakukan perubahan di masing-masing institusi pendidikan mereka. Dalam mewujudkannya, Kemendikbud akan berkolaborasi dengan semua kepala dinas dan pemerintah daerah untuk memastikan hal ini terjadi, sehingga peran Guru Penggerak dapat mencakup seluruh wilayah Indonesia.

Keenam, menjadi teladan dan agen transformasi bagi ekosistem pendidikan. Perbedaan yang mendasar dari guru pada umumnya dan Guru Penggerak yaitu besaran dampak yang dibuat. Guru Penggerak diharapkan menjadi teladan dan agen perubahan di dalam ekosistem pendidikan. Mereka harus mempunyai dampak lain selain perubahan positif di kelasnya sendiri. Guru Penggerak harus memberikan dampak kepada guru-guru lain serta dampak kepada sekolahnya. Mereka layaknya lilin/obor perubahan di masing-masing unit pendidikannya, bahkan di luar unit pendidikannya.

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan Merdeka Belajar adalah mengarahkan siswa untuk menjadi seorang yang mandiri, berani, pintar bersosialisasi, sopan, beradab, dan berkompetensi. Tentu, tujuan tersebut, tidak mungkin terlaksana begitu saja tanpa `bantuan profesional` dari para guru. Kualifikasi sebagai Guru Penggerak menjadi garansi `perwujudan` cita-cita mulia tersebut.

Mengapa? Guru Penggerak mempunyai kapabilitas dalam `menggerakan` potensi siswa untuk menjadi lebih aktif dan kreatif. Dengan spirit kepemimpinan semacam itu, apa yang menjadi harapan bersama dalam hal peningkatan kualitas kompetensi siswa, bakal tercapai.

Hal senada dinyatakan secara tegas oleh Pak Nadiem. Bahwasannya sisi kepemimpinan adalah segala-galanya bagi masing-masing unit pendidikan kita. Tanpa kepemimpinan, masing-masing unit pendidikan yang kita miliki hanya terpaku pada penyelesaian tugas-tugas struktural saja. Guru Penggerak adalah pemimpin dalam upaya mentransformasi proses pembelajaran di sekolah.

Saya pernah menulis dalam artikel yang lain tentang `fase perubahan` yang dialami SMK Stella Maris yang kini sudah menyandang predikat SMK Pusat Keunggulan (PK). Untuk sampai pada level itu, implementasi konsep Merdeka Belajar dan menghadirkan "Guru Penggerak" serta penjabaran Profil Pelajar Pancasila pada tahap sebelumnya, menjadi acuan penilaian. Saya kira, SMK Stella Maris berjalan pada jalur yang benar (on the right track) sehinnga dipercayai untuk mengikuti program SMK PK.

*Penulis adalah staf pengajar SMK Stella Maris Labuan Bajo.

Artikel Terkait