Nasional

Ramadan, Momentum Cegah Diri dari Tindakan yang Merusak Harmoni

Oleh : very - Kamis, 31/03/2022 11:19 WIB

Sekretaris Badan Penelitian Pengembangan dan Pendidikan Latihan (Sesbalitbangdiklat) Kementerian Agama (Kemenag RI) Dr. H. Muharram Marzuki, Ph.D. (Foto: Ist)

Jakarta, INDONEWS.ID --- Sebentar lagi umat Islam di seluruh dunia akan memasuki bulan suci penuh berkah dan ampunan, bulan Ramadan. Esensi penting dari bulan Ramadan adalah pencegahan atau menahan diri dari berbagai bentuk keburukan dan hal yang dapat merusak harmoni sosial. Karena itu Ramadan menjadi momen tepat untuk  mendidik diri menjadi pribadi yang santun, toleran, dan ramah untuk menciptakan perdamaian.

Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Badan Penelitian Pengembangan dan Pendidikan Latihan (Sesbalitbangdiklat) Kementerian Agama (Kemenag RI) Dr. H. Muharram Marzuki, Ph.D. Menurutnya bulan Ramadan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi umat muslim untuk menegakkan ibadah dan membangun harmoni sosial.

“Bulan Ramadan itu sejatinya umat muslim harus bisa memanfaatkan sebaik-baiknya, melakukan berbagai aktivitas kegiatan peribadatan baik ibadah yang sifatnya hubungan vertikal kepada Allah SWT, maupun ibadah yang berhubungan kepada umat manusia,” ujarnya di Jakarta, Rabu (30/3/22).

Dirinya melanjutkan, ibadah mahdhah atau ibadah wajib yang sudah syariatkan harus diperkuat baik kualitas dan kuantitasnya. Namun Marzuki mengungkapkan bahwa ibadah muamalah sebagai amalan membangun hubungan kepada umat manusia juga menjadi ibadah yang wajib dilakukan, untuk mencegah diri dari tindakan intoleransi dan kekerasan juga tidak kalah penting.

“Hubungan horisontal, kemasyarakatan dan peribadahan harus diperbanyak baik kepada umat islam sendiri maupun kepada umat yang berbeda agama. Sehingga akan muncul rasa ketentraman, kedamaian, rasa kerukunan yang menjauhkan dari sikap intoleransi dan kekerasan yang merusak harmoni sosial,” ungkap Marzuki.

Sebagaimana yang  tertuang dalam Q.S Al-Hujurat:13 yang mengatakan ‘Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal’.

“Nah, dengan kita hidup saling mengenal, menghargai, saling berbagi maka akan mewujudkan hidup yang aman damai, kita diarahkan menjadi umat yang bertakwa,” kata pria yang pernah menjabat sebagai Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kemenag.

Terkait ibadah membangun hubungan dan harmoni sosial masyarakat, ia menyinggung narasi negatif yang beredar di masyarakat bahawa praktik toleransi dan membangun hubungan baik antar umat beragama, bukanlah semata-mata sebagai praktik menggadaikan aqidah dan keimanan.

“Tidak, tidak sama sekali. Tidak ada urusannya. Ini urusan kemanusiaan. Misalnya kita berbuka puasa dengan umat yang berbeda agama itu diperbolehkan dalam rangka memperkuat hubungan sosial kemasyarakatan,” tegas Marzuki.

Menurutnya, bulan Ramadan harus menjadi momen untuk sama-sama bersuka cita dan berbagi kebahagiaan serta menunjukkan bagaimana agama Islam dapat menjadi penyejuk dan rahmat bagi alam semesta. Sehingga dalam membangun kerukunan tidak ada istilah menggadaikan aqidah, menggadaikan agama.

“Kita menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan itu mewujudkan hati kita menjadi damai, sejuk, tenteram dan toleran, dengan demikian maka itulah yang diharapkan oleh Tuhan. Kita berbagi kebahagiaan di bulan Ramadan dengan seluruh umat, itu yang dinamakan ibadah,” ujarnya.

Disamping itu, dirinya menambahkan bulan Ramadan dapat menjadi momen yang tepat, baik bagi pemerintah maupun para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk memasifkan pencegahan radikalisme dengan membangun ukhuwah wathaniyah. Misalnya dengan menggelar acara buka puasa bersama mengumpulkan berbagai kalangan.

“Pemerintah bisa libatkan semua unsur masyarakat yang berbeda suku, budaya dan agama untuk ikut merayakan dan merasakan sukacita Ramadan, membahagiakan sesama umat manusia meskipun berbeda agama. Ini momentum yang sangat berharga dan massif. Bulan Ramadan sebagai media silaturahim,” katanya.

Terakhir, penulis buku ‘Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Di Perguruan Tinggi Umum’ ini juga mengimbau masyarakat khususnya dalam menyambut Ramadan untuk tidak hanya dapat menahan diri menahan lapar dan haus. Namun juga menahan diri dari nafsu untuk menyebarkan fitnah, hoax, dan hatespeech yang hanya akan membawa kepada kemudharatan.

“Bulan puasa ini harus menjadi pembelajaran, untuk mulailah kita tidak menjadikan medsos sebagai alat untuk menyebarkan fitnah, berita bohong ataupun hal-hal yang mempengaruhi masyarakat menjadi resah. Itu dosa besar dan puasa baginya menjadi tidak ada artinya,” tandas Marzuki. ***

 

Artikel Terkait