Bisnis

Atasi Persoalan Minyak Goreng, Presiden Diminta Bentuk Badan Sawit

Oleh : very - Jum'at, 29/04/2022 20:36 WIB

Indonesia menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia. (foto : ist)

Jakarta, INDONEWS.ID - Mantan Ketua Umum Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Derom Bangun, menilai perlu segera dibentuk satu badan sawit Indonesia sebagai solusi persoalan minyak goreng di tanah air. Badan ini nantinya akan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Sekarang ini ada sejumlah kementerian ikut bertanggung jawab dan memiliki wewenang dari Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dan Kementerian Koordinator Perekonomian.

Asosiasi-asosiasi yang berkaitan dengan industri sawit juga cukup banyak, antara lain Dewan Minyak Sawit Indonesia, GAPKI, Apkasindo, GPPI, GIMNI, AIMMI, APOLIB, APROBI, dan MAKSI. Di samping itu, masih ada beberapa asosiasi petani sawit.

“Perlu sekali adanya suatu badan pemerintah yang beranggotakan ahli-ahli yang selalu dapat membaca tantangan dan memberikan jalan keluar yang baik bagi industri sawit,” ujarnya dalam Webinar Series Corona Mea Vos Estis (CMVE), Rabu, 27 April 2022.

Hadir juga pembicaraan lain, yakni  Founder dan Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung, Ketua Umum DPP Asosiasi Sawitku Masa Depanku (SAMADE) Tolen Ketaren, dan petani sawit Ridwan Sijabat.

Derom membandingkan badan sawit yang ada di Malaysia, yaitu MPOB, suatu otoritas yang berwenang melakukan tindakan-tindakan dan peraturan-peraturan, sehingga kementerian-kementerian lain tidak mencampurinya lagi.

“Jadi kementerian-kementerian lain tidak mencampuri dan ikut bicara lagi soal industri sawit,” ujarnya.

“Di Indonesia, saat ini kita lihat di Indonesia banyak terlibat Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian ESDM, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, dan Kementerian Koordinator Perekonomian,” jelasnya.

Badan sawit Indonesia, katanya, harus diisi oleh tenaga-tenaga ahli yang dapat merumuskan berbagai ketentuan untuk diusulkan menjadi Undang-Undang yang akan dibahas di DPR RI. Dengan begitu, lanjut dia, misalnya akan ada UU yang mengatur cara-cara mengatasi minyak goreng dalam situasi apa pun juga baik ketika harga naik atau turun.

 

Tata Kelola Minyak Sawit

Menurut Tungkot Sipayung sebagai produsen terbesar minyak sawit dunia, Indonesia menguasai 59% pangsa pasar minyak sawit dunia. Sementara Malaysia berada di urutan ke dua dengan pangsa pasar 25%. Untuk diketahui minyak sawit menguasai 43% pangsa minyak nabati dunia, disusul minyak kedelai 43%, minyak Rapeseed 14%, dan minyak bunga matahari 11%.

“Sekarang ini, Indonesia sudah menjadi raja minyak sawit dunia, sekaligus raja minyak nabati dunia,” ujar Tungkot.

“Sejak 2006 lalu, kita sudah kalahkan Malaysia. Kita sekarang nomor satu dunia sampai hari ini. Tapi implikasinya ini yang tidak pernah kita pikirkan, apa implikasinya menjadi nomor satu di dunia,” jelasnya.

Menurutnya, mestinya tata kelolanya juga harusnya sudah nomor satu. Ilmu teknologi  juga mestinya nomor satu, karena di Barat tidak ada kelapa sawit.

“Ini menarik. Karena Indonesia dalah produsen terbesar minyak nabati sawit di dunia, maka berapa besar volume ekspor Indonesia, berapa banyak yang kita hasilkan dan dijual ke pasar internasional akan mempengaruhi pergerakan harga minyak  nabati dunia,” tegasnya.

Indonesia juga sekaligus merupakan konsumen terbesar minyak sawit dunia dengan total komsumsi 30%, disusul Uni Eropa (13%), India (16%), China (14%) dan lainnya.

“Ini punya implikasi juga, satu sisi kita adalah produsen nomor satu, di sisi lain kita konsumen terbesar juga. Ini ada plus dan minusnya,” jelasnya.

“Plusnya kita punya pasar yang besar di dalam negeri. Minusnya adalah ketika seperti sekarang ini  harga di internasional naik maka mau tidak mau harga di dalam negeri terikut naik,” pungkasnya. ***

Artikel Terkait