Nasional

Gaungkan Dakwah dan Nasionalisme di Mimbar Digital

Oleh : very - Jum'at, 18/03/2022 23:55 WIB

Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Dr. Arsul Sani, SH, M.Si. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID --- Penceramah sejatinya harus mengembangkan ajaran dan nilai yang bisa merawat persaudaraan, keagamaan dan semangat kebangsaan di mimbarnya bahkan sampai kepada dunia digital. Hal ini penting digelorakan agar negara ini tetap utuh dan aman sebagai tempat nyaman untuk aktivitas kehidupan seluruh umat beragama.

Sebagaimana agama Islam di negara Indonesia yang mengenal konsep ‘hubbul wathan minal iman’, maka nasionalisme bukanlah suatu hal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), H. Dr. Arsul Sani, SH, M.Si mengungkapkan masih adanya ketimpangan antara jumlah penceramah yang memiliki dan mendakwahkan gelora nasionalisme dengan penceramah yang justru menunjukkan antipatinya terhadap nasionalisme dan persaudaraan kebangsaan.

“Kalau bandingannya dibandingkan dengan yang tadi bersifat anti-nasionalisme, ya tentunya akan menjadi kurang masif. Apalagi saat ini banyak juga penceramah ataupun mubaligh yang dalam ceramahnya justru malah anti-nasionalisme dan memanfaatkan platform media sosial,” ujar Dr. Arsul Sani, SH, M.Si, di Jakarta, Jumat (18/3/2022).

Ia melanjutkan, pemanfaatan platform digital oleh penceramah masih menjadi kendala kurang massifnya diseminasi dakwah terkait konsep hubhul wathon minal iman atau nasionalisme. Ia menilai, sebenarnya banyak penceramah maupun ustad-ustad yang mengangkat syiar dakwah nasionalisme, namun sayangnya kurang familiar dengan teknologi.

“Masih banyak yang belum familiar dengan teknologi dan platform informasi. Sehingga dakwah yang isinya moderat dan mengangkat semangat nasionalisme itu menjadi tidak tersebarkan.  Karena tidak tersebarkan, maka dinilai kurang tergelorakan,” jelas anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini.

Oleh karena itu, ia menilai permasalahan ini bisa diatasi melalui memberikan fasilitas dalam hal diseminasi, dengan mendorong penyebaran konten dakwah positif di ruang-ruang digital  sebagaimana urgensi dalam hal penyebaran dakwah tentang nasionalisme dan persaudaraan kebangsaan.

“Karena itu perlu difasilitasi termasuk juga oleh pemerintah dalam hal ini termasuk oleh BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Potongan ceramah-ceramah pendek atau film yang berisi konsep tentang bahwa nasionalisme itu kompatibel dengan ajaran Islam. Itu harus disebarkan,” tutur pria kelahiran Pekalongan, 8 Januari 1964 ini.

Dirinya juga menjelaskan, betapa pentingnya memasifkan persebaran konten dakwah terkait nasionalisme dan persaudaraan. Ditambah lagi seharusnya sudah tidak ada keraguan, karena antara nasionalisme dan agama itu bukanlah hal yang kontradiktif.

“Dalam Islam sendiri ada konsep hubhul wathon minal iman, yang artinya cinta tanah air itu sebagian dari iman.  Kemudian juga di dalam berbagai kitab tentang Ahkam As Sultaniyyah, hukum tata negara itu juga ada ajaran ketaatan terhadap pemerintahan,” jelas mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PPP ini.

Bahkan dalam Al-Quran tertulis, Atiullah Wa Atiurrasul Wa Ulil Amri  dimana salah satu bentuk nasionalisme itu adalah dengan tidak mengembangkan ketidaktaatan kepada pemerintah. Sehingga nasionalisme menjadi kompatibel dengan ajaran agama khusunya Islam.

“Nah salah satu bentuk nasionalisme itu tertuang dalam Al- Quran adalah taat kepada pemerintah. Namun, jika dalam pemerintahan itu ada hal yang perlu dikritisi dan perlu dikoreksi ya maka itu tetap harus dilakukan, tidak dalam kerangka merusak nasionalisme,” ujar Arsul.

Sehingga, Arsul kembali menegaskan pentingnya kerjasama antara pemerintah dan penceramah maupun ustad-ustad di berbagai daerah dalam rangka menyebarkan konten syiar tentang nasionalisme dan persaudaraan kebangsaan.

“Dan itu tadi harus disebarkan. Kenapa? Karena kita tidak boleh hanya mengandalkan salah satu pihak saja. Karena masyarakat itu juga belum sampai bisa memikirkan atau paham kearah sana (konten dakwah radikal atau bukan). Dan ini sudah menjadi kewajiban kita semua untuk terus-menerus mengingatkan masyarakat itu,”tegas Arsul.

Kedua, menurutnya perlu ditingkatkan komunikasi dan silaturahmi antara pemerintah dalam hal ini lembaga terkait salah satunya BNPT untuk berdialog baik dalam kegiatan formal maupun non-formal dalam rangka berbagi ide dan pemikiran.

“Menurut saya, jajaran pemerintahan ya termasuk BNPT perlu meningkatkan silaturahminya, berdiskusi dan berbagi ide. Disamping itu juga termasuk memanfaatkan platform media sosial untuk kemudian menyebarkan ajaran Islam yang rahmatan lil alamin dan semangat nasionalisme,” jelas pria yang merupakan alumni Hukum dari Universitas Indonesia ini.

Terakhir, peraih Doktoral dari Glasgow Caledonian University ini berpesan kepada masyarakat untuk waspada dan cermat memilih penceramah. Jangan hanya melihat penceramah itu melalui ketenarannya semata di media sosial.

“Memilih penceramah yang kritis yang berkata agak keras itu sebenarnya tidak masalah, tapi jangan hanya melihat popularitas. Dan masyarakat juga harus berani katakan ‘Tidak’ jika isi dakwah dari penceramah itu mempersoalkan empat konsensus bernegara yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,” kata Asrul Sani mengakhiri. ***

Artikel Terkait