Nasional

Ungkap Oligarki di Indonesia, CSPI Adakan Bedah Buku Kartelisasi Oligarkis

Oleh : Mancik - Minggu, 06/03/2022 17:57 WIB

-Central Studi Politik Indonesia (CSPI) menggelar Webinar berupa Bedah Buku "Kartelisasi Oligarki di Indonesia Pasca Suharto (Cartelization in Post-Suharto Indonesia)" yang ditulis Boni Hargens,Ph.D.(Foto:Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Central Studi Politik Indonesia (CSPI) menggelar Webinar berupa Bedah Buku "Kartelisasi Oligarki di Indonesia Pasca Suharto (Cartelization in Post-Suharto Indonesia)" yang ditulis Boni Hargens,Ph.D pada Minggu (05/03/2021) pukul 13.00 sampai 14.30 WIB.

Diketahui, CSPI adalah ruang aktualisasi Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik dari lintas Universitas seperti Universitas Nasional (UNAS), Universitas Indonesia (UI), Universitas Tri Sakti, Universitas Bung Karno (UBK) dan Universitas Gajah Mada (UGM).

Kegiatan yang dimoderatori oleh Hasnu Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik UNAS tersebut membuka diskusi dengan menyentil kekuatan politik yang mengendalikan Indonesia setelah 1998.

Hasnu meminjam pendapat Boni Hargens, mengatakan, kekuatan politik di Indonesia pasca reformasi  bukan lagi oligarki murni atau kartel partai politik murni.

Namun, kata Hasnu, yang menguasai politik tanah air  adalah sebuah kekuatan baru yang merupakan hasil perkawinan silang antara keduanya, yaitu kartel dan oligarki.

Hasnu melanjutkan, kartelisasi oligarkis adalah teori yang Boni Hargens bangun untuk menggambarkan bagaimana oligarki partai membangun kartel politik untuk menguasai sumber daya negara demi kepentingan partai dan hegemoni oligarkis.

Menariknya, jelas Hasnu, teori Kartel Oligarkis yang diciptakan oleh Boni Hargens ini melakukan koreksi terhadap teori-teori lama yang ada dalam mengkaji Indonesia pasca-Suharto.

Boni Hargens, Analis Politik Universitas Indonesia/Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI) dalam pemaparannya mengatakan, sejak reformasi partai-partai di Indonesia telah membentuk sistem kepartain yang mirip kartel.

Boni mengungkapkan, adapun bukti-buktinya dapat dilihat melalui lima ciri kartel dalam sistem kepartaian di Indonesia, yakni, Pertama: hilangnya peran ideologi partai sebagai faktor penentu perilaku koalisi partai.

Kedua: sikap permisif dalam pembentukan koalisi; Ketiga, tiadanya oposisi.

Keempat: hasil-hasil pemilu hampir-hampir tidak berpengaruh dalam menentukan perilaku partai politik; dan Kelima: kuatnya kecenderungan partai untuk bertindak secara kolektif sebagai satu kelompok.

Boni melanjutkan, penyebab terjadinya kartelisasi adalah kepentingan partai-partai untuk menjaga kelangsungan hidup kolektif mengharuskan mereka membentuk kartel.

Dengan demikian, kata Boni, partai politik menerobos kepada ruang trias politika demi kelangsungan hidup mereka yang ditentukan oleh kepentingan bersama untuk menjaga berbagai sumber keuangan yang ada, terutama yang berasal dari pemerintah.

Pada titik ini, kata Boni, sumber keuangan partai yang dimaksud bukanlah uang pemerintah yang resmi dialokasikan untuk partai politik, melainkan uang pemerintah yang didapatkan oleh partai melalui perburuan rente (rent-seeking). Aktivitas ini hanya dimungkinkan jika mereka memiliki akses dalam jabatan pemerintahan dan parlemen. 

Kartelisasi Oligarkis, kata Hargens, adalah konsep untuk mendeskripsikan sebuah strategi politik dari beberapa ruling elit untuk mengontrol sumber-sumber ekonomi dengan mengkooptasi negara dengan tujuan mempertahankan privilege (hak istimewa untuk elit) yang telah didapat interpenetrasi kolusif dengan negara.

Ia melanjutkan, konsep ini merupakan sebuah upaya ilmiah yang tidak hanya secara ambisius mengkombinasikan dua literatur yang menonjol (oligarki dan kartel), tetapi menjadi lensa tunggal yang mana seseorang dapat memahami demokrasi perwakilan pasca-Soeharto secara lebih akurat, namun juga untuk menstimulasi kemungkinan mengungkapkan sebuah perspektif proporsional yang baru dalam teori ekonomi-politik kontemporer.

Kendati demikian, Boni juga menjelaskan terkait partai oligarki.

Ia menyatakan bahwa partai oligark yang mengimplementasikan strategi kartel dalam menjaga status quo melalui kolusi antar partai dan interpenetrasi negara partai.

"Mereka adalah beberapa ruling elit yang mengontrol sumber-sumber ekonomi dalam ketentuan sifat oligarkinya dan mengkooptasi negara untuk mempertahankan privilege yang mereka dapat dari interprenetasi yang kolusif dengan negara tentang sifat kartel mereka," tutup Boni. 

Diketahui, acara diskusi yang dihadiri oleh 74 partisipan tersebut adalah mahasiswa lintas perguruan tinggi dan kelompok organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan.*

Artikel Terkait