Opini

Opini WTP LHP BPK RI NTT-TA 2021:

Diduga Gimmick untuk Membungkus Kejahatan Korupsi Pemda Sikka

Oleh : indonews - Selasa, 21/06/2022 11:23 WIB

Petrus Selestinus adalah Koordinator TPDI & Advokat Peradi. (Foto: Ist)

 

Oleh: Petrus Selestinus*)

Jakarta, INDONEWS.ID - Praktek jual beli opini WTP antara oknum BPK RI dengan Pimpinan Kementerian atau Pimpinan Lembaga atau Kepala Daerah, bukan lagi rahasia, tetapi hal itu sudah menjadi fakta sosial dan fakta hukum yang didukung dengan Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang berkekuatan hukum tetap, terlibat dalam jual beli Opini WTP dari BPK RI.

Pansus DPRD Sikka, harus fokus menggali kontroversi antara LHP BPK tentang temuan penyalahgunaan dana BTT - TA 2021 yang saat ini sedang dalam proses penyelidikan dan sejumlah kasus korupsi lain yang tengah dalam tahap penyidikan dengan Opini WTP dan jika terindikasi ada KKN maka Pansus DPRD Sikka harus merekomendasikan agar Opini WTP dimaksud dibatalkan dan diproses secara Tipikor oleh Kejaksaan Negeri Sikka.

Predikat WTP yang diberikan BPK NTT pada saat beberapa pejabat Pemda Sikka tengah menghadapi penyelidikan dan penyidikan dugaan korupsi, menimbulkan tanda tanya besar bahkan opini WTP patut diduga lahir dari sebuah transaksi KKN antara Bupati Sikka Robi Idong atau orang yang berada di bawah tanggung jawabnya dengan oknum BPK untuk membranding Robi Idong menuju Pilkada periode II. 

 

Opini WTP Gimmick Buat Robi Idong

LHP-BPK NTT dengan opini WTP di tengah gencarnya penyelidikan dan penyidikan atas dugaan kejahatan korupsi oleh Kejari Sikka terhadap sejumlah pejabat Pemda berdasarkan LHP BPK saat ini, harus diproses hukum dalam perkara terpisah, karena antara opini WTP dengan temuan penyimpangan sesuai LHP BPK tidak koheren bahkan bertentangan aecara substantif. 

Bagaimana hal ini bisa terjadi dan diterima akal sehat, jikalau ada temuan BPK RI menyatakan ada penyimpangan dan penyalahgunaan dana BTT sebesar Rp.988.765.648, tetapi mengapa ada opini WTP, dan mengapa Bupati Sikka Robi Idong menerima opini WTP ini dengan sumringah. Ini hanya pas untuk permainan anak-anak TK untuk mengecoh sesama anak-anak TK.

Selaku Kepala Pemerintahan Daerah yang diserahi tugas dan tanggung jawab untuk mengelola keuangan daerah menurut UU No.17 Tahun 2003, Robi Idong seharusnya menuntut BPK RI untuk menarik kembali oponi WTP karena temuan penyimpangan dan penyalahgunaan atau sebaliknya Robi Idong meminta BPK NTT membatalkan LHP BPK soal temuan penyimpangan dengan alasan ada Opini WTP, karena itu, ini bakal menjadi bukti persekongkolan jahat di antara mereka.

Pengakuan Bendahara BPBD Sikka, soal penyimpangan penggunaan BTT, jelas sangat memalukan karena, Robi Idong sebagai Pengelola Keuangan Daerah Sikka disebut-sebut ada dalam antrian bersama bawahannya secara bersama-sama dan berlanjut diduga kuat ikut mencuri uang rakyat korban bencana melakukan korupsi uang recehan melalui Ajudannya atau Kalak BPBD Tahun 2021. Ini bukti tidak tertib dalam menatausahakan dana BTT. 

Karena itu Opini WTP dari BPK RI NTT untuk Pemda Sikka patut diduga sebagai gimmick bagi Robi Idong, karena antara Opini WTP dan Fakta-fakta temuan BPK bertolak belakang 180 derajat, sehingga patut dipertanyakan siapa yang bayar siapa hingga Opini WTP yang kontroversi ini diterbitkan, siapa yang menipu siapa dan ini jelas tidak memberikan pendidikan politik yang baik, membodohi Masyarakat Sikka dan ASN di Sikka demi gimmick sesaat Robi Idong.

 

Opini WTP Menjadi Kasus Baru

Dapat dibayangkan bahwa Bupati Sikka Robi Idong pasti dengan sumringah menerima Opini WTP dari BPK RI NTT yang dinilai bakal berhasil membungkus dan mengecoh rakyat kecil, mengelabui DPRD Sikka, Kejari Sikka, Polres Sikka dan para pengamat hukum dan politik di Sikka dari kejahatan korupsi yang terjadi selama ini.

Fakta terbaru yang beredar luas ke publik menunjukan bahwa Opini WTP BPK NTT untuk Pemda Sikka TA 2021, isinya tidak sesuai dengan fakta-fakta hukum temuan penyimpangan dan penyalahgunaan, bahkan mengandung tipu muslihat dan kebohongan para Elit di Sikka tidak terkecuali Robi Idong, sebagaimana terbukti dari pengakuan Bendahara BPBD Sikka dan Kuitansi yang dipublish secara luas.

Fakta dimana bukti-bukti kuitansi beredar ke ruang publik bahwa Robi Idong ikut antri dalam deretan nama-nama bersama para pencuri uang rakyat warga miskin korban bencana untuk kepentingan kunjungan kerja, sungguh-sungguh memalukan dan sebagai sesuatu yang tidak boleh dilakukan, sebab Bupati Sikka, Robi Idong sudah punya anggaran khusus silakan berfoya foya, tanpa harus terjerumus ke dalam perbuatan tercela.

Oleh karena itu, mengenai beredarnya kuitansi ke ruang publik dan menjadi milik publik, maka Bendahara BPBD Sikka harus diapresiasi atas sikap jujur dan berani mengungkap hal-hal yang sesungguhnya dan untuk itu ia harus dilindungi oleh LPSK, DPRD Sikka, Kajari Sikka dan Polres Sikka agar Bendahara BPBD Sikka tidak diintimidasi dan diteror oleh siapapun juga.

Kejaksaan Negeri Sikka sebaiknya membuka perkara baru dan terpisah untuk mengungkap alasan-alasan mengapa ada Opini WTP dengan LHP BPK RI soal penyimpangan dan penyalahgunaan dana APBD Sikka secara berlanjut dan bersama-sama, tetapi dicoba ditutup-tutupi dengan Opini WTP, karena itu Robi Idong, Montero yang adalah Ajudannya harus dipanggil dan dimintai pertanggungjawaban secara pidana, periksa dan beri status tersangka jika terdapat cukup  bukti.

Dalam kasus korupsi Jaksa Agung RI, ST. Burhanuddin tidak akan kompromi, karena itu Kejaksaan Negeri Sikka tidak boleh bawa perasaan ewuh pakewuh ketika harus memanggil Robi Idong dkk., karena praktek mencuri uang rakyat secara bersama-sama dan berlanjut dibungkus dengan Opini WTP, sudah menjadi modus cari selamat yang sudah kuno, melukai rasa keadilan dan membohongi warga Sikka.

Oleh: Petrus Selestinus, Koordinator TPDI & Advokat Peradi.

Artikel Terkait