Opini

Kompetensi yang Diharapkan DUDIKA untuk Lulusan SMK

Oleh : indonews - Sabtu, 23/10/2021 14:13 WIB

Pengawas Pembina SMK Stella Maris Labuan Bajo, Dorotheus Jamin.(Foto:Istimewa)

Oleh: Dorotheus Jamin

INDONEWS.ID - Tulisan ini merupakan perluasan materi yang yang saya presentasikan dalam kegiatan “Workshop Penyusuan Program Pembelajaran Berbasis Sekolah dan DUDIKA” di SMK Stella Maris pada tanggal 23-24 September 2021 yang lalu.

Sekedar untuk diketahui bahwa kegiatan Workshop itu merupakan salah satu rangkaian kegiatan berkenan dengan lolosnya sekolah itu menjadi salah satu SMK Pusat Keunggulan (Center of Excellence) di Manggarai Barat (Mabar).

Pertama-tama, saya patut mengucapkan selamat dan profisiat kepada Civitas Akademika SMK Stella Maris atas pencapaian sebagai SMK Pusat Keunggulan (PK) dan sekarang juga ditetapkan sebagai salah satu Sekolah Penggerak.

Salah satu tolok ukur keberhasilan SMK PK adalah keterserapan lulusan SMK oleh Dunia Usaha, Dunia Industri, dan Dunia Kerja (DUDIK). Proses pembelajaran di SMK harus betul-betul menjawab kebutuhan konkret di DUDIKA.

Karena itu, dalam refleksi ini, saya coba memetakan secara singkat dan padat kira-kira kompetensi apa yang sangat dibutuhkan oleh DUDIKA dari lulusan SMK saat ini. Komplain DUDIKA terhadap kompetensi lulusan SMK masih menyisahkan pekerjaan rumah yang cukup memerlukan perhatian bagi SMK.

Keluhan tentang kompetensi menjadi salah satu penyebab dari tidak terserapnya lulusan SMK di DUDIKA. Tidak terserapnya lulusan SMK tersebut bukan mutlak karena tidak adanya lapangan kerja, tetapi karena rendahnya komptensi lulusan. Tak bisa dibantah bahwa banyak lulusan SMK yang bekerja jauh dari yang mereka pelajari (tidak sesuai kompetensi).

Menurut Wibowo (2008) terdapat 3 hal yang menyebabkan ketidaksesuaian (mismatch) antara SMK dengan dunia usaha dunia industri dan dunia kerja(DUDIKA).

Pertama, tidak semua SMK mencetak lulusan yang adaptif dengan DUDIKA. Ini dikarenakan ketidaktersediaan fasilitas atau sarana prasarana praktek untuk masing-masing kompetensi keahlian.

Kedua, dari aspek tenaga pengajar. Banyak guru SMK yang belum memenuhi syarat sebagai tenaga pengajar untuk program keahlian yang diampuhnya. Kita bisa membuat kategori sebagai berikut.

Guru yang belum memiliki sertifikat kompetensi, ketinggalan dalam meng-update informasi perkembangan pengetahuan dan teknologi di bidang kompetensi keahlian. Efeknya adalah hanya menghasilkan lulusan tanpa kompetensi yang memadai.

Ketiga, program-program yang ditawarkan SMK saat ini belum efektif dan efisien. Masalah ini dapat dilihat dari kualitas lulusan yang belum menjawab tantangan DUDIKA. Di sisi lain, organisasi sekolah lebih banyak asyik pada masalah metode pembelajaran, kurang mencermati perkembangan yang ada di DUDIKA (Yudissuseno, 2007:17)

Program yang ditawarkan oleh SMK selama ini, umumnya mengacu pada kurikulum yang diperoleh dari pusat kurikulum (PUSKUR). Dengan adanya program kurikulum yang diperluas (broad based), maka SMK memiliki kewenangan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan DUDIKA dan masyarakat pengguna jasa lainnya.

Catatan ini disampaikan oleh kemendikbud ristek dalam program merdeka belajar yang ke-8 mengenai SMK Pusat Keunggulan (PK). Tekanannya adalah agar pihak sekolah terus menggali kebutuhan kompetensi DUDIKA dan siap berkolaborasi dengan DUDIKA.

Beberapa pertanyaan kritis yang layak diajukan adalah kompetensi yang bagaimanakah yang diharapkan oleh DUDIKA? Strategi pengembangan kurikulum yang bagaimanakah yang dapat memenuhi kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan DUDIKA?

Dusky V.US (1960) mendefinisikan kompetensi sebagai kemampuan individu yang menunjukkan kegiatan yang membanggakan di linkungannya, termasuk di dalamnya adalah kemampuan untuk menunjukkan kerja atau pekerjaan serta bisa mengambil keputusan.

Dari pendapat tersebut, dapat diambil satu pengertian bahwa kompetensi merupakan hal yang menonjol pada tindakan individu dilihat dari cara kerja, mengemukakan pendapat atau alasan dan dalam mengambil keputusan, yang semua itu menurut Manley dan Garbet (2000) dapat dilihat, diamati dan diukur dengan satuan pengukuran tertentu.

Intinya kompetensi adalah prilaku atau sejumlah tindakan yang dapat didemonstrasikan dan diselidiki serta diperkirakan. Karena dapat diamati dan diukur, maka kompetensi juga bisa dikembangkan dan dibentuk menjadi lebih tinggi.

Dengan kata lain, suatu kompetensi merupakan suatu hasil dari pengembangan yang nyata. Kompetensi adalah keterampilan yang dikembangkan dalam sebuah pola. Pada sisi lain, kompetensi juga merupakan satu penentu untuk mencapai keinginan atau harapan berkaitan dengan kemampuan individu, pengetahuan dan kapabilitas untuk mencapai tujuan tertentu sesuai bidang keahlian yang dipelajarinya.

Sedangkan konsep kompetensi yang ditemukan dalam Standart Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI), lebih berorientasi pada kecakapan yang mendukung pada jabatan tertentu. SKKNI memberikan definisi demikian: “Standart Kompetensi Kerja Nasional adalah uraian kemampuan yang mencakup pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja minimal yang harus dimiliki seseorang untuk menduduki jabatan tertentu yang berlaku secara nasional. Kompetensi selalu mengacu pada kemampuan yang digunakan untuk mengatasi berbagai masalah dalam bidang pekerjaan”.

Kompetensi menjadi hal penting dalam dunia kerja. Hal itu dilatari oleh adanya anggapan baha ”karateristik dasar seseorang ada hubungan sebab akibatnya dengan prestasi kerja”. Jika seorang lulusan memasuki dunia kerja maka kompetensi yang diharapakan adalah kompetensi yang mampu untuk meningkatkan kinerja perusahaan yang mengacu pada produktifitas untuk dapat memenangkan persaingan serta memiliki kemampuan profesional teknis agar mereka tetap menjaga keberlangsungan roda produksinya sesuai tuntutan perusahaan.

Secara umum, Kompetensi yang diharapkaan DUDIKA dari lulusan SMK adalah sebagai berikut. Pertama, kompetensi pengetahuan (knowledge). Tentu DUDUKA sangat mengharapkan pengetahuan yang relevan dengan bidang kerja. Selain itu, harus menguasai pengetahuan umum, pentehuan usaha yang dibuktikan dengan nilai akdemik yang valid.

Kedua, dimensi keahlian (skill). Yang termasuk dalam kompetensi keahlian ini adalah kemampuan, keterampilan, kecekatan, dan kreativitas. Ketiga, aspek perilaku (attitude). Yang termasuk dalam aspek perilaku ini adalah etika, integritas diri, motivasi, komunikasi, dan rasa percaya diri.

Di samping tiga komponen kompetensi di atas, tentu DUDIKA juga membutuhkan kompetensi yang lain seperti pengalaman, minat atau hobi, dan kemampuan tambahan lainnya.

Dari pemaparan sekilas itu, maka kolaborasi antara SMK dan DUDIKA menjadi hal mutlak. Kolaborasi yang baik antara pihak sekolah dengan DUDIKA dalam penyusunan program pembelajaran dapat meningkatkan kompetensi siswa sesuai dengan pesan Kepmendikbud Riset dan Teknologi RI No:166/M/2021 tentang program SMK PK, di mana harus melaksanakan kemitraan, Link and Match secara menyeluruh sesuai kesepakatan.

Beberapa hal yang menjadi isu kunci dalam membangun kemitraan yang efektif itu adalah kurikulum yang disusun bersama (penyelarasan kurikulum),pembelajaran berbasis projek riil, pemanfaatan Guru Industri, pelaksanaan praktek kerja lapangan (PKL) di industri, program sertifikasi kompetensi, up date teknologi dan pelatihan bagi guru, program riset terapan (teaching factory), komitmen keterserapan lulusan, dan keterlibatan DUDIKA dalam penyelenggaraan pendidikan.

Program SMK PK merupakan perwujudan visi presiden RI Joko Widodo yang mengamanatkan revitalisasi SMK secara komperhensif untuk menghasilkan SMK yang berdaya saing dan siap menghadapi tantangan serta dinamika perkembangan DUDIKA.

*Penulis adalah Pengawas Pembina SMK Stella Maris Labuan Bajo

Artikel Terkait