Nasional

Hikmahanto: Ada Dua Narasi yang Berbeda Antara Rusia dan Ukraina

Oleh : very - Kamis, 24/02/2022 20:40 WIB

Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional UI dan Rektor Universitas Jenderal A. Yani. (Foto: Pikiran Rakyat)

Jakarta, INDONEWS.ID --- Situasi di Ukraina saat ini, dimana sudah bereskalasi dengan penggunaan senjata, terjadi karena ada dua narasi yang berbeda antara Rusia dan Ukraina.

Hal itu dikatakan Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana melalui siaran yang diterima di Jakarta, Kamis (24/2).

Menurut Rektor Universitas Jenderal A. Yani itu, dalam perspektif Rusia, operasi militer yang dilancarkan adalah dalam rangka kerjasama pertahanan antara Rusia dengan dua Republik, yang baru saja mendapatkan pengakuan dari Rusia atas kemerdekaannya dari Ukraina. Keduanya yakni Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk.

Karena itu, Presiden Putin mendalilkan operasi militer tersebut berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB yang memberi hak negara untuk membela dirinya baik secara individual maupun kolektif melalui pakta pertahanan.

“Bagi Rusia dua republik yang diakui tersebut sedang mendapat serangan dari militer Ukraina,” ujarnya.

Sementara itu, narasi dari pihak Ukraina mengatakan bahwa Rusia, dengan pengakuan terhadap dua Republik yang selama ini dianggap sebagai gerakan separatis tersebut, telah menganggu integritas wilayah Ukraina.

“Tentu Ukraina tidak ingin tinggal diam terhadap pelaku separatis dan karena melakukan tindakan terhadap para pemberontak,” katanya.

Presiden Ukraina pun menyatakan bila Rusia terlibat dalam perang dalam skala besar maka tidak ada pilihan bagi Ukraina untuk membalasnya berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB.

Dalam konteks demikian, menurut Hikmahanto, maka hukum internasional hanya digunakan sebagai legitimasi baik Rusia maupun Ukraina untuk menggunakan kekerasan (use of force).

Ukraina mahfum bila militer mereka berhadapan dengan Rusia maka akan sulit untuk memukul mundur Rusia. Disinilah dalam beberapa minggu belakangan Ukraina berkeinginan untuk bergabung dengan NATO. Bila ada di dalam NATO maka serangan terhadap satu anggota NATO berarti serangan terhadap semua anggota NATO.

Karena itu, tidak heran bila Presiden Putin mengancam akan menyerang Ukraina bila Ukraina bergabung ke NATO.

Untuk dipahami, kata Hikmahanto, saat ini Presiden Ukraina tidak sama dengan Presiden Ukraina sebelumnya yang sangat pro terhadap Rusia. Hal ini yang membuat Presiden Putin tidak nyaman.

Saat ini serangan Rusia terhadap sebagian wilayah Ukraina telah dilancarkan dan Ukraina pun sudah melakukan serangan balik.

“Mayoritas negara Eropa Barat dan Amerika Serikat berada di pihak Ukraina dan karenanya mengutuk apa yang dilakukan oleh Presiden Putin,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait