Nasional

Ini Penjelasan Soal Kejagung Penerapan Pasal TPPU di Kasus Garuda Indonesia

Oleh : Rikard Djegadut - Senin, 27/06/2022 18:30 WIB

Jakarta, INDONEWS.ID - Kejaksaan Agung telah menetapkan dua orang tersangka atas perkara dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Pesawat Udara pada PT Garuda Indonesia (persero) Tbk Tahun 2011-2021.

Keduanya diketahui atas nama inisial Emirsyah Satar (ES) selaku mantan Direktur Utama PT Garuda dan Soetikno Soedarjo (SS) selaku mantan Direktur PT Mugi Rekso Abadi (MRA).

Namun, untuk keduanya itu belum dikenakan Pasal terkait Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hal ini dikarenakan Kejaksaan Agung masih akan mencari tahu siapa yang bertanggungjawab atas perkara tersebut.

"Kemudian TPPU ini dalam proses berjalan ya. Nanti kita lihat, ini baru ada kerugian negara. Siapa yang akan mempertanggungjawabkan kerugian negara. Kemudian nanti baru kita masuk ekspos untuk TPPU," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah kepada wartawan, Senin (27/6).

Diketahui, KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (ESA) dan penyuapnya, Seotikno Soedarjo (SS) tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Penetapan ini merupakan pengembangan kasus suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.

KPK menduga uang suap yang diberikan Seotikno kepada Emirsyah dan mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT. Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia.

Untuk program peremajaan pesawat, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008 hingga 2013 dengan nilai miliaran USD. Yakni kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce, kemudian kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S.

Kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

Selaku konsultan bisnis dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, Seotikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.

Pembayaran komisi diduga terkait dengan keberhasilan Seotikno dalam membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan empat pabrikan tersebut.

Menerima uang dari empat pabrikan itu, Soetikno kemudian memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah dan Hadinoto. Pemberian sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.

Pemberian yang diterima Emirsyah Satar dan Hadinoto oleh Soetikno, yakni Rp 5.79 miliar kepada Emirsyah untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, USD 680 ribu dan EUR 1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan SGD 1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.

Sedangkan untuk Hadinoto, Soetikno memberi USD 2,3 juta dan EUR 477 ribu yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura. Menerima suap dari Seotikno, Hadinoto pun dijerat sebagai tersangka suap oleh KPK.*

Artikel Terkait