Nasional

Menteri Tito Ungkap Tiga Tugas Penting BNPP dalam Pengelolaan Perbatasan Negara

Oleh : luska - Jum'at, 22/10/2021 07:50 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - Menteri Dalam Negeri selaku Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) mengungkapkan tiga tugas penting BNPP dalam pengelolaan perbatasan negara. Hal ini diungkapkan Menteri Tito usai melantik  Komisaris Jenderal Paulus Waterpauw sebagai Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan di Kantor BNPP, Jakarta Pusat, pada Kamis (21/10/2021). 

Sebagaimana diketahui Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang berbatasan dengan 10 negara tetangga, hal ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang mempunyai garis pantai terluas di dunia. Luasnya wilayah Indonesia juga membuat Indonesia memiliki masalah-masalah perbatasan baik perbatasan laut, darat, maupun udara.

BNPP merupakan badan koordinasi yang bekerja mengoordinasikan 27 Kementerian/Lembaga anggota dan Gubernur yang m xxemiliki wilayah perbatasan negara untuk menangani berbagai masalah di perbatasan tersebut. 

“Sehingga tugas BNPP adalah mengoordinasikan, karena saya paham ini tidak bisa dikerjakan sendiri, sekali lagi BNPP dibentuk karena maksud itu, untuk mengelola masalah perbatasan yang kompleks dan perlu mengintegrasikan kekuatan yang ada di Pemerintah Pusat maupun Pemda dengan desentralisasi otonomi daerah saat ini, baik di Provinsi, tingkat Kabupaten/Kota, Kecamatan, sampai ke tingkat Desa yang perlu dikoordinasikan,” kata Menteri Tito.

Menteri Tito mengatakan BNPP dibentuk dengan tiga tugas utama, *yang pertama* adalah untuk menjaga dan memperjelas daerah perbatasan baik darat, laut, maupun udara. Tugas ini bukanlah tugas yang ringan karena Indonesia memiliki sengketa perbatasan atau ketidakjelasan perbatasan. 

Berbicara mengenai perbatasan darat, masih ada beberapa segmen di perbatasan dengan negara Malaysia yang masih belum tuntas, begitu juga perbatasan darat dengan negara Timor Leste dimana masih ada beberapa segmen termasuk diantaranya masalah _Enclave_ yakni Oekusi juga perlu dibicarakan. Hal berbeda terjadi di perbatasan Indonesia dengan negara Papua Nugini, disana tidak ada sengketa mengenai segmen perbatasan darat, namun permasalahan lintas batas masih banyak terjadi seperti penggunaan jalan tidak resmi.

Sementara mengenai perbatasan laut, Menteri Tito berkaca pada kasus lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan. Hilangnya dua pulau tersebut karena dahulu belum ada BNPP, sehingga tidak jelas siapa yang mengelola. Akibatnya ketika dua pulau tersebut diklaim dan kemudian diajukan ke Mahkamah Internasional di Belanda, Indonesia mengalami kekalahan. 

“Bukan hanya soal dua pulau, tapi dua pulau itu menentukan batas kontinen, batas ZEE yang luas sekali 200 mil laut, hilang resmi laut kita yang menjadi hak untuk mengelola SDA di situ. Itu kira-kira kenapa pentingnya satu pulau kosong yang hanya merupakan batu, tetapi kemudian diambil oleh negara lain, berimplikasi pada batas kontinen yang menjadi batas wilayah negara dan batas ZEE untuk di laut,” sambungnya.

Berbicara mengenai perbatasan laut, salah satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan adalah menyelesaikan permasalahan laut terutama di Kepulauan Riau dalam hal ini wilayah Natuna yang pada beberapa waktu lalu diklaim oleh Tiongkok sebagai wilayah yang masuk dalam _Nine Dash Line_.

“Ini salah satu permasalahan yang memerlukan penyelesaian, entah penyelesaian dengan menjaga fisik atau melakukan diplomasi pembicara dengan Tiongkok yang melibatkan lintas instansi dengan koordinatornya BNPP seharusnya, ada Kemenlu, TNI AL khususnya, BIN, KKP, Kemenkumhan, ini harus dikoordinasikan jangan sampai kita kalah kira-kira begitu, ini tugas yang sangat besar BNPP,” lanjutnya.

Menteri Tito mengatakan pulau-pulau terluar juga harus dijaga dan diberi simbol Indonesia, untuk menunjukkan  eksistensi negara di pulau-pulau terluar sehingga nantinya tidak direbut oleh negara tetangga. Sementara itu BNPP juga harus menyelesaikan terkait dengan perbatasan udara Indonesia yang masih bermasalah dengan Singapura, karena wilayah udara Kepulauan Riau, Batam dan sekitarnya yang masuk wilayah Indonesia masih dikendalikan oleh Traffic Management Control Singapura.

Kemudian tugas *kedua* adalah pengelolaan pos lintas batas, disini peran BNPP adalah operasional bukan pembuat kebijakan, dengan mengoordinasikan beberapa instansi yang bekerja di Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Menteri Tito mengatakan Presiden Jokowi telah berpesan bahwa akan membangun sebanyak-banyaknya PLBN di masa jabatannya supaya lintas orang dan barang dapat dilakukan melalui PLBN resmi, sehingga nantinya tidak terjadi lagi penyelundupan orang dan barang secara tidak resmi.

PLBN yang sudah dibangun dan dikelola oleh BNPP juga akan dijadikan pusat atau kawasan ekonomi baru. Dengan adanya PLBN diharapkan kebutuhan masyarakat perbatasan dapat terpenuhi dari dalam negeri, selain itu targetnya Indonesia dapat melakukan ekspor produk ke negara tetangga dari perbatasan. Untuk itu BNPP diminta terus berkoordinasi dengan K/L anggota agar keinginan Presiden Jokowi mengubah wajah Indonesia di batas negara menjadi kenyataan.

“Ini tantangan Pak Restu (Sekretaris BNPP), makannya Pak Restu dan rekan-rekan di BNPP memikirkan skala prioritas, selain PLBN yang sudah ada 8 mau ke 24, itu timeline menuju 2024, PLBN mana lagi yang menjadi prioritas. Setelah itu diminta agresif melakukan koordinasi dengan PUPR yang punya anggaran, gimana caranya membuat ini menjadi prioritas mereka, beberapa yang pasti menunggu kita adalah Kemlu, kemudian dari Imigrasi Kemenkumham, kemudian dari Cukai dan yang paling utama adalah TNI, karena TNI ini makin banyak PLBN makin bagus. Perlintasan orang dan barang yang tidak resmi atau ilegal bisa jauh dikurangi,” sambungnya.

Tugas yang *ketiga* adalah pekerjaan yang paling berat yaitu keinginan Presiden Jokowi pemerataan pembangunan di Indonesia. Dalam hal ini BNPP harus membuat suatu program yang sistematis, dan betul-betul terencana dari tahun ke tahun untuk pembangunan perbatasan yang akan berorientasi pada Kecamatan Prioritas, Menteri Tito menuturkan BNPP tidak bisa membangun sehingga anggaran BNPP digunakan untuk koordinasi, melakukan pengecekan ke lapangan, kemudian mengoordinasikan pusat dan daerah dengan melihat potensi masing-masing Kecamatan. 

Koordinasi harus dilakukan untuk mengetahui porsi Pemerintah Pusat, Pemda, Provinsi, dalam program pembangunan Kecamatan Prioritas. Hingga tahun 2024 terdapat 222 Kecamatan Lokpri yang sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas).

“Ini pekerjaan yang cukup kompleks yang menjadi tanggung  jawab kita semua, selaku Kepala saya yang bertanggung jawab, lalu Pak Restu sebagai Sekretaris yang mengerjakan ini sehari-hari dan mudah-mudahan dengan kehadiran Bapak Paulus (Deputi BNPP), teman-teman tenaga ahli dan lain-lain, semua yang senior-senior tolonglah jangan bekerja hanya sebagai rutinitas saja, masuk kantor, ngurusin ini selesai, tapi kita berusaha untuk berbuat maksimal untuk tiga hal itu yang merupakan perintah amanat UU, Perpres maupun arahan Bapak Presiden kepada saya secara langsung,” pungkasnya.(Lka)


 

Artikel Terkait